Chapter 7

646 62 2
                                    

Disclaimer : Naruto dan segala isinya hanya milik Masashi Kishimoto

Rating : M (No Lemon just Semi)

Genre : Romance, Family, Drama, mungkin? Crime

WARNING: TYPO MENYEBAR, GAJE, OOC, BAHASA TIDAK BAKU, JIKA TIDAK SUKA TIDAK USAH DI BACA. TINGGAL KLIK BACK SAJA

.

.

.

.

Happy Reading

Aku membuka kedua mataku perlahan, menyesuaikan cahaya yang datang dari arah kanan. Aku mengerjap. Ini bukan kamarku, kamarku jendelanya berada di sebelah kiri. Melihat sekeliling untuk memastikan ini bukan lah kamarku. Aku baru ingat kemarin aku menyusul Hinata, yang itu artinya aku sekarang sedang berada di New Zealand?! Aku berjalan menuju jendela besar di sebelah kanan ranjangku, menyibak tirai ungu agar aku dapat merasakan sejuknya udara pagi. Tapi itu percuma karena apa? Udara pagi sudah menghilang sekitar mungkin 2 jam yang lalu.

Aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan menengok sang pemilik rumah yang ternyata sedang tidak berada di rumah. Aku mengangkat alisku saat Hinata melewati ku, dia membawa sebuah wadah dengan beras di dalamnya.

"Kemana bibi?" tanyaku mendapat jawaban selamat pagi darinya.

"Ibu sedang pergi. Sasuke kau bisa membantuku?" Hinata menyerahkan wadah itu padaku dan mendorongku menuju kran air. "Ibu bilang aku harus membuat sarapan untuk calon menantunya yang tampan ini." Bibi bilang kan Hinata yang harus membuat sarapan, kenapa aku juga harus terlibat dalam urusan dapur? Mau tidak mau aku harus membantunya bukan, karena aku tidak mau ada keributan di pagi hari.

Tanganku terulur membuka kran air. Aku bisa merasakan sekarang Hinata sedang tersenyum di balik punggungku. Ia kemudian menuju lemari es mengambil— entah apa itu mungkin sayur atau daging. Aku mengamati wadah yang sudah terisi penuh oleh air, sebelum aku memasukkan kedua tanganku kedalam wadah, aku menggerakkan jari-jariku terlebih dahulu. Jujur saja ini pertama kalinya aku mencuci beras, jika bukan karena Hinata aku tidak akan mau.

Dengan sedikit ragu aku memasukkan tanganku kedalam wadah berisikan air dan beras itu, airnya sudah berubah warna menjadi putih seperti susu. Perlahan aku memeras-remas beras, aku tidak tahu harus sebersih apa jika mencuci beras. Terkadang aku menggosokkan beras-beras itu dengan kedua tanganku. Kesal berasnya tidak kunjung bersih aku meremasnya sekuat tenaga, berharap beras yang berada di wadah akan bersih seketika itu juga.

"Hei-hei, bukan seperti itu Sasuke." Hinata, mematikan kompor dan mengambil alih wadah itu dari ku. "Kau itu sedang mencuci beras, meremasnya harus pelan-pelan jika tidak berasnya akan hancur. Begini saja kau tidak tahu. Kau hanya pintar meremas payudaraku saja." Aku kembali menaikkan alis. Baru tahu, jika bibir tipis itu bisa berbicara dengan frontal seperti itu.

Ngomong-ngomong soal payudara, aku jadi menginginkannya. Bibirku terangkat menyunggingkan sebuah seringai. Aku mendekapnya, tanganku mulai berjalan di area perut menuju ke payudara lembutnya. Aku tidak peduli dengan tanganku yang masih basah ini, aku berharap ini akan membawa sensasi tersendiri untuknya. Tapi karena posisinya menghadap kran itu jadi membuatku tidak bisa melihat bagaimana reaksinya.

"Apa yang kau maksud seperti ini?" tanyaku sambil meremas payudara yang kurasa semakin besar di tanganku.

"Ukh, jangan lakukan itu." Suara lenguhannya benar-benar membuatku gila. Aku sama sekali tidak mendengarkan larangannya justru aku semakin kencang meremas payudaranya. Sesekali aku menciumi tengkuknya. Wangi lavender tercium jelas di hidungku.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang