[1] Bintang & Asa

560 4 0
                                    

"Disini rupanya."

Seorang perempuan yang tengah mendongak menatap langit tampak terkesiap sesaat mendengar suara itu menegur. Dia berbalik dan langsung melompat ke dalam pelukan pria yang berdiri di antara pintu penghubung itu, pria tersebut hampir terjengkang ke belakang sesaat menerima serangan dari perempuan dipelukannya, beruntung dia masih mampu menahannya.

"Ayang dateng?!" seru perempuan tersebut dengan bibir mengulum senyum, senang bisa kembali bersua tanpa dibentang jarak. Beberapa hari tak bertemu, dia nyaris merasa tercekik, menahan perasaan rindunya yang benar-benar menyesakkan dada.

Asa namanya, perempuan yang tengah melingkarkan tangannya disepanjang pinggang pria itu semakin mengeratkan belitannya, rasanya dia tak rela jika ada jarak lain yang harus dirasakannya, cukup sekali dia menahan keresahan dan dia berjanji tidak akan ada lain kali. Asa menghidu aroma tubuh pria yang selalu menjadi candunya itu, seminggu, ya selama itu dia harus menahan untuk tak menyusul kepergiannya. Berada dipelukan pria itu selalu terasa hangat dan nyaman, rasanya selalu sama, menenangkan. "Kangennya." gumamnya, padahal mereka hanya tak bertemu beberapa hari, itupun masih berhubungan intens lewat ponsel.

"Padahal kan kita tadi sempet video call-an. Tapi ayang kok nggak ngomong mau pulang hari ini?" gerutunya, setengah cemberut.

Pria yang tengah menepuk-nepuk punggungnya tersebut lantas merentangkan jarak demi bisa menatap Asa. "Biar jadi kejutan." jawabnya datar.

Asa yang cemberut seketika mengulum senyum,  "Dasar." menggemaskan sekali, kan?

"Kamu nggak suka?"

"Suka, suka." lalu dia menyandarkan kembali kepalanya di dada pria tersebut.

"Ke dalam, yuk."

Asa menolak, "Masih kangen, mau dipeluk ayang." ujarnya, "Emangnya ayang nggak kangen aku?"

Perempuan itu mendongak saat tak mendengar jawaban, "Ayang?"

Pria itu berdeham, "Hm."

Asa melarikan tangannya mencubit perut pria tersebut, bisa-bisanya dia menyebalkan begitu disaat Asa tengah serius-seriusnya.

"Kangen." jawab pria tersebut, akhirnya.

Benar-benar jawaban yang dapat ditebak, "Pendek banget jawabannya. Harusnya ayang jawab kangeeeeeeeen banget, gitu dong."

"Sama aja."

Asa cekikikan, lagipula perempuan itu heran bagaimana bisa pria yang irit bicara dan mirip kanebo kering ini sempat menjabat sebagai Gubernur Mahasiswa. Jangankan berbicara tentang isu politik, mengobrol sehari-haripun Asa perlu mengeluarkan usaha ekstra agar aktivitasnya ketika berduaan bersama pacarnya tersebut tidak berubah jadi ladang jangkrik. Ya, Asa lah yang kerap menstimulus pembicaraan di antara mereka sementara pacarnya tersebut hanya menanggapi sekenanya. Dan yang mengherankannya lagi, Asa tidak menyangka bisa bertahan selama ini dengan pria yang kini ada dipelukannya. Satu semester dan itu adalah sebuah pencapaian menurutnya yang biasanya hanya betah berpacaran dengan mantan-mantannya kurang lebih selama sebulan.

"Ayang tau nggak, semingguan ini kalau aku kangen ayang, aku selalu kesini terus ngeliatin langit." ujarnya, "Aku nyari ayang disana mana tahu ada kan, eh, tapi ayang harus tau kalau ternyata langit itu peliiiiiiit banget ke aku. Masa yang kelihatan cuman awan mulu, bintangnya nggak pernah muncul."

"Terus?"

"Ya, aku marahin dong. Aku maki-maki dia biar dia tau rasa, masa orang mau liat bintang aja pakai dihalang-halangin. Eh tau apa yang terjadi?" Asa menggerutu, ekspresinya terlihat sangat menggebu-gebu. "Tiba-tiba aja dilangitnya keluar gledek gedeeee sampai aku tuh kaget yang beneran mau jatoh gitu, pernah nggak ayang gitu? Iya, terus aku kan syok kan, karna dari sini kan berasa deket banget sama langit terus tiba-tiba aja hujan kenceng, habis itu aku langsung lari ke dalam. Kemarin tuh yang aku bilang ditelpon mau cerita ke ayang, iya ini. Kalau ayang jadi aku sebel kan pasti? Harusnya yang marah kan aku ya, kok malah langitnya yang ngambek."

Short Story: Art of LovingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang