Bravo menunggu di depan pintu apartemen, berlutut pada lantai marmer yang dingin dan keras. Meskipun baru setengah jam, lututnya mulai merasakan ngilu yang mendalam. Mungkin itu akibat lantai yang tidak kenyal, atau mungkin juga efek usianya yang makin bertambah. Namun apa pun alasannya, sensasi yang datang dari lututnya membuat seluruh pengalamannya lebih nyata.
Suara detik di jam dinding terdengar nyaring, menghantam telinganya seperti palu. Tik. Tik. Tik. Sebuah suara yang tak pernah berhenti, yang selalu mengingatkannya bahwa waktunya dengan Sakti adalah terbatas, berharga, sesuatu yang harus dinikmati sepenuhnya. Entah berapa lama lagi ia harus berada dalam posisi ini; Sakti selalu suka membuatnya menebak, menjaga agar setiap pengalaman mereka segar dan tak terduga. Kadang tepat waktu, kadang terlambat.
Matahari di Jakarta tampaknya tak kenal ampun, mengubah setiap sudut ruangan menjadi semacam sauna tropis. Dinding-dinding dicat dengan warna yang menenangkan, ditemani oleh furnitur minimalis, tanaman hias pemberian Omar, menambah sentuhan kehidupan di tengah kepanasan yang menguap dari luar. Lantai berkilau menerima cahaya matahari yang masuk melalui jendela besar yang menghadap ke selatan.
Kalung yang melingkar di lehernya merasakan seperti sebuah ikatan, menekan ke kulitnya dalam gigitan kecil yang kuat tetapi erotis, mempersempit ruang tenggorokannya dengan manis pahit yang tak tertahankan. Sensasi itu mengingatkannya akan apa yang telah mereka janjikan satu sama lain, sebuah peran dan sebuah hubungan yang lebih dalam dari sekadar tali fisik: dia adalah submisif, dan Sakti adalah Tuannya.
Keringat mulai merembes dari pori-pori kulitnya, menciptakan jalur-jalur kecil yang berjalan sepanjang leher yang kuat, melintasi pahanya yang berotot, dada, dan perut yang telah diukir melalui jam-jam latihan. Topeng kulit yang menutupi seluruh wajahnya, dari dahi hingga hidung, membuat ruang di baliknya menjadi panas dan lembap. Dia merasa seolah-olah ada seribu tetes keringat yang masing-masing mengisi pori-porinya, berpadu dalam sebuah simfoni fisik yang hampir tak tertahankan. Hanya lantai marmer di bawahnya yang memberikan sedikit hiburan, dingin dan keras, menembus melalui kulit telanjangnya, memberikan kontras dengan panas yang menguap dari tubuhnya.
Kling! Suara pintu lift yang membuka adalah hampir tak terdengar, tetapi cukup untuk menarik perhatiannya. Bravo mendengar itu dan berdebar, apakah itu Tuannya yang telah tiba?
Begitu mendengar suara itu, tubuh Bravo bereaksi seketika. Kontolnya yang terkurung oleh cockcage mulai mengeras, merasakan kenikmatan yang terhambat, Ia bisa merasakan kandungan logam yang dingin, setiap denyutan darah yang dipompa oleh jantungnya ke sana terasa seperti jarum yang menusuk.
Ketika suara langkah yang mendekat terdengar, jantungnya berdebar dengan kencang, membuat duburnya yang tersumpal oleh buttplug berbentuk ekor anjing berkedut-kedut.
Terdengar suara kunci bergemerincing, suatu nada yang tajam dan mengundang, memotong diam ruangan.
Saat pintu terbuka, Sakti melangkah masuk dengan aura magnetis yang memenuhi ruangan. Matanya, kaya dengan gairah yang tak bisa ditahan dan sedikit semburat jahil, merasuk ke dalam hati Bravo, seolah memanaskan api yang sudah menyala di dalamnya. Sakti bukanlah sekadar ramaja kurus; dia adalah pusat gravitasi dalam ruangan itu, mendominasi dengan pesona dan kehadirannya yang begitu kuat hingga sulit diabaikan.
Langkah pertamanya ke dalam ruangan membawanya langsung ke Bravo, yang telah menanti dalam posisi penyerahan, berlutut layaknya anjing penjaga-sebuah pemberian tulus dari tubuh dan jiwa.
Tubuh Bravo tegang dalam antusiasme dan ketaatan, memamerkan setiap lekukan otot, setiap paha berotot, dan dada yang kokoh seolah-olah diukir dari granit, semua ditampilkan dalam cahaya yang membelai dan mempertegas keindahan tubuhnya.
Mata Sakti memantulkan percikan cahaya, dia menikmati setiap detik, setiap inci dari kekuatan Bravo yang ditampilkan dalam penyerahan yang begitu memikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD BOY
RomanceHomophobic dilarang baca. Warning: BDSM: Hargai dan hormati batasan serta keinginanmu sendiri. Jika ada elemen dalam BDSM yang terasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan nilai-nilaimu, jangan ragu untuk menghindarinya. Dalam spin-off yang membara...