Bunyi gersakan yang semakin lama semakin mendekat membuat Binar beringsut. Meski menahan sakit dari bahu yang terluka karena tembakan, Gata terus berusaha menangkan wanita yang sedari tadi tidak berhenti memeluknya.
Dari balik semak belukar, ia mengintip siapa gerangan yang datang. Apa orang-orang tidak dikenal tadi, atau bantuan dari Loni.
Sekitar setengah jam Gata menunggu bantuan dari sekretarisnya datang. Sejak awal, Loni dan beberapa anak buahnya sengaja ikut. Hanya saja, mereka menjaga jarak dan menunggu di resort bawah agar tidak mengusik perasaan Binar.
Krek!
Suara patahan sesuatu menarik perhatian Gata. Ia melihat Loni dan anak buahnya sedang mematahkan leher dua orang penjahat yang mencari keberadaannya.
Sesaat kemudian, Loni melihat ponselnya dan berkata, "Pak. Anda bisa keluar. Keadaan sudah aman."
Mendengar itu membuat Binar melepas pelukan dan menatapnya. Gata tersenyum tipis sambil mengangguk.
"Kita selamat," ucapnya.
Binar mengintip ke sekitar. Karena pergerakan itu membuat Loni menemukan keberadaan mereka dan membantunya keluar.
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Loni tetapi wanita itu malah menatap Gata.
"Mas Gata ... bahunya kena tembak," jawab Binar.
Gata langsung mengangkat tangan ketika sekretaris dan tiga anak buahnya itu mendekat panik. "Gue nggak punya banyak tenaga. Jangan berlebihan dan tolong bantu Binar temukan jalan."
Wanita berwajah pucat dengan mata sembab karena tidak berhenti menangis sedari tadi itu melingkarkan tangan di lengannya. Ingin membantu padahal tubuh mungil itu tidak akan kuat untuk menopangnya.
"Jalan di depanku aja. Biar aku bisa lihat kamu," pinta Gata.
"Nggak mau," tolak Binar.
"Ayo, Binar. Sudah mau gelap, kita harus cepat."
Wanita itu tidak mendebat dan jalan di depannya mengikuti anak buah Gata.
Ketika tiba kembali di rumah orang tua Binar, para penjahat yang mengejar mereka sudah dikumpulkan dan diamankan. Termasuk, ketua komplotan itu.
Gata meminta Loni untuk membawa Binar masuk ke dalam mobil, sementara dirinya pergi menghampiri pimpinan penjahat itu.
"Dia bawa hape?" tanya Gata pada anak buahnya dan seseorang langsung menyerahkan.
Ia membuka ponsel pintar itu dan melihat panggilan-panggilan serta pesan-pesan di sana. Hanya ada satu nomor di sana dan Gata langsung menghubungi nomor tersebut. Ketika panggilan itu terhubung, tidak ada sapaan terdengar. Ia coba menunggu beberapa detik tetapi tidak mendapat apapun.
"Kau gagal membunuh Lizzie dan tidak akan pernah berhasil melakukannya," ucap Gata.
Tidak ada jawaban dan Gata ingin memutus panggilan itu. Namun, sebuah tanggapan membuat dia urung melakukannya.
"Saya tidak gagal Tuan Muda."
Bustara! batinnya kaget medengar itu.
"Saya tidak akan membunuh Nona Lizzie. Saya hanya membantunya mengingat apa yang dia lupakan. Perihal siapa yang mengharapkannya mati, itu orang lain. Bukan saya. Saya hanya bertugas membantu orang-orang yang membutuhkan."
"Apa maksudmu, Bustara!" tegas Gata menahan geram.
Sayangnya, panggilan itu terputus begitu saja. Ia membanting ponsel itu sebagai pelampiasan amarah dan kemudian meringis kesakitan karena peluru yang bersarang di bahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Project [END- TERBIT]
Romansa"Oke! Aku akan bantu kamu wujudin keinginanmu, tapi kamu juga harus bantu wujudin Anemone Project-ku!" tegas Binar membuat penawaran. Wanita berhijab itu menyodorkan sebuah kertas pada Gata dan langsung dibaca dalam diam. Anemone Project: 1. Wallah...