04

20 9 1
                                    

Happy Reading!

• • •

Lumina duduk termenung di dalam ruangannya, sesekali ia berdesis kesal jika mengingat kelakuan Gerald di restoran makanan Jepang tadi. Tidak tahukah Gerald kalau rata-rata makhluk berjenis kelamin perempuan ini suka baperan kalau digombali oleh pria berparas tampan?! Lumina ini mudah baper, tetapi untuk menjadi pacar Lumina tidaklah mudah, dua puluh lima tahun ia hidup hanya satu mantan yang ia punya.

"Kenapa tiba-tiba ingat mantan, sih?"
Pria yang bernama Zidan Rusadi itu adalah mantan pacarnya, mereka berpacaran semenjak acara prom night sewaktu SMA, hubungan yang bertahun itu kandas karena seorang perempuan yang berkerja disebuah bar tempat Zidan biasa nongkrong bersama temannya.

"Kalau dipikir lagi, hubungan selama itu kalau digunain untuk menyicil mobil, mungkin sekarang mobilnya udah lunas!"

Gladis yang sedang menyusun laporan di rak menoleh heran, ia mengernyit karena mendengar Lumina yang berbicara sendiri dengan wajah lurus menghadap bunga mawar yang sangat segar.

"Kak Lumi kenapa?" tanya Gladis yang sudah sangat heran.

Lumina tersentak dan menatap Gladis. "Enggak pa-pa!" Lumina sedikit gugup, ia mencoba mengalihkan perhatian Gladis dengan menyuruh gadis itu untuk membuat kopi.

Bunyi notifikasi dari ponsel mahalnya mengalihkan pandangan mata Lumina yang awalnya ke komputer menjadi ke benda pipih itu. Ia terbelalak kaget setelah melihat satu pesan dari nomer baru.

+628xxxxxxxxxx

Hai, Lumi. Ini aku Gerald.

Lumina merasakan sudut matanya berkedut pelan, ia meremas ponselnya dengan gemas. Ia pikir kalau makan siang tadi adalah pertemuan terakhir, lalu apa-apaan ini?!

"SIAPA YANG BERANI MEMBERIKAN NOMER PONSELKU KEPADA BUAYA JERMAN ITU?!"

Teriakan Lumina bertepatan dengan Gladis yang membuka pintu dan membuat kopi dengan gelas kecil yang berada di atas nampan terjatuh dari tangannya, bunyi pecahan gelas terdengar nyaring. Lumina terkejut dan begitu juga dengan Gladis yang sudah dua kali terkejut dengan waktu bersamaan.

"Gladis!"

Gladis menatap Lumina dengan sedikit takut. "A-aku kaget dengar teriakan Kak Lumi, lalu kaget lagi karena kopinya jatuh." Lumina menangguk pelan lalu ia meminta maaf kepada Gladis, ia berdiri dan mengemasi barang-barangnya lalu ia mengambil kunci mobil.

"Aku akan pulang cepat hari ini." Aku butuh menenangkan diri sejenak, lanjutnya dalam hati.

Gladis yang sedang membersihkan gelas tadi menatap Lumina. "Bagaimana dengan klien ...." Lumina mengangkat tangan kanannya seolah mengode Gladis untuk diam, ia memejamkan matanya sejenak. "Tolak! Tolong ditolak! Aku butuh istirahat sekarang." jawab Lumina tanpa mau dibantah.

Gladis menggigit bibir bawahnya cemas, karena tadi pagi Lumina telat kembali dan membuat kepala bagian dari mereka memberikan peringatan secara lisan melalui Gladis. Jujur saja Gladis sangat cemas jika sewaktu-waktu Lumina mendapat surat peringatan, kemungkinan besar Lumina akan berhenti dari firma hukum ini. Itu bisa membuat Gladis harus kehilangan atasan seperti Lumina, walaupun Lumina sering marah-marah, tetapi dia memiliki sisi baik dan rendah hati, apalagi pengobatan operasi ginjal Ibu Gladis, Lumina ikut serta membantu biaya pengobatan.

"Tadi Pak Gesta memberikan peringatan kepada aku untuk Kak Lumi," cemas Gladis.

Lumina terdiam lalu keningnya berkerut samar. "SP satu?" Gladis menggeleng. "Masih lisan," jawab Gladis pelan.

Lumina tersenyum untuk menenangkan Gladis, ia paham kenapa Gladis sangat mencemaskan posisinya. "Tenang aja, Si Gesta itu nggak bakalan bisa memberhentikan aku." ujarnya dengan percaya diri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Law Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang