Di malam hari pukul 23:35 WIB, Zafa kini sedang berguling-guling di kasurnya sembari tersenyum-senyum sendiri. Ia sudah seperti orang gila sekarang, memikirkan sosok wanita tadi sore yang terus menempel di pikirannya tak mau lepas. Di mulai dari suaranya sampai pada fisiknya yang menurutnya sempurna itu.
"Kalau dia nanti jadi istriku, bagaimana ya?" Gumamnya bertanya entah pada siapa.
Dog!
Dog!
Brag!
"Om Ael!" Teriak Alefa berhasil membuat Zafa terkejut sampai refleks mengusap jantungnya yang terbalutkan daging dan kulit.
Ale, langsung meloncat ke atas kasur milik sang Om. Menyerahkan satu buah buku tulis dengan cover kuda poni warna pink, Zafa yang bingung mengangkat alisnya seolah-olah bertanya. Kemudian Ale membuka buku tersebut beberapa lembar, disana. Terdapat tulisan ceker ayam khas tulisan tangan anak kelas satu SD.
"Ale lupa Om~" Ucap Ale hampir menangis, melihat itu. Sontak saja Zafa langsung memeluk tubuh mungil keponakannya, kemudian mengambil buku tulis milik Ale. Mencoba untuk membaca tulisan tangan Ale, tapi nyatanya sulit untuk ia baca. Akhirnya, Zafa meletakkan buku tersebut. Beralih menatap Ale.
"Ada apa hm?" Tanya Zafa dengan tangannya yang tak berhenti membelai rambut sang keponakan dengan begitu lembut.
"Huaaa! Ale lupa kalau pak guru kasih tugas buat besok bawa kertas warna-warni." Jawab Ale mulai menangis sampai ingusnya keluar dan tanpa malu mengusapnya dengan menggunakan kaos putih yang di kenakan Zafa.
Zroot!
Sementara Zafa hanya bisa diam atau lebih tepatnya pasrah sembari terus menenangkan Ale, sementara otaknya mulai ia gunakan untuk berpikir. Kertas warna warni? itu kertas apa ya? atau mungkin namanya.
"Ale sayang, Ale punya kertasnya?" Tanya Zafa lembut, Ale langsung menggeleng kencang.
"Kalau Ale punya Ale gak bakal kesini sambil nangis!" Jelas Ale bernada kesal, iya juga sih. Pikir Zafa.
"Yaudah, ayo kita kerjain tugas dari pak guru!" Ujar Zafa semangat seraya menggendong tubuh Ale untuk menuju ke kamarnya, yang penting kertasnya warna-warni 'kan.
Mendudukkan Ale di kursi meja belajar, Zafa langsung mengambil beberapa kertas dan tak lupa juga dengan pensil warna. Setelah itu ikut duduk di samping Ale.
"Kita warnain yoook," Seru Zafa mengambil satu kertas dan juga pewarna yang di ikuti oleh Ale walaupun sebenarnya Ale sendiri merasa ragu.
"Emang ini yang di maksud Pak Guru ya Om?" Tanya Ale sembari mewarnai kertas dengan warna kuning.
"Katanya 'kan kertas warna-warni, jadi udah pasti ini bener. Udah, mending Ale fokus aja ngewarnain." Jawab Zafa tanpa menoleh, tetap fokus mencoret-coret kertas dengan warna merah.
Ale mendengarnya mengangguk saja, mereka tampak saling diam. Sampai akhirnya, Zafa teringat akan satu hal.
"Ehm, Ale." Panggil Zafa.
"Iyaaa Om?"
"Tadi sore, yang ngajar siapa?" Tanya Zafa.
"Oh~ itu Ustadzah Epa, Ustadzah Epa yang cantik jelita dan baik hati. Ale pengen deh, nanti kalau udah gede jadi kayak Ustadzah Epa." Jelas Ale antusias, dapat di lihat saat senyumnya merekah dengan matanya yang berbinar.
"Nama aslinya emang Ustadzah Epa ya Le?" Tanya Zafa lagi, terus mengorek informasi.
Ale menggeleng. "Kalo gak salah, nama aslinya Evana Insyira Afina Mawaddah. Panjang banget 'kan? kayak rel kereta listrik." Kembali, Ale menjawab.
"Nama ayah ibunya? Ale tau gak."
Saat pertanyaan ketiga ini, Ale langsung menoleh. Menatap Zafa curiga. "Om Ael suka ya sama Ustadzah Epa, hayoo ngaku~"
Zafa gelagapan, langsung menggeleng cepat. "Enggak yah,"
"Terus, itu kenapa tanya nama orang tua Ustadzah Epa?"
"Cuman mau nyebut namanya nanti pas sholat tahajud," Jawab Zafa santai.
Tampak, Ale mengernyit masih tak paham. "Udah, cepet lanjutin. Biar besok gak kesiangan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadzah Epa, Aku Padamu!
RomansaUstadzah Epa, Aku Padamu! Semuanya bermula saat Zafael Widodi Prastiza menjemput keponakannya seusai sekolah sore di madrasah, Zafa tanpa sengaja melihat sosok wanita berjilbab lebar dengan gamis semata kaki. Terlihat seperti wanita idaman di mata...