3» Jangan Malu-Maluin

3 3 0
                                    

Brak!

Gebrakan meja hampir menumpahkan es teh milik pemuda yang sedang duduk anteng di kantin.

"Gue peringatin sekali lagi sama lo! Jauhin cewek gue bangsat!" cowok tinggi yang baju seragamnya dikeluarkan itu melotot sambil menunjuk-nunjuk wajah Niki.

"Cewek lo yang mana? yang tete nya gede itu? Cih! Gak selera gue sama yang gede-gede!" Niki tersenyum meremehkan.

author: beliau ini agak laen -_-

"Jaga ya omongan lo! Dia mutusin gue gara-gara suka sama lo!" Nafas Mario memburu menahan emosi.

"Terus itu salah gue? Harusnya lo sadar diri, mana mau dia sama cowok burik kayak lo!"

"Maksud lo apa anjing!" Mario menarik kerah seragam Niki sampai sang empu berdiri dari duduknya.

Bughh!

Satu tinjuan berhasil mengenai rahang Niki, tapi Niki tidak tinggal diam. Dirinya membalas tinjuan tersebut.

Adu jotos tidak bisa dihindari lagi, Niki hampir kewalahan karena tinggi badan serta postur tubuh yang berbeda dengan lawannya.

Yang lainnya hanya diam saja menyaksikan tidak berniat untuk memisahkan mereka. Lumayan tontonan gratis.

Pedagang dikantin juga diam tidak ingin ikut campur.

"HEY! BERHENTI!" seorang guru pria tiba-tiba muncul menghentikan aksi saling pukul tersebut.

Niki yang paling parah mendapat tonjokan terengah-engah sesekali meringis.

"Ada apa ini, Hah?!" Pak Bagas, matanya menatap dua siswa yang barusan bertengkar.

"Kalian berdua ke ruang BK sekarang!" titahnya pada Niki dan Mario, "Dan untuk kalian, bereskan semua kekacawan ini!" Lanjutnya memerintah kepada siswa/i yang ada disana.

Meja dan kursi nampak sudah tidak beraturan, beberapa gelas dan mangkuk pecah, sangat berantakan. Jika sudah begini siapa yang akan bertanggung jawab?

T U R B U L E N C E
oct.e

"Kamu lagi Niki? ada apa sama kamu hari ini, hah?" heran Pak Bondan karena ini sudah ke dua kalinya Niki masuk ruang BK. Bahkan ini belum setengah hari, tidak biasanya dia seperti ini.

"Dia yang mulai pak!" tunjuk Niki pada Mario.

"Karena lo udah rebut cewek gue!" Mario menatap sengit orang disebelahnya.

"Cewek lo yang gatel!"

"Lo yang–"

"Heh! sudah-sudah malah lanjut ribut, kalian mau saya skors seminggu?!" Pak Bondan melerai kedua muridnya itu, heran anak jaman sekarang masalahnya selalu tentang percintaan.

"Apaansi pak ngancemnya skors, bapak sama aja kayak si Angga ketos itu!" Niki merenggut kesal, apa-apaan ngancemnya begitu? gak ada yang lain apa? kayak liburan gitu!

"Loh terserah saya dong!" melipat kedua tangannya di depan dada, "Kalian mau hukuman seperti apa?" lanjut Pak Bondan menatap satu-persatu murid di depannya.

Tidak ada yang menjawab.

"Oke, bersihkan gudang dan tangkap semua tikus yang ada disana!"

"Pak yang bener aja pak, nangkep tikus 'tuh susah, mana banyak lagi! Yang lain aja pak!" bukan masalah susah atau tidak, tapi Niki sedikit trauma sama tikus.

"Mulut kamu saya comot ya lama-lama, protes mulu dari tadi! Mario aja diem."

"Tau! Berisik lo!" Mario menapat sinis ke Niki.

Yang ditegur pun hanya memanyunkan bibirnya.

"Yasudah, saya akan panggil orang tua kalian." putus Pak Bondan.

"Pak, Pak jangan dong Pak, jangan panggil orang tua saya!" kali ini Mario yang angkat bicara. Bisa gawat kalo emaknya dateng, bisa-bisa uang jajannya dipotong.

Si cowok yang tadi memanyunkan bibirnya pun hanya diam, menerka-nerka apa yang akan terjadi jika orang tuanya dipanggil? Tapi Niki tidak khawatir, sebab Niki yakin yang datang pasti Bi Mirna.

"Berikan nomor orang tua kalian!"

"Tapi saya adanya telepon rumah pak," ucap Niki.

Tentu saja Niki tidak memberikan nomor telepon orang tuanya. Selain Ayahnya sedang diluar kota, mana mau Bundanya datang ke sekolah, pasti Bundanya itu lebih memetingkan arisannya dari pada anaknya.

"Tidak apa-apa."

Mario dengan terpaksa memberikan nomor orang tuanya, biarlah dirinya sudah pasrah.

"Uang jajan gue..." batin salah satu siswa malang itu.

Setelah menunggu puluhan menit akhirnya orang tua murid datang, yang pertama muncul adalah Mama-nya Mario.

Tidak lama dari itu muncul wanita cantik dengan pakaian modisnya, walaupun usianya sudah menginjak kepala empat, tapi jangan meragukan aura kecantikannya.

"Permisi." ucapnya.

Niki sedikit mengerutkan keningnya, merasa familiar dengan suaranya. Lalu Niki menoleh kebelakang dan..

"Bunda?" gumamnya sambil membolakan kedua matanya.

Kenapa Bunda yang datang?

T U R B U L E N C E
oct.e

"Kamu mau malu-maluin bunda? Iya?!"

Suara bentakan terdengar disebuah rumah mewah berlantai dua tersebut, si anak hanya bisa menundukkan kepalanya. Bukan, bukan karena takut tapi dirinya hanya menghormati sebagai seorang anak.

"Bunda gak pernah ajarin kamu buat jadi berandalan disekolah!" jari telunjuk itu menunjuk-nunjuk anak di depannya.

"Emang sejak kapan bunda ngajarin aku hal baik? ngelirik aku aja gak pernah!" Anak remaja itu membatin.

"Awas kamu, kalo sampe bikin masalah lagi! Bunda gak akan segan-segan hukum kamu!" ucap Ikna, memberi peringatan kepada anaknya.

Niki, anak remaja itu hanya menganggukan kepalanya.

Jujur, seingatnya ini pertama kalinya Bunda berbicara panjang lebar walaupun bentakan yang sedari tadi ia dengar.

Tapi Niki tetap merasa sedikit senang, itu artinya kali ini Bundanya melihat dirinya, dan sedikit peduli mungkin?

___________________________


Spoiler chapter depan:

Remaja itu terus mencekik dengan sekuat tenaga sampai orang itu lemas dan meluruh ke lantai.

Dirinya kemudian berlari ke arah dapur untuk mengambil pisau.

Dan..

Jleb!

"Selamat tinggal Bunda.." remaja itu menyeringai puas.

***

Itu Niki kah?

TURBULENCE [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang