Tak terasa, matahari telah tenggelam
karena shift siangnya telah selesai dan kini di gantikan oleh bulan yang bersinar sendirian di atas sana tanpa di temani oleh para bintang.Zafa, pria itu kini tengah duduk santai memandangi kolam ikan dengan di temani secangkir kopi hitam manis dan juga Ardi yang tak manis.
"Abang kenapa? Kok kayak lagi galau." Tanya Ardi penasaran usai ia ikut mengheningkan cipta selama dua puluh tiga detik bersama Zafa.
Zafa menoleh dan menatap wajah Ardi dengan ekpresi sedih yang di lebih-lebihkan. "Abang lagi insekyur, hiks." Ucapnya sembari menghapus setetes air asin yang jatuh dari matanya.
"Tumben Abang insekyur? Biasanya percaya diri aja tuh, coba sini cerita Bang. Siapa yang ngebuat Abang insekyur?" Ujar Ardi heran tapi juga kasihan, makanya ia semakin menipiskan jarak dan mengusap punggung Zafa pelan seraya menyerahkan satu bok tisu.
"Jadi gini Ar, Abang ada suka sama perempuan." Jelas Zafa mulai bercerita.
"Ya bagus dong! Itu tandanya Abang masih normal," Ucap Ardi yang langsung mendapatkan tatapan horror dari Zafa, oh jadi selama ini sepupu minus akhlaknya ini menganggap dirinya tidak normal? Benar-benar minta di hajar.
Sementara Ardi ia mengalihkan wajahnya, enggan melihat tatapan pria gila di sampingnya yang sialnya ada hubungan keluarga dengannya. "Terus?~" Tanya-nya mengharapkan sambungan dari curhatan tadi.
Zafa menghembuskan napasnya pelan.
"Tapi ternyata dia anak kyai," Lanjut Zafa murung seraya mencomot cookies dan memasukan-nya ke dalam mulut secara utuh agar tak terdengar suara sedunya.
Kening Ardi yang semulanya mulus kini muncul lipatan-lipatan sebagai tanda jika dirinya bingung. "Emangnya kenapa Bang kalo dia anak Kyai?"
Kres!
kres!
Dengan perlahan Zafa mengunyah cookies dan menelannya. "Gak papa sih sebenernya, tapi coba deh kamu bayangin. Seorang Ning menikah dengan pemuda biasa, pasti orang-orang bakal berpikir aneh. Harusnya 'kan yang sederajat atau laki-lakinya lebih unggul daripada perempuannya, dan keluarganya 'pun belum tentu bakal nerima Abang jadi pendamping hidupnya." Jelas Zafa sembari menikmati ngenes yang ia rasakan.
"Enggak juga, menurut aku nih ya Bang. Seseorang yang paham agama gak harus menikah dengan yang paham agama juga, yang fisiknya baik gak harus menikah dengan yang fisiknya baik, yang kaya gak harus menikah dengan yang kaya juga, intinya menikah itu gak harus sama yang selevel. Bebas-bebas saja asalkan bisa membawanya ke dalam kebaikan dan menjauhkannya dari keburukan, dan ia menikah karena Allah subḥānahu wataʿālā bukan karena nafsu." Nasehat Ardi bijak, Zafa mendengarkan dengan cermat. Ah tumben sepupunya ini berpikir dewasa, biasanya berpikir bayi.
"Jadi~ Abang jangan putus asa ya, kalau Abang betul-betul cinta sama Ukhti yang di maksud. Terus usaha, cara paling utama serta penting. Dekati dan bujuk Allah terlebih dahulu yang sudah menciptakan-nya," Lanjutnya lagi seraya menepuk pundak Zafa guna memberikannya semangat.
"Okelah, Abang bakal kejar cintanya Ustadzah Epa mulai sekarang!" Seru Zafa semangat sembari mengepalkan tangannya lalu mengangkatnya tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadzah Epa, Aku Padamu!
RomansaUstadzah Epa, Aku Padamu! Semuanya bermula saat Zafael Widodi Prastiza menjemput keponakannya seusai sekolah sore di madrasah, Zafa tanpa sengaja melihat sosok wanita berjilbab lebar dengan gamis semata kaki. Terlihat seperti wanita idaman di mata...