09

2.1K 247 23
                                    

Pernikahan yang Gata lakukan sama sekali jauh dari banyangan. Sekalipun tidak pernah terpikir dalam nalarnya akan menikah dengan orang yang tidak dicintai. Akal sehat mulai diambil alih oleh emosi ketika ia melamar seorang gadis tanpa pikir panjang.

Saat semua sudah mereda, Gata hanya anggap itu sebuah keputusan tidak masuk akal dan tidak akan melanjutkan. Namun, menjadi berbeda ketika Gista ikut membujuk Widya, mencoba menjelaskan bagaimana kondisi putranya, tetapi tetap mendapat hinaan.

Amarah membuncah melihat bagaimana ibu yang melahirkannya harus mendapat hinaan dari orang lain. Yang paling membuat Gata sedih ketika mendengar alasan dari Gista.

"Harusnya Mami yang dapat hinaan, bukan kamu. Mami yang salah, bukan kamu. Mami akan usahakan, kamu bisa menikahi wanita yang kamu cintai, Nak."

Mendengar itu membuat Gata semakin geram dan tersayat-sayat. Rasa ingin balas dendam pada keluarga Maisa pun tumbuh. Karena itu, ia memanfaatkan sebuah perjodohan yang diinginkan Atmadja untuk mengenyangkan egonya.

Gata melihat wanita yang sedang duduk di sampingnya. Sedari keluar dari Bandara tidak berhenti menikmati gedung-gedung tinggi di luar jendela. Pada jari manis wanita itu tersemat perhiasan perak yang Gata sematkan usai mereka setuju dengan kesepakatan pernikahan.

"Tuan Besar meminta kita langsung menuju ke wedding vanue baru memilih gaun pengantin, Pak," ujar Loni dari bangku samping sopir.

"Nggak inget umur. Baru juga nyampe, udah langsung tancap gas. Obsesi banget sama pernikahan ini." Gata menatap Binar. "Kenapa nggak dia aja yang nikah sama kamu?"

"Mau jadi anakku?" tantang Binar. "Ntar ada scandal, anak tiriku jatuh cinta padaku."

"Nggak pernah aku ngerasain emosi yang sesempurna ini saat ngomong sama orang."

"Nggak nyangka kalau aku bisa jadi penyempurnamu, Mas." Binar mengulas senyum manis dengan mata menyipit.

"Apa kamu anggap itu pujian?"

"Jelas!" Kali ini gadis dengan pashmina mocca itu tersenyum licik.

Gata tidak mau menghabiskan tenaga dengan membalas ucapan wanita yang sudah menjadi istrinya itu. Perjalanan dihabiskan dalam diam hingga mereka tiba di sebuah salah satu gedung royal wedding.

Keluarga Gata semua ikut kecuali Bumi dan Janna yang tetap di Malang dan akan datang saat resepsi saja, mengingat mereka baru mempunyai anak. Begitu juga dengan Giardi dan Kanis. Kedua mertuanya itu memilih untuk tidak terlibat dalam resepsi. Meski ia sudah memaksa, mereka tetap tidak mau.

Gata sendiri tidak antusias sama sekali dengan resepsi itu. Atmadja yang menginginkan. Gata hanya ikut sebagai formalitas saja dan menyerahkan semua pada Wedding Organizer dan juga kedua orang tuanya.

"Kalau perihal konsep, kami serahkan pada menantu kami," ujar Atmadja pada tim wedding coordinator.

"Saya?" Binar memperjelas tidak percaya.

"Ya, Nak. Kamu mau konsepnya seperti apa, atur saja. Ini pernikahanmu, lakukan semaumu."

Gata hampir tidak percaya mendengar apa yang baru dikatakan Atmadja. Sepertinya, gelar menantu kesayangan pada Janna akan pindah ke Binar.

"Maaf, Pak. Tapi kalau sesuai kemauan saya ya benar cuma nikah di KUA," ujar Binar.

"Namanya anak gadis, pasti 'kan punya wedding dream*, Nak. Katakan saja, insyaAllah* Mas Mas dan Mbak Mbak WO ini bisa wujudkan," tutur Gista membujuk Binar.

"Apa harus sekarang, Bu?" tanya Binar dan mendapat anggukan.

"Ternyata bukan jadi anak arsitek aja yang ditekan waktu, jadi pengantin juga merasakan hal yang sama," gerutnya lirih.

Last Project [END- TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang