UEAP 4 - Kesabaran Sekecil Virus Diameter 20nm

7 1 0
                                    

"Eh~ itu dia." Terdengar Rumi berseru saat melihat anaknya datang.

Zafa menatap Ibunya bingung dengan posisi berdiri di ambang pintu, lalu beralih menatap ke yang lain. Hoalah! Rupanya ada mak julid alias istri dari adik laki-laki sang Ibu yang bernama Rizak Kalyufik, namanya Sumarti Tyiasna. Usianya sudah empat puluh dua tahun, punya anak dua biji, anak pertama perempuan namanya Jihan Amarni. Sudah menikah tiga tahun yang lalu dan punya anak perempuan satu, masih balita usia dua tahun. Anak kedua laki-laki, masih bujang kelas dua belas SMA. Namanya Ardiansyah Alamizi.

"Bude Sum dateng Om, jangan lupa chek out stok sabar premium di tokopidia ya." Bisik Ale yang berada di gendongan Zafa.

"Kok di situ aja sih? sini duduk. Tante kangen sama keponakan bujang lapuk," Seru Sum menyindir dengan suara ber-volume kencang khasnya.

Akhirnya, karena tak mau jadi keponakan durhaka. Zafa menyeret kakinya dengan malas mendekat ke arah sofa ruang tamu, sebelum menyalami satu persatu orang yang ada di sana. Terlebih dahulu untuk Zafa menyerahkan Ale yang menatapnya prihatin ke pada Rumit.

"Tante, Om." Sapa Zafa ramah seraya menyalim tangan mereka dengan hormat, setelah itu. Zafa duduk di sebelah Ardi, sepupu yang Sfrekuensi dengannya.

"Gimana kabarmu Bulapuk?" Tanya Sum basa-basi.

"Alhamdulillah, baik." Jawab Zafa masih mode ramah.

"Syukur deh, oh iya. Omong-omong, kapan nikah?"

'Rasanya kepengen nenggelemin kepalanya biar mampos,' Batin Zafa menatap Sum horror, wanita itu. pertanyaannya gak pernah di ganti perasaan.

"Sabar Bang, nanti kalo Abang udah emosi. Aku bantuin nge-ulti deh," Bisik Ardi, walaupun dia anak dari seorang Sum. Tapi sifatnya berbeda, ya walaupun ada beberapa yang sama.

Zafa yang mendengar bisikan dari sepupunya, hanya mengangguk saja.

"Kapan-kapan Tan," Jawab Zafa sekenanya.

"Loh, kok kapan-kapan sih? Usahain dong, nanti kalo di lambat-lambatin keburu tua kamu Za. kalo udah tua makin susah cari istri, emangnya kamu pengen hidup sendiri terus? Enggak 'kan?" Cerocos Sum sok menasehati.

Tab!

Zafa bangkit dengan di ikuti Ardi yang menggenggam sebuah botol mineral, kesabarannya yang sekecil virus dengan diameter 20nm tak dapat menahan hasrat ingin meng-ulti mak julid yang satu ini.

Dengan perlahan kedua tangannya ia satukan dengan bentuk batu dan ia letakkan di depan perut, dengan dramatis-nya Zafa bergaya bak penyanyi qasidah jaman dulu.

Tog!

Tog!

Di sampingnya, Ardi melakukan intro dengan menepuk botol yang dirinya genggam.

"Huh~" Di buangnya nafas secara perlahan seraya mulai menyuarakan isi hatinya.

"Jodoh bukan di tangan kita~"

"Teroret!"

"Tapi jodoh di tangan Tuhan~"

"Teroret!"

"Jodoh jangan di paksakan~"

"Teroret!"

"Belum tentu akan bahagia~"

"Teroret ret!"

Tog!

Tog!

Prok! Prok! Prok!

"Yey, biduan Ael the best!" Seru Ale bertepuk tangan dengan antusias.

"Terimakasih pujiannya bocyil," Balas Zafa agak membungkukkan badannya setelah itu kembali duduk di tempatnya, ia melirik Sum jahil.

"Balik aja yuk Pa, pada baperan." Celetuk Sum sinis seraya bangkit dari duduknya dan menarik lengan Rizak yang tampak tertekan dengan kuat.

"Mbak Rumi, Kang Eko. Aku pulang dulu ya, maaf gak bisa lama-lama disini." Pamit Rizak merasa tak enak hati tapi dirinya harus menuruti kemauan sang istri kalau tidak mau di geplak menggunakan wajan berkarat.

"Aku mau di sini dulu Pa," Ujar Ardi saat di lirik oleh Rizak yang mengangguk kemudian.

Ustadzah Epa, Aku Padamu! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang