02

4.2K 358 21
                                    

Aroma asiri dari rerumputan yang dipotong membawa Binar keluar dari mimpi-mimpi indahnya. Sinar mentari sudah menyelinap masuk dari lubang ventilasi dan jendela kayu yang mulai terkikis waktu. Pemilik mata bulat dengan bulu lentik itu masih nyaman memeluk guling, enggan meninggalkan kasur busa yang mungkum ditekan tubuh bertahun-tahun.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka sebelas siang. Kalau saja rumahnya tidak memiliki banyak pohon, waktu tidurnya yang berharga pasti akan terganggu.

Sebagai mahasiswi Arsitektur, waktu tidur adalah sesuatu yang berharga. Awalnya Binar tidak berniat kuliah, tetapi Apak dan Ibok memaksa harus sekolah setinggi mungkin.

Ia pun memilih masuk ke prodi Arsitektur, karena punya keinginan bisa membangun rumah kedua orang tuanya yang pernah hancur akibat bencana alam. Kata Apak, pondasinya tidak kuat makanya roboh. Padahal, rumah itu penuh kenangan dan Binar mau membangunnya kembali. Alhamdulillah, ia bisa masuk ke salah satu universitas negeri di kota Malang.

Di semester dua kuliahnya, Binar coba mengikuti progam beasiswa dari perusahaan multinasional. Semua berkas-berkas yang dibutuhkan ia serahkan dan ternyata lolos. Selama nilai-nilai Binar memenuhi syarat dari perusahaan.

Keberuntungan yang didapat dalam beasiswa GiNus Group ini bukan hanya untuk pembayaran UKT saja, tetapi dapat uang tambahan untuk tugas-tugas selama mahasiswa mendapat nilai di atas standart utama.

Tidur sehari hanya satu atau dua jam, sudah menjadi hal biasa, yang terpenting tugasnya bisa selesai lebih awal dengan hasil maksimal. Lalu, ia bisa tidur sepuasnya.

"Loh! Kok, bangun?"

Seorang wanita bertopi lebar yang sedang berada di tengah-tengah tanaman kangkung siap panen menyambut Binar saat membuka jendela kamar. Itu Kanis, wanita yang biasa Binar panggil dengan sebutan 'Ibok'.

"Emang kenapa, Bok?" tanya Binar. Jemarinya sibuk mengucek mata.

"Ibok udah pesen ke Pak Ndari tadi buat gali kubur!"

"Astaghfirullah! Tega amat ama anak sendiri!" teriak Binar yang tiba-tiba mendapat tenaga ekstra.

"Tidur lama bener! Dibangunin susah amat! Kalau tinggal ama mertua nanti gimana?"

"Siapa yang mau tinggal ama mertua? Kan aku mau tinggal ama Ibok aja! Jadi beban terindah buat Ibok!" sahut Binar dengan tawa keras.

"Nih anak kalau dikasih tahu ngejawab mulu, ya! Mandi sana! Buruan sholat!" Kanis mengacungkan sebuah arit di tangan.

"Aritnya, Bok! Binar foto nih, laporin ke polisi kalau Binar dapat ancaman."

"Jawab mulu! Buruan mandi!"

"Iya iya, Kanis cantik," goda Binar cengengesan dan mengambil handuk yang menggantung di dinding.

Sebelum keluar kamar, ia sempatkan melihat ponsel. Beberapa pesan masuk dan banyak panggilan tidak terjawab. Ia sempatkan membalas pesan-pesan penting yang sudah ia pin.

Baru akan meletakkan ponselnya dan bergegas mandi, sudah ada panggilan masuk.

'Client 57'

Binar berdecak malas tetapi harus ia terima karena itu adalah uangnya.

"Ya, Mbak? Ini barusan aku balas chat dia kok. Kami mau ketemuan. Nanti kalau udah di lokasi aku kabarin. Aku tunggu pelunasannya sebelum ketemu Mas Bintang, ya, Mbak."

Setelah mendapat jawaban, Binar menutup sambungan teleponnya dan keluar kamar.

...🪻🪻🪻...

Tring!

Last Project [END- TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang