bab 6 : mari bertemu

5 4 0
                                    




percakapan hari-hari lalu tidak membantu banyak bagi rasa penasaran bulan yang masih subur dipeliharanya di dalam hati. pertanyaannya tentang waktu, (yang sebenarnya ingin ia tanyakan tentang keberadaan bintang) kemarin tidak jadi ditanyakannnya. entah, nyalinya seketika naik dan seketika turun disaat yang sama. membuatnya urung bertanya, dan jadilah kilahan-kilahan murah yang bulan rasa malu untuk mengingatnya.

dari berbagai percakapan itu bulan mengingat-ingat detail tentang bintang. tapi sejauh ini, bintang belum juga menemukan jawaban yang diinginkan setelah berjam-jam menggilirkan pandangannya pada proyektor berputar di kamarnya. layarnya sudah ia kembangkan secara maksimal menjaid di seluruh penjuru kamarnya, pun juga belum ada timbul presensi laki-laki bernama bintang dengan jurusan dirgantara tahun kedua dicarinya selama ini.

atau bintang benar-benar tidak ada, ya?

bulan sedang mengalami krisis eksistensial bintang. kalau ternyata itu adalah kecerdasan buatan canggih, bulan hanya bisa tertawa, sih.

tapi percakapan itu terlalu nyata kalau untuk khayalan.

tidak bisa. bulan harus keluar dan memeriksa dunia, tidak cukup hanya berselancar di dunia maya sambil berharap jawaban tersebut datang menghampirinya.

bulan mengambil jaketnya, hari ini hari awal turun salju di negaranya. meskipun tropis, tapi cuaca salju buatan hasil diskusi dewan tertinggi sudah tiba waktunya di bulan-bulan ini.

bulan melihat ke sekeliling. ayahnya tentu saja bekerja di hari-hari aktif seperti ini. hanya ada pelayan berlalu lalang membersihkan rumah yang, sebenarnya tanpa cela dan noda sama sekali. karna jarang sekali digunakan secara semestinya, sofa dan meja yang ada hanya terlapisi debu-debu tipis, tidak ada bungkus makanan atau mainan berserakan seperti rumah normal pada umumnya.

"bulan, mau kemana?" tanya seseorang dari belakang punggungnya. bulan menoleh. kak aruna. menatapnya dengan mata besarnya yang memesona. "jalan-jalan," sahut bulan pelan. "sama siapa?" tanya aruna lagi. bulan sudah tahu arah pembicaraannya sekarang ini. sudah pasti aruna akan menyuruh pak siapapun supir yang tersedia untuk mengantarkan anak semata wayang atasannya ini.

"sendiri," bulan cemberut. "saya temani, mau?" tanya aruna. "tidak sama supir, kok." lanjut aruna, seperti membaca kekhawatiran yang tercetak jelas di dahi bulan. bulan tersenyum. "ayo, kak, kalau begitu!" ujar bulan. aruna tersenyum, beranjak ke kamarnya untuk mengambil, mungkin jaket dan perlengkapan dasar untuk keluar bersama bulan.

bulan rasa ingin naik transportasi umum sekarang ini. penat menaiki mobil pribadi dan kesunyian yang mencekam, karna memang para supir dipesan untuk tidak mengganggu dan menanyakan hal-hal tidak penting kepada bulan. padahal bulan ingin sekali kenal dan berbincang dengan orang lain.

"ayo!" aruna berjalan menuju pintu, dan menggamit tangan bulan untuk naik ke piringan terbang dari pintu depan menuju pagar terluar rumah keluarga bulan. memang jauh sekali, iya. padahal hanya berisi beberapa orang saja, namun halaman rumahnya rasanya bisa diselenggarakan pertandingan bola tangan melihat betapa besarnya.

"mau naik apa hari ini?" tanya aruna lembut. "kereta, boleh?" aruna mengangguk. "boleh, dong." ujarnya lantas menekan layar navigasi pada piringan terbang menuju halte kereta terdekat. kereta peluru langit yang satu menit lagi tiba, menurut jadwal di pergelangan tangan aruna.

"mau kemana, bulan?" tanya aruna lagi. "pusat kota saja. plaza informasi." sahut bulan, melihat-lihat apakah tempat yang ingin ditujunya sudah buka. aruna mengangguk saja.

zap.

kereta peluru langit datang secepat namanya di hadapan mereka berdua. sembari pintunya menghilang, aruna menggandeng tangan bulan masuk dan mencari tempat duduk yang dirasa nyaman. "mau cari apa di plaza, bulan?" tanya aruna. "buku baru. sama beberapa roti yang belum aku coba, hehe." bulan menjawab separuh benar. selain karna dirinya ingin menambah koleksi bukunya (perlu diingat bahwa perpustakaan setinggi langit itu berisi buku-buku membosankan milik ayahnya, bukan koleksi bacaan menyenangkan bagi bulan), bulan ingin mencari jawaban atas rasa ingin tahunya akan bintang.

jatuh (cinta) di angkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang