Halo loha kangen gak? bwahahah. ramein dong mwah
~~~~~
"Anghh Dad! Pelan pelan sayang ugh!"
"Ini udah pelan pelan sayang."
Haechan menutup telinga dan langsung mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar karena ia mendengar suara desahan kedua orang tuanya yang sedang melakukan hal iya iya di ruang tengah. Ini bukan pertama kalinya Haechan mendengar atau memergoki Ten dan Johnny melakukan hal tersebut. Hari sudah malam dan waktu menunjukkan pukul 12 malam. Haechan sudah tertidur setelah membersihkan kamarnya namun terbangun tengah malam karena lapar.
Dan ya, ia mengurungkan semuanya karena kegiatan Ten dan Johnny. Ia tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang senang sekali melakukan hal tidak senonoh tersebut di ruang tengah. Bahkan, Haechan juga pernah tidak sengaja melihat Ten sedang mengulum kejantanan Johnny di dapur dan tak jarang memergoki Johnny sedang mendorong kejantanannya kedalam lubang surgawi Ten. Oh astaga! Kenapa harus Haechan yang melihatnya? Ia belum terlalu cukup umur untuk hal ini.
Haechan kini tengah berbaring sembari menahan lapar. Sebenarnya pemuda manis itu bisa memakan chocobi miliknya yang sudah ia simpan didalam lemari penyimpan makanan di dalam kamarnya. Namun kekasih putra sulung Jung itu ingin sekali memakan ramen dengan taburan mozarella dan telur setengah matang diatasnya. Membayangkan saja sudah membuat perut Haechan semakin lapar. Haechan memayunkan bibirnya sembari mengusap perutnya.
"Ish! Laper banget! Mae sama Daddy selalu aja main di situ. Emang ngga bisa ya di dalem kamar! Adek kan pengen mam!"
Haechan mendengus kesal dan mulai mengoceh sendiri; menyalahkan kedua orang tuanya yang bermain tidak tahu tempat. Tak lama kemudian mata Haechan melirik ponsel miliknya yang menyala dan menampilkan foto Mark yang sedang tidur itu. Pemuda manis itu meraih ponselnya dan menatap lamat lamat laya ponselnya; seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.
"Apa aku chat Kak Sannie aja ya? Tapi nanti kalau Kak Sannie udah bobo gimana? Eum, chat aja deh. Eh jangan deh, telpon aja."
Haechan membuka kunci layar ponselnya lalu menekan buku kontak dan berlanjut mencari kontak bernama San. Setelah menemukannya, Haechan segera menekan call untuk menyambungkan. Haechan duduk dengan kegelisahannya; takut jika dirinya menganggu waktu istirahat sang kakak sulung. Menunggu cukup lama, akhirnya sambungan telepon terhubung. Haechan makin gugup di buatnya.
"Halo adek? Kenapa kok belum tidur?"
Haechan meremat kuat selimutnya saat mendengar suara bariton sang kakak yang jika di dengar seperti orang yang baru saja bangun dari tidurnya. Haechan menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan sang kakak.
"Adek kebangun kakak. Adek laper hehe."
"Hahah astaga gemesnya."
Terdengar suara tawa kecil di seberang sana. Ya, San tertawa kecil mendengar keluhan sang adik. Karena perut mungil Haechan yang meraung-raung ia harus terbangun dan mendengar keluhan menggemaskan si bungsu.
"Adek mau apa? Kan tinggal turun ke bawah sayang."
"Anu itu Kak huhu adek ngga berani."
"Ngga berani ada apa? Biasanya juga adek langsung turun."
"Eum Mae sama Daddy itu hehe..."
"Itu apa?"
"Kakak cek aja sendiri."
"Sebentar."
Terdengar suara grasak grusuk menandakan sang kakak bangkit dari ranjangnya untuk melihat kondisi luar kamar. Suara putaran knop pintu juga terdengar dari seberang karena itu dengan cepat Haechan turun dan berlari untuk membuka pintu; mengintip sang kakak yang keluar dari kamar. Haechan melihat San yang berdiri sedikit jauh dari pagar pembatas. Lelaki tampan yang sudah berpakaian piyama lengkap itu mengintip kegiatan panas kedua orang tuanya dengan berjinjit dan sedikit mendongakkan dagunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bungsu Sulung (Johnten)
FantasíaKisah kehidupan Haechan Seo, sebagai putra bungsu dari pasangan Johnny Seo dan Ten Seo. Daily life seorang Haechan Seo membuat orang tua serta kakak keduanya darah tinggi akan kelakukannya. Tapi, bukan berarti Haechan tidak mempunyai seseorang yang...