Chapter 8

638 57 4
                                    

Disclaimer : Naruto dan segala isinya hanya milik Masashi Kishimoto

Rating : M (No Lemon just Semi)

Genre : Romance, Family, Drama, mungkin? Crime

WARNING: TYPO MENYEBAR, GAJE, OOC, BAHASA TIDAK BAKU, JIKA TIDAK SUKA TIDAK USAH DI BACA. TINGGAL KLIK BACK SAJA

.

.

.

.

Happy Reading


Apa ini? Aku memasang wajah datarku menyaksikan 2 orang wanita tengah mengobrol dengan asyiknya tanpa memperdulikan kami. Yah kami. Aku, Hinata, Ayah, dan kak Itachi. Sedangkan yang tengah asyik mengobrol adalah ibu ku dan Bibi Hikari. Beliau sudah satu minggu berada di Jepang, dan aku bersyukur karena tidak ada tanda-tanda dari nenek sihir yang arogan itu, ah, sebut saja Nyonya Hyuuga. Aku mengalihkan pandanganku ke samping kananku, Hinata, ia nampak memasang wajah yang sama denganku, bahkan lebih parah. Mata bulatnya mengamati ibunya, tangannya berada di kedua lututnya bertopang dagu.

"Ahhaha." Tawa mereka begitu menggelegar di pendengaranku, mungkin juga untuk ke tiga orang lainnya yang berada di sekeliling meja ruang tengah di rumahku ini. Bibi Hikari memaksa Hinata untuk ikut dengan kami dan aku pun tidak keberatan akan hal itu.

Aku memutar bola mataku dengan bosan, wanita memang membingungkan. Terakhir kali aku melihat ibu dan Bibi Hikari saling melototi satu sama lain, tapi setelahnya mereka menjadi— ahh sudahlah.

Aku berdiri dari duduk ku, lalu melangkah menuju dapur. Sedikit menghela napas, aku membuka lemari es. Hawa dingin segera aku rasakan di sekitar wajahku ketika aku melengokkan kepalaku kedalam lemari es besar itu.

"Aku tidak menyangka, Ibu dan bibi Mikoto akan seakrab itu. Padahal sebelumnya mereka begitu enggan saling menatap, setelah beradu argumen."

Aku mengambil dua buah minuman kaleng dan kembali menutup pintu lemari es. Aku membuka salah satunya sebelum aku menyerahkan pada Hinata, ia nampak meneguknya dengan tergesa hingga membuatnya sedikit tersedak. Tanganku refleks menepuk pelan punggungnya.

"Biarkan saja." Ucapku membuka minuman kaleng yang tersisa, dan menenggaknya setengah. Rasa manis bercampur pahit ini dapat mengurangi rasa bingungku. Hinata menuntunku kembali menuju ruang tengah, disana masih saja kedua orang itu bercakap-cakap, dan aku sudah tidak menemukan kak Itachi di tengah-tengah mereka.

Karena tidak ingin mengganggu kedua orang itu aku bertanya pada ayah yang masih bertahan dengan korannya, kemana perginya kak Itachi. Dan ayah hanya mengangkat bahu tanda dia tidak tahu kemana perginya kakak semata wayangku itu.

"Ibu, sudah sore. Sebaiknya kita pulang." Hinata memperingatkan bibi Hikari dengan menarik-narik lengan wanita duplikatnya itu. Sedangkan Bibi Hikari hanya menolehkan kepalanya dengan masih mengobrolkan peternakannya.

"Hmm, baiklah." Bibi Hikari segera berdiri dan berjalan mendahului ku serta Hinata menuju ke depan. Wajahnya tersenyum senang setelah berada di halaman depan rumah dan menoleh ke belakangku  ke arah dimana ibu dan ayahku berada.

"Memalukan." Lirih Hinata sambil menunduk. Aku hanya tersenyum kecil melihatnya. Mungkin karena Bibi Hikari jarang berbincang-bincang dengan seseorang di sana, hingga membuatnya enggan untuk meninggalkan orang yang ngobrol dengannya.

"Bolehkah aku mampir kesini lagi? Tadinya aku hanya penasaran dengan orang tua kekasih anakku yang tampan ini, jadi aku memutuskan untuk ikut. Senang bisa mengenalmu Mikoto." Bibi Hikari masih tersenyum dengan tangannya yang membuka pintu mobil.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang