Bab 1

60 10 1
                                    

Malam itu, Anggi baru saja kembali setelah mengantar putri sulungnya, Tiana, untuk melakukan program kehamilan anak keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu, Anggi baru saja kembali setelah mengantar putri sulungnya, Tiana, untuk melakukan program kehamilan anak keduanya. Ia tentu saja begitu bersemangat, sebab ini sudah genap  enam tahun keluarga besar mereka tidak memiliki bayi. Saking bersemangatnya, Anggi sampai menawarkan Tiana untuk pergi ke dokter terbaik di dunia  hingga perawatan dari mulai pra sampai pasca kelahiran ia siap menanggungnya. 

Pun, karena kesibukkannya mengurus program untuk Tiana, Anggi sampai tidak sempat memegang ponsel, ia hanya mendengarkan suaminya yang sibuk terkikik. Ditanya ada apa, Januar menjawab hanya sedikit iseng pada dedek. 

Begitu urusan mereka nampak lebih ringan, Anggi pun memutuskan untuk menyalakan ponsel dan membaca apa yang dilakukan suaminya. Matanya begitu teliti membaca tiap pesan yang ada. Tak lama, mata bulat yang begitu bersinar itu tiba-tiba berubah menjadi tajam; Anggi menatap seakan keinginan untuk memukul suaminya perlahan naik. 

Anggi melihat putra bungsunya yang masih terlelap. Ini sudah pukul 7 pagi, dan dia baru saja sampai di kediaman mertuanya setelah mendengar kabar dari asisten anaknya- bahwasannya si bungsu tengah ngambek akibat kelakuan iseng si tengah dan suaminya. Ia tatap iPad milik Jivaa -dimana layarnya menunjukkan bukti transfer yang dilakukan entah dengan tujuan apa pada orang yang belum pernah ia dengar namanya.

Dan di hadapannya ada Liam; seorang pria yang ia jadikan sebagai asisten pribadi si bungsu sejak 7 tahun lalu. Dia dengan sigap menjelaskan alasan kenapa transfer tersebut terjadi dan mau tidak mau akhirnya ia harus menceritakan apa yang terjadi pada bos kecilnya pada hari itu. Dengan perasaan yang begitu was-was, Liam sudah sangat siap kena sembur nyonya besarnya ini.

"...Jadi begitu, bu, ceritanya." Liam mengakhiri sesi penjelasannya mengenai apa yang terjadi pada Jivaa di hari itu. Tatapan lembut nan tajam yang Anggi berikan membuat Liam meneguk ludahnya sendiri, terlebih sekarang Anggi malah melipat kedua tangannya.

"Kenapa kamu gak ceritain semuanya dari awal?" Si Nyonya besar mendesah berat, Liam hendak menyaut namun, "Astaga, Liam! Saya gak bisa bayangin apa yang bakal terjadi sama dedek kalau dia ketemu sama orang jahat! Bisa gak sih, sekali ajaa kamu gak ceroboh gitu? Itu pengalaman pertama Jivaa keluar rumah tanpa pengawasan ketat, loh! Dan, tadi apa?" dia menunjuk asisten anaknya, "Kamu bilang gak mau ngerahin bodyguard lain buat nyari dedek dan nekat nyari sendiri sampai ketemu?" Liam menunduk, merasa bersalah atas apa yang terjadi waktu itu, padahal ia sudah merasa sudah melakukan yang terbaik.

"Anu, nyonya-"

"Demi Tuhan, William, saya benar-benar gak habis pikir sama kamu, loh! Dedek kabur tanpa pengawasan, ketemu orang asing yang akhirnya bikin dia transfer 50 juta! Nggak, saya ga masalahin nominal uangnya. Tapi, ya tuhan, gimana ceritanya dedek bisa transfer uang ke orang asing? Perkara jajan? Saya orang sini, dan saya tahu di Kawasan itu ga mungkin ada jajanan seharga jumlah koleksi legonya si dedek!"

"Nyonya, saya-"

"Dia ngelakuin apa coba sama dedek sampai otaknya kecuci begitu? Saya gak mau liat dedek keluar Cuma sama kamu, dia-"

Kakak Tampan! [Hyunjeong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang