1 The Villain

432 35 2
                                    

" Kau harus tetap hidup Armon. Impianku ada bersamamu."

"Hiks.. Anos."

Bocah lelaki sekitaran lima belas tahun itu berlari dengan air mata yang berderai menuruni wajahnya. Ia terus berlari tak tentu arah dengan isi kepalanya yang di penuhi oleh saudara lelakinya Anos yang belum lama tadi mati di makan binatang buas di pulau ini. Pandangannya seketika mengabur tentang dunia. Kepergian Anos membuat lubang besar di hatinya dan mematahkan semangatnya yang ingin keluar hidup-hidup dari pulau ini. Ia sungguh takut sekarang. Tidak ada siapa-siapa disisinya di gelapnya hutan malam.

"Akhh..."

Tanpa di duga, bocah lelaki itu tergelincir jatuh ke bawah jurang. Ia berusaha menggapai apapun di sekitarnya dan berhasil memegang akar pohon. Namun begitu ia hendak naik tanah longsor dari atas menimpanya. Ia terpontang-panting ke bawah dan tak sengaja tangannya tertimpa batu sehingga membuatnya patah.

'Armon'

Huh? Mata bocah lelaki itu terbuka lebar. Samar-samar ia mendengar suara Anos membuatnya tersadar.

"Aku harus melakukan posisi jatuh."

Bocah lelaki itu bersiap. Satu tangannya sudah patah dan ia tidak mau sampai kedua kakinya juga patah. Hampir mendarat ia melakukan roling depan. Berkat itu ia berhasil selamat.

"Aku tidak mati" ucapnya sebelum kesadarannya mengabur.

° T H E V I L L A I N °

Pagi hari di dalam hutan belantara, Sebuah alat mesin terbang berukuran kecil bertebrangan kesana kemari di atas langit. Alat itu seolah sedang mengawasi dan mencari keberadaan setiap anak yang masih hidup.

Sementara itu di lain sisi, armon tersadar dari pingsannya di karenakan teriknya sinar matahari pagi. Bocah itu meringis berusaha bangkit. Kemudian matanya menelisik mengamati sekitar. Kosong tak ada siapa-siapa. Padahal armon berharap bahwa kejadian tadi malam cuma mimpi. Anos masih hidup dan ada bersamanya seperti biasanya.
Satu jam lebih bocah lelaki itu hanya terduduk berdiam diri hanya untuk menangisi kematian Anos. Lalu setelah mengingat kembali kata-kata sebelum kematian saudaranya itu membuat armon akhirnya bangkit dari tempatnya.

" Aku harus keluar dari tempat ini." Lirihnya mengambil batang kayu lalu dengan perlahan berjalan susah payah menggunakannya sebagai tongkat.

"Apa ada orang?"

" Siapapun bisakah kalian mendengarku?"

Di setiap langkah kecilnya, armon terus saja berteriak memanggil anak-anak lain yang sengaja di kirimkan bersamanya ke pulau ini. Armon berharap bisa bertemu seorang saja di antara mereka. Bukan untuk meminta tolong namun armon hanya menginginkan seseorang mau bersamanya. Walaupun memang ia dalam keadaan tak berdaya begini namun ia akan berusaha untuk tidak merepotkan siapapun. Armon hanya membutuhkan manusia lain bersamanya. sendirian di pulau ini membuatnya mau gila.

"Apakah ada orang?. Kumohon siapapun-- huh!"

Armon tak melanjutkan kata-katanya. Bocah itu dengan cepat bersembunyi di balik batu melihat buaya besar itu yang sedang lahap makan. Ia menangis membekap mulutnya mengetahui anak-anak lain menjadi santapan makanan makhluk penghuni pulau ini. Entah bagaimana nasip mereka yang lainnya. Namun armon berharap yang lainnya bisa selamat.

Selagi sibuk makan, Untungnya armon berhasil menyelinap pergi tanpa ketahuan. Ia berhasil keluar dari hutan belantara. Terus berjalan dengan tungkainya yang terlihat rintih. Tidak terasa matahari mulai menyingsing ke peraduan. Hari mulai sore dan begitu sampai di tepi pantai armon tiba-tiba saja tersungkur jatuh di atas pasir. Bias-bias ombak kecil menyapu tubuhnya dengan pelan. Sementara mata armon nampak berkabut kosong. Ia tidak menemukan siapa-siapa. Jangan bilang semuanya telah mati?

The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang