06. Nyaman

359 43 13
                                    

i would really appreciate any feedback and happy reading


✧✧✧

Gelapnya malam menjadi saksi setiap umpatan yang keluar dari bibir Jeongin. Sedikit menyesal telah meninggalkan motornya di rumah, gang sempit satu-satunya harapan Jeongin meloloskan diri dari kejaran Heeseung dan teman-teman bajingannya itu. Dia belum bisa bernapas lega, kecilnya ruang memang memudahkan dia untuk berlari, namun derap langkah kaki yang tenaganya seolah tidak habis membuat Jeongin terus memutar otak. Harus kemana lagi?

"Anjing lah." Jeongin meringis pelan saat jalan yang dia ambil ternyata buntu.

Tidak ingin mati konyol, remaja itu buru-buru berbalik untuk mengambil jalan yang satu lagi. Sialnya, pergerakan dia kurang cepat dari Heeseung yang menghempaskan tubuhnya terlebih dulu.

"Bangsat!"

"Lo bilang kartu AS gue di lo, gimana kalo gue lenyapin kartu AS itu?" Heeseung, psikopat gila itu mendekat sambil mengeluarkan pisau lipat di saku celana seragamnya.

""Lo masih pake seragam? ga mandi lo anjing?" 

Raut wajah Kapten terlihat sangat penasaran ketimbang takut pisau yang digenggam Heeseung menembus jantungnya sekarang. Ya, mereka berdua sama gilanya memang.

Heeseung merambat naik ke tubuh Jeongin yang terjatuh, mencengkram rahangnya dengan keras lalu menempelkan pisau lipat yang ia bawa di pipi kanan musuhnya. "Udah gue bilang jangan ngelawan atau nyawa lo yang jadi taruhan."

Ancaman Heeseung barusan malah menggelitik Jeongin hingga dia terkekeh manis. Cukup terhibur karenanya. 

"Lo mau ngebunuh anak orang tua angkat—"

"Diem!"

Oke, umpannya telah ditangkap oleh mangsa. 

"Lo emang ga bisa ngeliat keadaan ya, Je? gue bisa aja potong lidah lo sekarang kalo gue mau." 

Pisau itu semakin menekan pipinya hingga Jeongin bisa merasakan dinginnya besi. Dia tidak meringis, melainkan menatap tajam Heeseung seolah menantangnya melalui mata jengah. Bunuh saja kalau berani, toh dia tidak pernah ragu untuk mati. Selagi bukan habis di tangan sendiri.

Belum sempat pisau itu menggores tubuh Jeongin, Heeseung lebih dulu terlempar ke kotak sampah yang tidak jauh dari mereka. Prosesnya terlalu cepat sampai Jeongin dibuat membantu untuk beberapa saat. Sosok pria berdiri tepat membelakangi Jeongin seakan melindunginya di balik tubuh tingginya itu.

"Dia musuh gue, yang boleh ngabisin dia cuma gue—" 

Mata Jeongin membola, dia tau pasti suara siapa yang berbicara.

"—Panglima."

"Bangsat!" Heeseung mengumpat kesal, pisau di tangannya terlempar entah ke mana. Kepalan tangan itu hampir mengenai wajah Hyunjin jika tidak segera dia tahan lalu memelintir tangan itu sampai Heeseung berteriak kesakitan. Belum puas dengan itu saja, Hyunjin memukul tengkuk Heeseung hingga dia terguling di jalanan yang basah.

"Lo pukul dia sekali, gue pukul lo sepuluh kali."

Hyunjin bergerak mendekat. Mencekik leher pria itu hingga dia kesusahan untuk bernpas. Hampir saja tangannya yang bebas menghadiahi wajah Heeseung pukulan, Jeongin buru-buru menarik Hyunjin setelah melihat 5 anak Elang berlari ke arah mereka.

"Udah anjing, ntar lo kena keroyok juga."

Hyunjin menoleh, suara dinginnya tiba-tiba berubah dengan senyuman sumringah yang ingin Jeongin gilas ke aspal, "Khawatir ya?"

Pancaroba • HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang