Bagian 4

31.1K 2.1K 8
                                    

Aku masih mematung saat om Devan mengajakku untuk menonton mini konser yang diadakan oleh bandnya. Pagi tadi dia sudah mengijinkanku pada mama dan papa untuk pulang terlambat dengan alasan nonton konser tanpa memberitau siapa yang konser.

Acaranya memang pas banget setelah jam pulang sekolah. Alhasil aku masih mengenakan seragam sekolah pergi ke sana.

Om Devan dengan keempat temannya sudah ada di panggung yang tidak terlalu luas. Aku berdiri sendiri di bagian depan untuk bisa menyaksikan mereka dengan kediamanku sendiri. Tidak lucu juga kalau aku bicara sendiri.

Acara berlangsung cukup meriah. Hampir dua jam sudah mereka mengisi acara dengan bernyanyi dan chit-chat. Ini adalah lagu terakhir mereka untuk mini konser kali ini. Aku cukup familiar dengan lagu ini.

Cinta dirimu lengkapiku
Kamu tahu yang ku mau
Telah ku coba cari yang lain
Cuma kamu yang ku mau

Inilah cintaku
Inilah sayangku, hanya untukmu
Terimalah diriku apa adanya
kan ku jaga selalu dirimu, dirimu

Ku coba cari penggantimu
Tetap kamu yang ku mau ooo

Inilah cintaku
Inilah sayangku, hanya untukmu
Terimalah diriku apa adanya
kan ku jaga selalu dirimu, dirimu

Apa adanya, mencoba jujur padamu
Kaulah yang terbaik untukku
Inilah sayangku

Inilah cintaku
Inilah sayangku, hanya untukmu
Terimalah diriku apa adanya
kan ku jaga selalu dirimu, dirimu

Tepuk tangan riuh mengakhiri penampilan mereka. Pandanganku hanya tertuju pada om Devan yang ada di posisi paling belakang. Aku bersyukur untuk hal itu. Jadi tidak banyak yang akan menggilainya. Tapi nyatanya memang fans untuk om Devan yang paling banyak.

Ya, wajar sih, dia yang paling tampan di antara kelimanya.

Dan lihatlah wanita di sebelahku histeris hanya karena om Devan tersenyum.

Aku sedikit penasaran. Mereka kan belum jadi artis, kenapa fans-nya bisa sebanyak ini? Atau memang sudah jadi artis tanpa sepengetahuanku? Entahlah. Dan kalau sampai hal ini tersebar di sekolah, maka aku harus rela sainganku bertambah.

"Gimana penampilan kami tadi?" tanya cowok yang ada di balik piano yang akhirnya kuketahui namanya adalah Reno.

"Keren banget," pujiku dengan mengangkat kedua jempol.

"Seriusan?"

Astaga, dia malah tidak percaya. Kalau begitu, kenapa malah harus nanya sih?

Aku mengangguk mantap. "Hm-mm. Lo nggak liat itu tadi cewek-cewek pada jingkrak-jingkrak nggak jelas," selorohku.

"Mereka emang selalu gitu. Lagi nyanyi lagu mello juga mereka malah jingkrak-jingkrak. Rada aneh memang. Syukur lo nggak ikutan kayak mereka," lanjutnya.

Dan kenapa aku harus jingkrak-jingkrak juga? Aku kan masih normal.

"Lain kali lo boleh ikutan lagi kalau mau. Eh, lo bisa nyanyi nggak? Kalau mau, kita gabungin. Ditambah suara cewek pasti keren juga," ide si cowok bass alias Dika.

"Boleh juga tuh," kata si gitar satu, a.k.a Bastian.

"Gimana, Van? Lo ngijinin nggak keponakan lo ini ikutan gabung sama kita?" tanya Reno.

Eh? Aku aja belum jawab kalau aku bisa nyanyi apa nggak, udah main nanya ijin aja sama si om.

"Tapi aku nggak bisa nyanyi," balasku cepat. Sebenarnya sih sedikit bisa, hanya saja aku tidak ingin mendengar penolakan dari om-ku yang tampan itu.

My Young Uncle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang