Kematian Rahayu dengan cepat terdengar oleh Herman dan Dhamar. Mereka sudah berada di rumah Wardoyo untuk melayat. Mereka tidak menyangka bahwa anak perempuan Rukmini meninggal dengan cara tidak terduga.
Rahayu ditemukan keesokan harinya oleh seseorang. Perempuan itu tergeletak di halaman rumah dengan posisi tengkurap. Kepalanya bocor akibat membentur batu, darah menggenang meskipun sudah kering.
Tidak ada seorang pun yang tahu penyebab pasti kematiannya. Usut punya usut berdasarkan rumor, Rahayu meninggal karena depresi. Selain ditinggal Aryo, tidak sedikit warga sekitar tahu bagaimana sikap Yekti kepada anak mantunya.
Karena tidak merasa, tentu Yekti tidak mengakui akibat kematian anak menantunya adalah kesalahannya. Namun, menurut Wardoyo, istrinya memang kerap keterlaluan.
“Bukan salah saya. Saya tidak tahu apa-apa.” Begitulah pembelaan Yekti ketika tengah diperbincangkan.
Herman bergegas mendatangi rumah Wardoyo ketika mendengar berita kematian adik perempuannya. Dia datang lebih dahulu sebelum Dhamar. Beruntung mereka masih bisa melihat Rahayu untuk terakhir kali, bahkan Herman menjadi salah satu yang menurunkan jenazah sang adik ke liang lahat.
“Rumor itu tidak sepenuhnya benar. Kami sendiri pun merasa kehilangan,” kata Wardoyo ketika mengobrol dengan Herman dan Dhamar.
“Masalah anak, kalau bagi saya, tidak terlalu dipermasalahkan. Anak saya Aryo, tidak pernah sekalipun menyalahkan istrinya. Mereka tampak bahagia,” lanjut Wardoyo menjelaskan. “Saya akui, Rahayu memang berubah ketika ditinggal anak saya. Dia menjadi lebih pemurung, bahkan kerap mengigau. Jadi, saya putuskan agar dia di sini supaya ada temannya.”
“Mengigau?” tanya Dhamar.
Wardoyo mengangguk. Dia masih ingat betul dua hari yang lalu mendengar Rahayu menyebut nama Aryo ketika tengah tertidur. Selain itu, anak mantunya pernah bercerita sering mendengar suara tangisan bayi.
Dhamar berniat ingin menceritakan masalah tangisan bayi, tetapi setelah dipikir-pikir, dia lebih memilih bungkam, seolah-olah tidak tahu apa-apa.
Suasana berkabung masih sangat terasa, tidak enak hati membuat orang lain terbebani, terlebih Herman, kakaknya itu sangat terpukul atas kepergian Rahayu. Dhamar memilih merahasiakan masalah kemarin malam.
“Saya sedang tidak berniat membela istri saya. Tapi, jika memang istri saya menjadi salah satu penyebab, saya mewakili Yekti, meminta maaf kepada Pak Herman dan Mas Dhamar. Kami meminta maaf jika pernah menyakiti hati Rahayu, anak menantu kami yang sudah saya anggap seperti anak sendiri, bukan sebatas anak mantu.”
Herman mengangguk-angguk, memahami maksud baik Wardoyo. Terakhir mengobrol dengan Rahayu adalah lusa. Saat itu sang adik membahas perlakuan kurang menyenangkan dari Yekti.
“Kamu yang sabar saja. Ini bukan salah kamu. Yang penting, tetaplah jadi seorang menantu yang baik. Ibu dan Bapak secara tidak langsung sudah menjadi orang tuamu,” kata Herman saat itu.
Tidak ada niatan menjadi bijak, Herman sendiri merasakan hal serupa. Dia kerap dipandang sebelah mata oleh orang tua Rini, tahu bagaimana rasanya. Nyatanya, meskipun dikatakan membantu banyak hal oleh makhluk gaib, masalah rumah tangga ternyata tidak termasuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
35 Hari Teror Ibu (TAMAT)
HorrorJuara Tiga Parade Menulis Kematian Rukmini berpengaruh besar bagi anak-anaknya. Herman, Rahayu, Anwar, dan Dhamar hidup dalam ketakutan. Meskipun begitu, mereka tidak tinggal diam, lantas mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pada akhirnya, Rah...