bab 3 : tak kenal maka

6 4 0
                                    




"tang!" bintang menoleh. dilihatnya gilang, teman sepermainan dan teman hampir seluruhnya satu kelas dengannya, menyapanya ketika ia sedang sibuk dengan gumpalan kertas di meja kantin. "apaan," jawab bintang acuh. "udah mau malem, gak pulang? emang gak dicariin ibu?" tanya gilang sekali lagi. bibirnya penuh akan sepotong burger yang sudah dingin berkat dibelinya siang tadi. "gak, masih di rumah sakit juga kayaknya," gilang mengangguk-angguk mendengar jawaban bintang.

"belum selesai juga kalkulasinya?" gilang melirik pada kertas-kertas tak beraturan yang dibeberkan bintang di meja kantin yang lumayan luas. bintang menggeleng, menjawab tanpa suara. "udah belum?" bintang bertanya balik. "udah, sih. dibantuin sama kak geo tadi." gilang mencomot tisu dari gulungan di meja sebelah bintang. bintang mengangkatnya. "dih, curang! mentang-mentang punya kenalan," bintang menyerempet sebal.

gilang mengangkat bahunya. "makanya, banyak main!" sahut gilang balik. sudah tahu jelas bahwa bintang tidak terlalu suka repot-repot menambah seribu relasi di kampus. cukup satu angkatan dan satu organisasi, katanya. meskipun sebenarnya bintang punya banyak teman di jurusan bahkan fakultas lain, tapi relasi-relasi tersebut tidak lebih hanya sekedar sapaan di koridor dan obrolan ketika papasan di suatu mata kuliah.

"malas," sahut bintang menanggapi ocehan gilang. "abis-abisin energi aja," sambung bintang lagi.

gilang berdecak. temannya satu ini selalu saja defensif dan menyangkal ucapannya. padahal tidak salah juga untuk menambah pertemanan, hitung-hitung bisa membantu perkuliahan seperti yang dilakukannya tadi dengan salah satu kakak tingkatnya yang terkenal pintar dalam matematika teknik.

"udah jam enam, nih. balik dulu aku," gilang turun dari meja (iya daritadi dia duduk diujung meja) lantas menepuk-nepuk bahu bintang. "jam berapa?" tanya bintang, merasa temannya ini salah sebut.

"enam," jawab gilang, tidak jadi melangkah. "enam? enam!" bintang melonjak. dimasukkannya kertas tak beraturan kedalam pelukan lengannya, lantas berbalik dan menatap gilang yang belum saja beranjak. bintang berjalan maju, tidak memedulikan gilang yang menatapnya aneh. "mau ngapain?" tanya gilang sembari keduanya berjalan menuju parkiran motor. "katanya tadi belum mau pulang," lanjut gilang, menyamakan langkah bintang yang semakin cepat dirasanya.

"ada janji," bintang menyunggingkan senyum. "sama siapa tuh?" gilang turut menyeringai. bisa-bisanya temannya yang selain kuliah-organisasi-pulang ini ada janji. pun mengucapkannya dengan senyum simpul di bibirnya. semkain penasaran gilang dibuatnya. "ada lah, duluan yo!" bintang masih dengan senyum dibibirnya, meninggalkan gilang yang seratus persen akan mengabarkannya ke teman-teman sepertongkrongannya yang lain.

bintang berjalan menuju sepedanya yang terkunci di ujung parkiran motor. iya, sepeda kayuh untuk olahraga itu. bintang bisa naik motor, kok. mobil juga. tapi bintang sudah mabuk dibuat oleh polusi yang memenuhi rongga tenggorokannya setiap hari. bisa dibilang ada sedikit jiwa cinta kehujauan dalam sudut hatinya. jadilah bintang memilih menggunakan sepeda kayuh sebagai moda transportasinya ke kampus hampir setiap hari. kalau hari sedang sial saja, seperti dirinya yang bangun kesiangan atau harus membawa properti besar untuk keperluan kuliah, barulah bintang mau membawa bongkahan besi yang terkentut-kentut itu dari garasi rumahnya.

bintang mulai mengayuh. tentu ia tidak lupa dengan janjinya dengan sang tanpa wajah kemarin sore. jam tujuh malam. pesan yang diterimanya petang hari pulang kuliah ketika bintang dengan penasaran bolak-balik antara kamar dan gudangnya, sudah diujung ubun-ubun rasa ingin tahunya.

ia penasaran, dan entah mengapa ada perasaan senang menggelinjang di hatinya. baru kali ini ada sesuatu yang ditunggunya selain kuliah-organisasi-rumah yang sedikit membosankan sudah dijalaninya selama berbulan-bulan ke belakang.

jatuh (cinta) di angkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang