I Love You.

612 65 5
                                    

"Dia terlalu cantik untuk dimiliki. Tapi bukan berarti boleh ada yang memilikinya."

****

WARNING : Sebelum membaca aku peringatkan ada adegan menjijikan yang mungkin bisa membuat kalian ngerasa gak nyaman dan momen yang bisa menyebabkan beberapa pembaca ke trigger yang menjurus ke hal mengakhiri hidup.

Jadi tolong bijak-bijaklah untuk membaca chapter ini.

***

Di sebuah sekolah menengah, tepatnya di kelas 12-B. Seorang pemuda berambut hitam berdiri di belakang mejanya yang penuh coretan spidol permanen berisi ejekan, hinaan, kata-kata kotor yang tak pantas lainnya. Di dalam kolong mejanya banyak sampah, bahkan dia bisa melihat ekor tikus yang menjuntai ke bawah.

Mata kelam pemuda itu— Kim Dokja— nampak redup, ekspresinya kosong dengan tatapan seperti orang yang telah kehilangan semangat hidup. Dia tidak marah— atau lebih tepatnya sama sekali tidak bisa.

Kim Dokja tau siapa pelakunya.

Tentu, mereka kini sedang mentertawakan Kim Dokja. Menjadikannya sebagai bahan lelucon yang menyenangkan. Tatapan merendahkan dapat Kim Dokja rasakan dari berbagai arah.

Dua kantung kresek berwarna hitam Kim Dokja keluarkan dari tas miliknya. Satunya diikatkan untuk membungkus tangan, sementara yang lain digunakan sebagai tempat sampah.

Setengah jijik sekaligus mual, Kim Dokja mengambil sampah di kolong mejanya. Nyaris muntah begitu mencium bau sampah dan bau bangkai tikus yang menyengat.

Pertama-tama Kim Dokja mengeluarkan bangkai tikus— yang sepertinya sudah lama mati. Terbukti dari banyak belatung dari mulut tikus, berjatuhan saat diambil.

Orang-orang yang disekitar mengernyit jijik, beberapa membuat ekspresi seakan hendak muntah. Tidak ada seorangpun yang berniat maju untuk membantu.

Sama sekali tidak.

"Menjijikan," celetuk salah satu dari mereka disusul dengan celetukan lain.

"Sial! Ini terlalu menjijikkan."

"Apa dia tidak jijik mengambil tikus itu hanya dengan tangan kosong? Kotor sekali."

"Hahahaha, menjijikkan sekali bangkai tikusnya, seperti orang yang mengambilnya."

"Astaga, kenapa dia selalu menjadi pengganggu, sih? Aku harap dia segera mati."

Menjijikkan.

Kotor.

Mati.

Telinga Kim Dokja sudah pengang dengan banyak hinaan dengan nada cemoohan.

Namun meski setiap hari dia selalu mendapatkan kata-kata yang menyakitkan hati, bukan berarti dia terbiasa dengan perlakuan buruk mereka.

Sama sekali tidak.

Hati Kim Dokja tetap merasakan sakit.

Entah kesalahan apa yang telah diperbuat sampai harus mendapatkan perlakuan seperti ini.

"Hei, Kim Dokja. Kenapa kamu tidak melompat saja dari gedung? Atau menenggelamkan diri kamu di Sungai Han? Supaya kamu menghilang sekalian dari dunia ini," ujar seseorang, tidak tahu siapa atau berasal dari mana.

Orang itu bersembunyi dengan baik di antara kerumunan— yang tidak tahu sejak kapan sudah berkumpul mengelilingi Kim Dokja.

Perkataan dari orang itu mengundang gelak tawa.

He Love Him🌌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang