bab 8 : ada aku datang

6 4 0
                                    




bintang menatap langit yang kosong pagi itu. kelasnya dimulai masih setengah jam lagi, namun pikirannya sudah melanglang buana kesana-kemari. kabar terbaru, bintang belum juga menyentuh komputer tuanya di gudang selama beberapa hari. membuat ibunya terheran-heran sebab beberapa minggu kebelakang gudang adalah tempat favorit bintang untuk melakukan apa saja, mulai dari makan, mengerjakan tugas, sampai olahraga sore bintang ubah dengan bolak-balik menuju ruangan tersebut. ibunya pun tidak tahu kenapa.

apa yang salah, ya, dari pembicaraannya dengan bulan tempo hari? apakah ada salah satu ucapannya, salah, ketikannya yang menyakitkan hati? bintang ingin sekali menggulirkan jemarinya di komputer tua itu untuk menapak tilas percakapannya hari kemarin dengan bulan, mana tahu ada salah kata dan ketikan.

tapi untuk sekedar menginjakkan kaki dan menyalakannya saja bintang tidak mampu. tidak mau, lebih tepatnya. entah, ia merasa sedikit meriang memikirkannya. sakit hati, sedikit. takut, banyak. apakah ia akan kehilangan satu-satunya teman jarak jauhnya yang menyenangkan? bisa jadi. memikirkannya bintang segan. dan tentu saja tidak ingin.

atau mungkin bulan sakit? atau dilarang ayahnya yang galak untuk bertamu? bisa saja. seribu kemungkinan sedang berterbangan di kepala kecil bintang sekarang ini.

"mikirin apa," salah satu kawannya, hendra, yang bintang lupa selalu saja rajin dan datang lebih pagi dari seisi kelas mengganggu sesi termenungnya. "yang jelas bukan kamu," sahut bintang ketus. tidak bermaksud, sebenarnya. hanya suasana hatinya sedang naik turun akhir-akhir ini. kadangkala dia tersenyum riang gembira, lantas sore harinya muram seperti tidak ada hari esok. "eih, ayolah. gimana lantas dengan si bulan-bulan itu, kau ketemu?" tanya hendra, mengingat jelas bahwa murung dan tidak jelasnya suasana hati bintang adalah sejak temannya satu ini berjanji menemui seorang asing di suatu akhir minggu.

bintang menelan ludah. jawab jujur sajalah, pikirnya. bintang pun menggeleng. "bah!" lantas hendra tertawa terbahak-bahak. bintang menaikkan alis. "malah ketawa," sungutnya. mendorong tubuh besar jangkung menyingkir dari bangku tempatnya duduk.

hendra menghentikan tawanya, sadar bahwa bintang sedang tidak dalam keinginan untuk berhaha-hihi ria. hendra turun bangku, lantas bertanya dengan nada rendah ke kuping bintang. "kenapa? kau berbuat sesuatu?" tanyanya. bintang menggeleng ragu-ragu. "aku rasa, sih, tidak." ujar bintang. bintang rasa ia memang bukan pria yang paling tinggi sopan santunnya dalam obrolan, namun bintang yakin sepanjang percakapan mayanya dengan bulan ia tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. lantas apa yang salah, ya?

"tidak berkata yang tidak-tidak?" bintang menggeleng. "tidak angkat isu sensitif?" bintang menggeleng lagi. "tidak mengolok kesukaannya?" apalagi itu. bintang menggeleng sekali lagi. "kalau begitu kaulah yang harus tanya," pungkas hendra. bintang termangu. maksudnya?

"tanya langsung saja, siapatahu dia ada sakit atau acara mendesak." bintang masih termangu. "gimana cara tanyanya.." lirihnya pelan. "ya hubungilah lagi! begitu saja repot. daripada habis waktu kau dengan melamun!" hardik bintang, kesal melihat kawan yang biasanya sangat cemerlang dikelas mendadak lamban soal manusia lain.

"lantas?" tanya bintang, entah sudah berapa pertanyaan lesu yang dilontarkannya pada hari ini. "ya semangati kalau ada masalah! kirim hadiah kalau ia sakit! sambangi! apapun itu, halah! susah sekali!" hendra pegal, meninggalkan bintang dengan bersungut-sungut. bintang tertawa lemas. "lah, malah pergi dia." diam-diam bersyukur, kalimat-kalimat ketus hendra tadi diiam-diam memupuk keberaniannya untuk bertanya kepada bulan. bahwa tidak akan ada kemajuan jika dia tetap berpangku tangan. manatahu bulan sebenarnya sudah meminta maaf dan memberi tahu alasan ketidakdatangannya, kan?

jatuh (cinta) di angkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang