"Keterangan di lantai toilet memang seperti ini? 0,00? Sejajar dengan lantai lain?"
Binar kembali gelagapan setelah mendapat banyak revisi pada denah yang ia buat sejak dua hari lalu.
"Ah, iya! Harusnya minus 0,02, Bu."
"Notasi potongannya juga lebih diperhatikan ya, Binar. Saya tunggu revisiannya besok pagi di sini, ya. Jangan lupa perbaiki desain atapnya agar masuk dengan tema tugas kamu."
"Baik, Bu." Binar mengangguk sambil mengambil lembaran kertas berukuran A2 dari meja dosennya lalu beranjak pergi kembali ke tempat duduknya.
"Tumben banyak banget dapat koreksi, Bin?" tanya Fina, teman yang duduk di samping Binar.
"Efek kalau LDR-an sama suami, nih. Jadi kayak gini," sahut Mala yang baru menghampiri Binar.
Binar sama sekali tidak memberikan tanggapan karena kesal dengan ketidaktelitiannya sampai harus mendapat banyak revisi dari hal-hal kecil yang dampaknya tentu membuat desain denahnya tidak akurat.
"Ih!" Binar memukul kepalanya sendiri. Marah karena gelisah membuat tugas-tugasnya berantakan.
Sejak kejadian di lapangan tembak itu membuat Binar penasaran pada diri sendiri juga orang bernama Bustara itu. Ia sama sekali tidak menyangka jika punya pobia pada suara tembakan dan tidak pernah ia bayangkan rasa takutnya akan berdampak berhari-hari.
Saat kelas sudah berakhir menjelang petang, Binar langsung keluar dengan keadaan malas karena manajemen waktunya tidak berjalan lancar akibat keteledorannya. Sudah dua hari tidak pulang dan sampai rumah nanti akan langsung mengerjakan tugas lain, tetapi malah mengulang tugas sebelumnya.
"Sst, Bin! Dijemput Ayang, tuh!"
Senggolan tangan Mala membuat Binar menoleh ke tempat parkir. Ia melihat Pria yang masih mengenakan setelan berwarna biru tua sedang bersandar pada pintu mobil sedan hitam.
Binar melambaikan tangan pada teman-temannya dan berjalan manyun menghampiri Gata. Ia berikan Tas A0 dan tas laptopnya pada Gata kemudian masuk ke mobil begitu saja.
"Kenapa mukamu? Habis dapat kabar bahagia rupanya?" tanya Gata saat duduk di bagian kemudi mobil.
Binar membalas dengan tatapan sinis. "Cekek, nih!" ancamnya sambil menyekek tas ransel di pangkuan.
Gata hanya tertawa sambil melajukan kendaraan.
"Weekend biasanya pulang malam, ini kok pulang sore? Jemput, pula? Mas Amar nggak bisa jemput?"
Amar adalah sopir yang Gata pilih untuk mengantar dan menjaga Binar selama pria tersebut berada di Jakarta.
"Amar, ada. Cuma, aku pengen jemput aja sama mau ajak kamu keluar."
Binar langsung menoleh. "Ngapain? Aku banyak tugas. Tuh! Tugas desainku dibalikin dan harus dikumpulin besok pagi. Bakal nggak tidur lagi aku malam ini!"
"Mau kuajak makan malam. Hari ini 'kan ulang tahunmu."
"Hah! Apa iya?" Binar melihat ponselnya dan benar, ini tanggal lahirnya. Ia juga baru melihat pesan dari apak dan iboknya jika mereka mengirim pesan sejak tadi pagi dan belum terbalas.
"Otakmu isinya tugas aja?" sindir Gata.
"Enggak, lah!" sahut Binar membuat pria di sampingnya menoleh sejenak. "Sama duit, jangan lupa." Ia meringis.
"Jadi gimana?"
Binar bingung harus menjawab apa. Ia harus menghargai ajakan Gata yang sudah pulang lebih awal untuk ulang tahunnya, tetapi ia juga harus mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan besok pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Project [END- TERBIT]
Romance"Oke! Aku akan bantu kamu wujudin keinginanmu, tapi kamu juga harus bantu wujudin Anemone Project-ku!" tegas Binar membuat penawaran. Wanita berhijab itu menyodorkan sebuah kertas pada Gata dan langsung dibaca dalam diam. Anemone Project: 1. Wallah...