Bunyi tuts piano itu mengalun merdu bagi siapa saja yang mendengarnya. Lantunan musik itu terdengar bersamaan dengan tanganku yang bergerak lincah diatasnya.
Sesekali aku menutup mata untuk lebih menghayati nada-nada yang aku keluarkan. Aku tersenyum saat tau aku benar dalam menekan tuts pianonya hingga menghasilkan nada yang indah.
Tanganku bergerak semakin lincah menekan tuts-tuts piano ini. Aku merasa bebas saat berhadapan dengan salah satu alat musik yang menemaniku sedari kecil. Apalagi di dalam ruangan yang hanya ada aku sendiri. Aku merasa benar-benar bebas.
Saat ini aku sedang berada di tempat les alat musik, khususnya piano. Duduk dengan manis di salah satu alat musik yang sudah ada di ruangan ini.
Aku memainkan nada nada itu secara acak hingga menjadi sebuah lagu. Ya, aku membuat laguku sendiri. Aku lebih menyukai ketika tanganku merangkai nada-nada yang indah dengan lincah daripada memakai lagu orang. Sebenarnya aku sering memakai lagu orang untuk bermain piano, tapi saat aku membuat sendiri nadaku, aku merasa suatu kepuasan sendiri.
Di umurku yang menginjak angka 12 ini, aku sudah banyak menghasilkan nada-nada yang kubuat. Memang tidak bagus seperti orang lain, tapi aku merasa cukup puas dengan apa yang aku lakukan.
Awalnya, piano hanya alat pelampiasan disaat aku sendiri di Rumah. Aku bukan terlahir dari keluarga broken home. Aku mempunyai keluarga yang lengkap dan saling menyayangi.
Cuma, orang tuaku lebih suka pergi keluar Negeri untuk perjalanan bisnis dari umurku 6 tahun.
Kalau aku boleh memilih, aku hanya ingin keluarga sederhana yang berkumpul setiap hari, tentu saja dengan pianoku. Itu tidak boleh di lupakan.
Aku menekan tuts piano dengan pelan, seiring dengan air mataku yang turun. Katakanlah aku cengeng. Tapi apa yang bisa di lakukan oleh anak umur 12 tahun saat merindukan orang tuanya selain menangis? Jika kalian tau, tolong beri tau aku.
Tanpa terasa sudah cukup lama aku berada di ruangan ini. Aku pun menghentikan permainanku dengan hati yang bergemuruh.
"Permainan piano yang cukup bagus untuk anak seumur lo, bahkan bisa dibilang sangat bagus." Aku tersentak saat mendengar suara lelaki dari arah pintu masuk ruangan ini. Sejak kapan ada orang disana dan sejak kapan pintu itu terbuka? Kenapa aku tidak mendengar sama sekali jika pintu itu terbuka.
Bisa aku rasakan jika seseorang itu berjalan pelan ke arahku dan duduk di sampingku. Aku melirik dari ekor mataku dan astaga dia terlihat tampan. Bahkan sangat tampan di usianya yang aku rasa tidak jauh beda denganku atau mungkin sama.
"Hai," sapanya sambil tersenyum, aku mematung melihat senyumnya.
"H-hai," jawabku gugup, bagaimana tidak gugup kalau seseorang tiba-tiba mengajakmu berbicara apalagi dikeadaanku yang sehabis menangis.
"Lo nangis?" Tanya nya saat aku melihat kearahnya, aku hanya diam saja dan menggeleng lalu kembali menundukan kepalaku. Ku dengar dia menghela nafas panjang lalu dia mengambil dagu ku dan mengangkatnya, ia menyuruhku menatapnya.
Deg
Matanya sangat indah, hitam pekat yang sangat indah tetapi begitu tajam dan menusuk. Senyumnya sangat menawan yang kuyakini bisa membuat orang klepek klepek. Oke aku lebay, tapi ini kenyataannya. Dia terlihat -entahlah aku tidak bisa mendeskripsikan nya- menawan, tampan, atau berkharisma? Aku tidak tau dia cocok dengan sebutan yang mana.
