Ketika Bravo merasa hampir mencapai batasnya, ia memundurkan kepalanya perlahan, membuka sedikit ruang di antara kerongkongannya dan ukuran besar yang telah menutupi jalur pernapasannya. Dalam jeda sekejap itu, ia menghirup nafas segar yang bisa ia raih-sejumput udara yang seolah menjadi eliksir dalam tekanan ekstrem ini. Dengan sedikit bekal oksigen itu, ia merasa terisi ulang, siap melanjutkan perjalanan ekstatis ini.
Sementara itu, Sakti berada dalam keadaan euforia. Tubuhnya bergetar seperti gitar yang dimainkan dengan apik, not-not kenikmatan meresap hingga ke ujung jari kakinya. Namun, ia berusaha menahan ejakulasi yang sudah begitu dekat, ingin memperpanjang momen mimpi ini sebelum langit biru dalam lamunannya diguyur hujan.
Tapi ada satu hal yang Sakti sadari: ia bukanlah tandingan bagi keahlian Bravo dalam memahami bahasa tubuh dan keinginan. Bravo adalah konduktor di orkestra ini, yang memahami setiap alat musik, setiap irama, dan setiap dinamika. Di tengah kenikmatan yang semakin mendekati puncaknya, Sakti merasakan datangnya orgasme yang kuat, hampir meledakkan setiap serabut sarafnya.
Tiba-tiba, sebuah kata terlepas dari bibirnya-suatu seruan yang lebih dari sekedar kata-kata, namun sebuah ungkapan kompleks dari frustrasi dan kenikmatan: "Bangsat!"
CTARRRR!!!!! CTARRRR!!!!! CTARRRR!!!!! Setiap cambukan menaburkan getaran yang memotong kulit dan menembus jiwa Bravo, meninggalkan tanda yang lebih dari sekedar bekas fisik, namun jejak emosi yang tergores dalam relung terdalamnya.
Sakti, dengan tangan yang menggenggam riding crop, mengekspresikan dirinya dalam gerakan yang penuh kekuatan, berlimpah dengan kekasaran dan birahi yang mentah. Setiap hentakan cambuknya adalah kanvas bagi luapan emosi yang kompleks-rasa sakit, kenikmatan, kontrol-semuanya berpadu menjadi satu sinfoni berirama dalam suasana yang terasa tebal oleh desakan nafas dan desahan.
Dalam sebuah usaha memburu udara, Bravo coba memundurkan kepalanya-tapi mendadak merasakan cengkeraman kalungnya semakin erat oleh tangan Sakti. "Stay boy!" perintahnya, suara yang lebih dari sekadar kata, namun sebuah pernyataan dari kekuatan dinamis antara mereka. Bravo memahami bahwa pilihannya ada satu: menuruti, dan dengan itu, menyerahkan segala kontrol pada Sakti.
Getaran yang memenuhi ruangan kini beralih-berasal dari suara jeritan Bravo yang merdu, yang memotong udara dan membentuk gema di sekelilingnya, memicu gelombang sensasi yang menjalar hingga ke bagian paling sensitifnya. Terjebak dalam dilema antara ketidakberdayaan dan kepasrahan, Bravo merasakan sebuah kejernihan dalam menyerahkan kendali sepenuhnya pada Sakti.
Kemudian tiba saatnya, suatu ledakan emosional yang tak bisa ditahan lagi oleh Sakti-ia merasakan setiap inci dari otot-ototnya bergetar dalam gairah yang murni. CTARRRR!!!!! CTARRRR!!!!! CTARRRR!!!!! Suara cambukan menyebar di udara seperti petir di langit malam, menggambar pola-pola kepuasan yang tergores di pikiran dan tubuhnya. Seperti perjalanan yang telah lama ia dambakan, ia mencapai puncak ekstase dengan hebat dan mempengaruhi.
Seiring redupnya suara cambukan, semakin menghilanglah gerak dari tangan Sakti, namun ia tetap tenggelam dalam samudra kepuasan yang tak terukur. Dalam tiada kata, Sakti mengakui bahwa setiap sentuhan cambukannya pada Bravo bukan hanya pemberian rasa sakit, tetapi sebuah penawar baginya-menggetarkan lapisan tergelap dari kenikmatan yang hanya bisa dimengerti dan dinikmati oleh mereka berdua.
Di sisi lain, Bravo merasakan setiap getaran dari kontol Sakti yang berguncang dalam tenggorokannya. Tidak ada ruang untuk keberatan atau menolak; ini adalah momen keterikatan mutlak. Setiap denyut dari orgasme Sakti adalah seperti suatu kodrat yang mengirimkan getaran ke seluruh tubuh Bravo, menjangkau hingga ke pusat-pusat kepekaannya. Dalam dinamika ini, Bravo bukan hanya subjek yang menerima, tetapi juga agen yang memberi. Baginya, kenikmatan yang diberikannya pada Sakti adalah keberhasilan tertinggi, kepuasan mutlak sebagai submisif. Setiap denyutan yang dirasakannya adalah seolah medalion dari kesetiaan dan keterikatannya, membuat hadiah itu menjadi semakin nyata dan berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD BOY
Roman d'amourHomophobic dilarang baca. Warning: BDSM: Hargai dan hormati batasan serta keinginanmu sendiri. Jika ada elemen dalam BDSM yang terasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan nilai-nilaimu, jangan ragu untuk menghindarinya. Dalam spin-off yang membara...