Ini masih sama. Dunia yang sama, dengan orang-orang yang sama pula. Hanya saja, ini tidak seperti novel aslinya. Tidak ada reinkarnasi. Tidak ada regresi. Dan tidak ada pula transmigrasi.
Kali ini, si bajingan kecil Cale Henituse yang merupakan penj...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
RASANYA seperti mimpi. Gemetar tak terkendali pada tubuh yang terbungkus selimut tebal dan hangat itu membuat sosok yang meringkuk di tempat tidur menggeliat. Bibir pucatnya yang tak berwarna dan pecah-pecah mengerang, bulu matanya yang panjang dan keriting bergetar; seperti kepakan sayap kupu-kupu, itu lembut, menarik dan cantik.
Setelah mengerjap beberapa kali, bola mata yang semula tersembunyi dibalik kelopak menampakan diri. Matanya menyipit, mencoba menyesuaikan pencahayaan yang menyorot langsung ke retina sebelum tatapannya jatuh pada sesosok pria yang berdiri bersandar di jendela dengan jubah tidur yang memperlihatkan setengah dari bagian tubuh atasnya.
Ia tidak mengenali siapa pria itu namun, tubuhnya bekerja lebih cepat dari pikirannya saat ia dengan panik bangun dari posisi tidurnya sehingga membuat selimut yang semula menutupi tubuh telanjangnya jatuh.
Ia membeku, menatap bolak-balik antara tubuhnya dan pria itu yang kini menatapnya saat merasakan adanya sebuah gerakan di tempat tidur.
“Kau sudah bangun, Omega?”
Tanpa sadar, Omega kecil itu cegukan saat mendengar suara dalam dan magnetis pria yang dipastikan adalah seorang Alpha. Meski nadanya acuh tak acuh namun, itu sudah cukup untuk membuat Omega kecil yang mengalami serangan panik jatuh dari tempat tidur.
Suara gedebuk dari jatuhnya tubuh kurus Omega menarik perhatian Alpha.
Pria yang awalnya hanya memperhatikan dalam diam akhirnya tergerak untuk mendekat. Ia berjalan dengan langkah ringan lalu berhenti untuk mengangkat sang omega yang bergetar ketakutan sebelum menaruhnya kembali ke tempat tidur.
Pria itu duduk kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening Omega yang secara alami langsung beringsut mundur. Tangan itu tergantung begitu saja di udara untuk beberapa detik sebelum ditarik kembali.
“Apa kau takut?”
Omega mengangguk, kedua tangannya menyilang di depan dada seolah-olah menyembunyikan tubuhnya dari mata Alpha yang diam-diam mengangkat salah satu sudut bibirnya.
“Apa yang kau pikirkan?” Suara Alpha itu sedikit mengejek.
“Kau pikir kita melakukan sesuatu tadi malam?”
Omega tersentak, menatap wajah tampan Alpha yang dengan tatapan takut-takut sebelum membuang muka.
“Jika itu yang kau pikirkan, tenang saja, kita tidak melakukan apa-apa.”
Omega tidak percaya. Melihat bagaimana tubuhnya yang tanpa busana sudah pasti membuat pikirannya melayang ke mana-mana. Terlebih dengan pakaian pria Alpha itu yang hanya mengenakan jubah, ia mau tidak mau berpikir yang tidak-tidak.