"Ini coklat, lo mau? Biasannya cewek suka makan coklat apalagi pas abis nangis,"ujarnya sambil menyodorkan sebatang coklat, aku ragu ragu ingin mengambil atau tidak. Aku selalu ingat pesan kedua orang tuaku bahwa jika ada orang yang tidak aku kenal dan memberiku sesuatu maka harus kutolak, bisa jadi dia penjahat atau penculik. Tapi aku berfikir dua kali, bagaimana bisa seorang penjahat dan penculik setampan dia. Baiklah aku mengambil coklatnya.
"Thanks," ujar ku tersenyum tiga jari, dia hanya terkekeh.
"Nah gitu dong senyum. Kan lebih cantik dibanding tadi dengan wajah nangis," ujarnya sambil memberantakan rambutku yang sudah tertata rapi. Aku kesal dengan perkataannya dan aku ingin mengomelinya tetapi tidak jadi karena mendengar dia berbicara aku cantik.
"Lagu ini lo buat sendiri ya?" Tanya nya menatapku penasaran.
"Iya lagu ini gua buat sendiri buat lomba besok," kataku tersenyum.
"Lo hebat bisa ngebuat lagu sendiri, gua doain semoga lo menang ya," ujarnya. Aku hanya tersenyum dan berterimakasih.
"Ini buat lo, sebagai tanda terimakasih," ujarku sambil menyodorkan kalung berbentuk bintang yang tidak sepenuhnya penuh.
"Kalung yang bagus. Gua bakal jaga kalung ini terus sampe gua besar atau tua" kata nya sambil memasangkan kalung itu di lehernya
"Makasih ya kalungnya. Lo juga make?" Tanya nya, aku hanya mengangguk dan menunjukan kalung yang sama dengannya tetapi hanya berbeda warna yang terletak dileherku
"Baguslah, berarti kalo kita udah besar nanti gua bisa dengan mudah nemuin lo kan udah ada kalung ini, begitupun sebaliknya" ujarnya tersenyum, uhh senyumnya manis sekali
"Ini buat lo" katanya sambil menyerakhanku gantungan bergambar bintang
"Bintang? Lo juga suka?" Tanya ku pensaran, dia hanya mengangguk. Aku pun berterimakasih kepadanya
"Apa kita nanti bisa bertemu lagi?" Tanyaku dengan ragu, aku tidak yakin sih bisa bertemu dengannya lagi
"Ya gua yakin, pada saat kita bertemu kita sudah tumbuh besar. Gua bakal jaga kalung ini dan lo juga harus jaga kalung dan gantungan dari gua" dia menatapku dalam, sunnguh mata yang indah. Aku menganggukan keplaku tanda menyetujui permintaannya.
"Kita bakal bertemu lagi, gua janji" katanya saat melihat ada keraguan dalam diriku.
"Promise?" Tanya ku sambil menyodorkan jari kelingkingku, berharap dia akan membalas nya dengan melingkarkan jari kelingkingnya di jari kelingkingku.
"Promise" jawabnya sambil menyatukan jari kelingkingnya ke jari kelingkingku. Aku tersenyum bahagia dia juga tersenyum sepertiku.
"Gua duluan ya, masih ada urusan lagi" ujarnya sambil menepuk nepuk pucak kepalaku. Aku mengangguk
"Bye" ujarnya sambil mengecup pipi kananku dengan cepat lalu melangkahkan kaki keluar ruangan
"Bye.." lirihku masih terpaku ditempat akibatnya.
Siapa ya namanya?..
Ah aku belom bertanya kepadanya siapa namanya..
Aku bodoh.,bodoh..bodoh.
Gimana nanti mau ketemu lagi kalau namanya saja aku tidak tau.
Cerita ini di re-publish tanpa mengubah isi cerita sedikitpun.
Dan maaf kalau eyd nya berantakan. Karena ini salah satu cerita awal yang aku punya dari dulu. Mohon di maklumkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nerd (COMPLETED)
Teen FictionHanya merepost cerita yang dulu. Jika ada kesalahan penulis, mohon maaf. Lebih baik tinggal kan cerita ini dari pada meninggalkan komentar yang bisa membuat orang down. *** "Kenapa hidup gua kayak gini?"- Rosela cecilia walker. "Siapa sebenarnya di...