bab 7 : menuju janji

5 4 0
                                    




bintang menatap kertas mapnya dengan seksama. selain kertas map, bintang juga mengantongi telepon pintar yang tersambung dengan kabel penyuara di telinganya, membuka halaman peta beserta panduan jalan mana saja yang akan dilewatinya.

"jakaruda itu tidak terlalu jauh kalau kau naik mobil." ucapan hendra hari lalu membayangi pikirannya. "tapi bintang tidak naik mobil kan," sahut gilang di sebelahnya. lino, kawan satu lagi di seberang mejanya menaikkan alis. "kenapa begitu?" tanyanya. "polusi kendaraan," jawab bagas, mendahului bintang yang sudah membuka mulutnya hendak menjawab.

"hadah!!" seruan teman satu kelasnya lantas kompak menyoraki bintang yang hanya senyum-senyum saja. "hafal banget," lantas berterimakasih dalam hati bahwa dunia menempatkannya bersama orang-orang yang dengan hangat mengenalnya.

"mau petaku?" bian, yang sebelum mendengar jawaban bintang sudah melemparkan gulungan peta yang diterima dengan baik oleh bintang, meski kaget sedikit. "siapa yang pakai peta sekarang ini, yan?" gilang menyahut mengejek. "barangkali bateraimu habis?" bian menaikkan bahunya. bintang mengangguk-angguk. benar juga.

"berangkat jam berapa?" lino bertanya lagi meski matanya berfokus pada telepon pintarnya, bermain aplikasi tinju-tinjuan. " janjian jam empat, berangkat jam setengah tiga?" tanya bintang yang melihat berdasarkan perkiraan aplikasi peta digital. hendra menggeleng. "berangkat jam dua, tang." bintang menoleh tertarik. "jam tiga sudah ada kantor yang pulang. macet habis-habisan, meskipun kau pakai motor. banyak pekerja perbatasan." jawab hendra.

"dengarkan dia saja, sudah hafal mati jalanan jakaruda, tang." gio, ketua kelas di meja dosen tahu-tahu menyahut saja. bintang menurut saja kalau begitu. "mau pakai motorku?" gilang meski nakal sampai kepala berputar dibuatnya sangat baik dan ringan tangan menyerahkan barangnya untuk dipinjam. "gak usah, aku naik motorku aja, lang." bintang menolak. dan disinilah ia mengendarai motor tua milik ayahnya, dan berangkat jam dua beserta nasihat kawan-kawannya semua.

dua kota dari sini. tidak terlalu jauh, kan? bintang hanya perlu berkendara sekitar lima belas menit lagi. sudah satu setengah jam dilaluinya dengan susah payah. kali ini bintang naik motor, jadi penat hanya ada di bagian punggung dan tangannya yang kebas, bukan kaki panjangnya yang mengayuh tanpa henti.

destinasi tugu matahari sebentar lagi. bintang mulai menerka-nerka akan percakapan seperti apa yang dilakukan oleh mereka berdua setelah ini.

"belok kiri," suara perempuan di telinga kiri bintang memberitahunya untuk segera bermanuver dan merubah arah kendali motornya menuju sebelah kiri. sekitar sepuluh gedung tinggi dan pencakar langit ada di mata bintang sejauh ia memandang. sangat-sangat berkebalikan dengan kota garaksi tempatnya tinggal selama ini. ia sudah pernah ke kota-kota besar, sebenarnya. baik itu untuk mengunjungi kerabat maupun bermain bersama teman sebaya, bertualang menjelajahi sudut kota asing. namun jakaruda adalah kota yang sangat asing baginya. tidak pernah sekalipun ia menginjakkan kaki barang sedetik di tempat ini. pun jalanan berkelok yang membingungkan menjadi tantangannya dalam perjalanan menyenangkan siang itu.

iya, siang. bintang sudah berangkat sejak jam dua siang tadi, dengan matahari bersinar terang yang menyirami tubuhnya dengan panas. matahari tidak ada ampun-ampunnya, bintang rasanya ingin memasang payung diatas sepeda motornya.

"halo, saya bintang."

"halo, nama saya bintang."

"bintang. haha. saya bintang."

dalam tiap-tiap menitnya bintang mengulangi skenario khayalan di otaknya tentang bagaimana ia seharusnya mengucap kalimat pembuka antara keduanya. apakah perkenalan nama? tapi kan mereka sudah kenal satu sama lain, meski di dunia maya. bintang tersenyum. aneh sekali, sih. padahal kan mereka hanya teman. iya, teman.

jatuh (cinta) di angkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang