bab 4 : bincang kata

9 4 0
                                    





bincang-bincang antara dua manusia tersebut lantas berlangsung cukup lama pada malam pertama keduanya berkenalan. menanyakan latar belakang keluarga singkat, hingga konsentrasi ilmu apa yang diambil di tempat mereka berdua menimba ilmu. pun berujung pada kenyataan bahwa satu sama lain menekuni bidang yang hampir bersinggungan.

cahayaabulan : akademi berfokus pada satu bidang ilmu saja, bintang. akademi yang aku ikuti, namanya akademi astronomi negara. dasar ilmunya matematika dan fisika. kalau kamu?

bulan sedikit-banyak mengingat-ingat universitas itu apa. di kotanya, pusat kota tempat tinggalnya lebih tepatnya, lebih banyak akademi berasrama maju yang memusatkan studinya pada satu bidang ilmu saja. kalau untuk universitas, bulan rasa pernah mendengar bahwa universitas itu untuk masyarakat kalangan menengah kebawah, dengan kelas-kelas yang berbaur antara program studi satu dengan yang lain. sangat campur-baur. bulan pusing sendiri membayangkannya.

langit99 : kalau saya universitas kebangsaan. jurusan teknik penerbangan. suatu saat, mungkin kamu bisa terbang naik pesawat ulang-alik yang saya buat.

bulan tersenyum mengingat perbincangannya dengan bintang kemarin. sebuah pengalaman yang menegangkan namun menyenangkan. tidak ada ayah yang akan menyeleksi pertemanannya harus dijalin dengan orang yang seperti apa dan tatanan kelas yang mana dia berasal. inilah yang kadangkala membuatnya gusar dan memilih untuk tidak berteman banyak dengan banyak manusia di akademi. takut sakit hati ketika menghadapi tatapan dan sahutan tidak menyenangkan dari sang orangtua satu-satunya. meski ia sangat sayang, tidak dipungkiri ada beberapa sifat yang jujur bulan ingin lari dari rumah jika mengingatnya.

"memikirkan apa?" bulan terjingkat. pikirannya kembali ke kenyataan, di atas meja makan dengan ayahnya yang sedang menyantap daging sintetis panggang di ujung meja. "tidak memikirkan apa-apa, yah." jawab bulan, tersenyum datar. baru saja dipikirkan, sahut bulan dalam hati.

"bagaimana? bisa lulus secepatnya?" tanya sang ayah, yang seketika melunturkan senyum di wajah bulan. "diusahakan, yah." ujar bulan, hampir mencicit saking kecilnya suaranya. "jangan tidak yakin begitu. ayah tahu kamu pasti bisa. kalau tidak, mau ditaruh mana muka ayah." ujar sang ayah, suaranya menggelegar di ruang makan yang megah dengan langit-langit tidak tergapai.

nadanya sejatinya biasa saja, namun bagi bulan yang mendengarnya, seakan-akan delapan puluh pesawat terbang hinggap di bahunya. sebuah tanggung jawab sebesar bumi yang dibebankan ke gadis yang baru menginjak tahun kedua studinya. kelulusan akademi astronomi normalnya adalah lima tahun, namun bagi orang-orang tertentu alias kepintaran diatas rata-rata, mereka bisa menempuh studi hanya dengan dua setengah tahun hingga tiga tahun saja.

memiliki ayah yang lulus dengan cepat dan karir yang melesat menuju jabatan tertinggi di badan nasional perangkasaan, membuat bulan yang menekuni bidang yang sama merasa harus mengikuti jejak sang ayah sesempurna yang ia bisa.

"baik, yah."

yang akhirnya bulan hanya bisa menjawab baik-dan-iya, tanpa bisa mengeluhkan betapa sulitnya hitung-hitungan hingga bingungnya memilih peminatan tata surya, fisika bintang, atau galaksi dan kosmologi. sungguh percuma rasanya membuka konversasi dengan ayahnya terkait perkuliahan, yang bulan tahu jelas akan berujung pada kalimat-kalimat tidak menyenangkan keluar dari mulut sang ayah.

sang ayah lantas bangkit setelah menyelesaikan santapannya, hanya berpamitan sebentar melalui kalimat ayah-ada-pekerjaan-yang-harus-dilakukan andalannya. kalimat yang bulan hanya menganggukan kepala sambil lalu tanpa repot-repot mengingatnya.

bulan mengaduk-aduk makannya yang tinggal sisa. sudah kenyang, bulan bangkit lantas berjalan menuju kamarnya.

sebentar lagi pukul tujuh.

jatuh (cinta) di angkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang