2. Kemalangan

13 3 0
                                    

Aku sering kali memimpikannya seorang prajurit dengan pedang besar ditangannya berdiri sendiri di tumpukan ribuan monster menatap kearah bulan yang sangat indah dengan perasaan rindu serta kesedihan yang sangat besar. Prajurit itu berjalan tanpa arah membunuh monster yang ia temui, berjalan sendirian tanpa ada yang menemani tetapi suatu saat ada seorang gadis yang mendekatinya. Sejak pertemuannya perlahan prajurit itu mulai menikmati hidupnya dan sangat bahagia meskipun semua itu tak bertahan lama.

Cuit.. cuit...
Suara burung yang singgah di jendela membuatku terbangun dari mimpi itu. Sampai sekarang aku tak mengerti arti dari mimpi itu, tetapi entah kenapa hatiku terasa sakit setiap kali terbangun.

"Ibu aku pergi bermain ya.." ucapku.

"Iya hati-hati" balas ibu.

"(Kira-kira apa yang harus kulakukan hari ini ya)" ucapku dalam hati sembari memandangi pasar.

"Ah... Hari ini kan aku janji bermain dengannya, kenapa aku bisa lupa sih" ucapku.

Aku segera bergegas ke tempat persembunyianku tak jauh dari ladang bunga yang aku kunjungi kemarin, disitu ada sebuah hutan dan tak jauh dalam hutan tersebut ada pohon yang sangat besar dimana di bawahnya terdapat rongga yang bisa dijadikan sebagai tempat berlindung. Setiap hari selasa aku selalu berkunjung kesini, karena....

"Tuhkan kamu selalu datang lebih dulu, liana" ucapku.

Gadis itu terkejut dan menoleh ke arahku, aku tidak tahu darimana asalnya tapi aku selalu bermain bersamanya disini. Waktu pertama kali bertemu adalah saat dimana aku mencoba untuk masuk kedalam hutan untuk mengejar kelinci yang sangat cantik dan kelinci itu berjalan mengarah ke arah gadis kecil yang tertidur di rongga pohon tersebut. Meskipun pada awalnya dia ketakutan, tetapi seperti yang dilihat sekarang dia dan aku sudah menjadi seorang teman.

"Lagi-lagi kamu baca buku lagi, mending sini yuk main sama aku" ucapku sembari menggandengnya keluar.

"Jadi apa yang kita mainkan ya?" Tanyaku.

Liana hanya memiringkan kepalanya.

"Meskipun kita sudah menjadi teman kamu jarang berbicara ya, kamu hanya menyebutkan namamu saja. Ya Sudahlah gimana kalo kita main petak umpet?" Tanyaku.

Liana menganggukan kepalanya tanda setuju.

"Kalau begitu aku yang jaga, 1.... 2.... 3.... , 10.... Siap atau tidak aku akan cari" ucapku.

Aku mencari di beberapa tempat yang menurutku tempat sembunyi yang bagus tapi aku tidak menemukannya sama sekali.

"Hah...hah....." Aku benar-benar kelelahan, aku sudah mencari nya dimanapun dan tidak menemukannya.

"Liana aku menyerah" ucapku.

Aku menunggunya tapi tidak ada balasan apapun, jadi aku berusaha memanggilnya di segala tempat tapi tidak ada tanggapan. Aku mencoba untuk mencari di rongga pohon tetapi disana juga tidak ada.

"Kenapa tidak ada jawaban" ucapku kesal.

Lalu saat aku memandangi sekitar aku menemukan sepatu milik liana dan tak jauh dari sana ada cercah darah yang mengarah kedalam hutan. Aku yang melihat itu segera berlari mencari liana kedalam hutan, aku berlari sekencang yang aku bisa dan memanggil manggilnya tetapi tidak ada tanggapan. Matahari mulai terbenam, aku yang sudah tidak bisa menemukannya terpaksa berlari kerumah.

Brakk.....
Aku mendobrak pintu rumah.

"Bintang apa yang kamu lakukan, bagaimana kalau pintunya rusak." Ucap ibu marah.

"Ibu... Liana... Liana...." Aku yang kebingungan tidak bisa menyelesaikan perkataanku.

Ibu yang melihatku kebingungan dan panik menghampiriku, "Tenangkan dirimu nak, apa yang terjadi. Ada apa dengan liana?" Ucap ibu sembari menggenggam tanganku

Setelah ibu memegangi tanganku, aku akhirnya tenang.

"Liana gadis yang selalu ku ajak bermain bersama di ladang bunga, saat itu aku dan dia sedang bermain petak umpet. Tapi saat aku mencarinya aku tidak menemukannya sama sekali, lalu saat aku masuk kedalam hutan aku menemukan sepatunya dan secercah darah yang mengarah kedalam hutan." Ucapku.

"Apa, tunggu disini sebentar." Ucap ibu sembari berjalan ke kamar.

Ibu mengambil pedangnya dan berjalan keluar.

"Kamu tunggu di rumah ya, ibu akan segera kembali" ucap ibu.

Aku sudah tahu kalau ibuku dulunya adalah seorang mercenary yang kuat, tetapi tetap saja aku merasa khawatir dengan liana. Apalagi alasan dia menghilang itu karena aku mengajaknya bermain.

"Ibu aku akan ikut, ini semua salahku. Kalau saja aku.."

Sebelum aku menyelesaikan perkataanku ibu mengelus kepalaku.

"Itu bukan salahmu, baiklah kamu boleh ikut. Tetapi saat ada monster kamu harus segera bersembunyi atau berada di belakang ibu ya." Ucap ibu.

"Ya!" Jawabku.

Aku dan ibu berjalan kedalam hutan mengikuti jejak darah tersebut, setelah berjalan cukup lama kami menemukan sebuah gua yang sangat besar. Menurut ibu itu adalah markas monster, ibu menyuruhku untuk tetap berdiam di pohon yang cukup jauh. Aku memandangi ibuku yang lihai memakai pedang mengalahkan beberapa monster, entah kenapa saat itu aku merasa familiar dengan gerakan pedang tersebut.

Aku menunggu cukup lama sejak ibu masuk kedalam gua tersebut, pikiranku menjadi kacau.

Beruntungnya disaat pikiranku semakin kacau, aku melihat ibu yang menggendong liana keluar dari gua tersebut. Aku segera berlari memeluk ibu, karena ketakutan yang kurasakan saat ibu yang tak kunjung keluar.

Setelah itu ibu membawa liana kerumah dan merawatnya di kamar ibu, meskipun ibu bilang kalau liana hanya mengalami luka ringan. Tetapi aku masih tetap khawatir, jadi aku terus berjaga di samping liana yang sedang tertidur.

Son Of The Goddess Of The Dead Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang