"Ini, tiket untuk pergi hangout bersamaku. Kalau kau sudah ada waktu, berikan padaku lagi. Aku akan robek sisi itu." Seraya tersenyum dia mengulurkan sebuah kertas hasil karya tangannya dengan bermacam gambar dan tulisan seperti sebuah tiket. Kreatif. Adalah kata yang terlintas di kepalaku begitu menerimanya.
Tidak bisa menahan senyum, aku membalas, "apa aku perlu membayar tiket ini?"
"Berhubung aku orang yang baik jadi tidak perlu mahal-mahal. Bayar saja dengan waktumu bersamaku."
"Kalau begitu," aku menjeda. Ku robek sisi bergerigi kertas itu selayaknya sebuah tiket. "Mau kapan kita hangout? Tiketnya aku simpan, ya."
Ku lihat raut terkejut di wajahnya. Bibirnya yang sedikit terbuka terlihat lucu di mataku.
"Sebentar. Kenapa mendadak begitu?" Ucapnya dengan nada tidak percaya.
"Kenapa? Aku lagi ada waktu, jadi ayo--"
"Kau serius? Maksudku, wah.." ia mendongak, mendengus tawa kecil sebelum kembali menatapku. "Aku kira akan butuh waktu lama untuk menunggumu."
Aku mengedikkan bahu, melipat bibir merespon itu. "Aku rasa aku butuh jalan-jalan lagi."
Pria itu mengangguk, entah kenapa ia terlihat menahan senyumnya agar tidak berkembang terlalu lebar. "Baiklah, nanti ku kabari." Menyela sebentar, ia gunakan untuk menyeruput susu kotak di tangannya. "Aku tidak bisa menentukan kalau tiba-tiba begini." Lanjutnya sambil memberi susu kotak yang ia minum tadi padaku. Otomatis alisku terangkat. Bingung. Maksudnya?
"Tidak, terima kasih. Aku kurang suka susu pisang."
"Ah, maaf ... tapi aku minta tolong buang ini." Matanya memindai kotak susu kemudian ke tempat sampah yang tidak jauh dari tempatku. Sambil tertawa kikuk, aku membuang sampah itu pada tempatnya. Ishh, memalukan. Gerutuku pelan.
Setelahnya ku dapati Doyoung melewatiku dan mengelus belakang kepalaku sambil berkata, "gomawooong." Dengan nada diimut-imutkan.
Aku tidak salah dengar, kan?
Kdy - NA
Suara pantulan bola yang berhasil lolos masuk ke dalam ring basket menjadi pembuka beriringan suara langkah kaki Doyoung memasuki lapangan basket area dalam sekolah.
Kedua pria yang saling bersorak girang pun kian melunturkan senyuman dan mengalihkan pandangan mereka pada satu titik. Mereka mengabaikan bola basket yang makin lama terpantul rendah di lantai.
Mata mereka memicing ditambah salah satu temannya memainkan lidah di dalam mulut sambil berkacak pinggang, terkesan tidak mengharapkan kehadiran sosok pria tinggi nomor dua di kalangan siswa. "Masih ingat teman, huh?" Ouch. Bagaimana bisa temannya berkata seperti itu? Alis Doyoung tiba-tiba mengerut heran.
"Biasanya mau minta sesuatu makanya datang pada kita, hyung." Jungwoo berucap tak kalah sengit. Sekilas menoleh pada Jaehyun dan kembali menatap Doyoung tak minat.
Doyoung maju beberapa langkah ke hadapan dua temannya. "Hey, hey, sebentar ... kalian ini kenapa?"
"Masih tanya? Iya?" Sahut Jungwoo cepat.
"Cepat katakan, hyung, kau mau sesuatu dari kita, kan? Iya?" Balas Jaehyun tak kalah cepat.
"Basi sekali, saat ada apa-apa baru mencari temannya." Ucap Jungwoo lagi tak membiarkan Doyoung untuk berkata sekalipun padahal mulutnya sudah terbuka siap memberi pembelaan.
Doyoung menghela napas. Oke dia kalah. Doyoung selalu angkat tangan kalau sudah adu argumen dengan kedua temannya ini.
"Hey, kawan. Dengarkan aku. Maafkan aku. Aku sibuk mengurusi-"
"Oh, benar! sibuk. wakil ketua osis kita yang teladan memang sibuk sekali. aigoooo." lagi dan lagi Jungwoo menyela pembicaraan, membuat Doyoung mau tak mau menaikkan suaranya beberapa tingkat. "Dengarkan aku dulu!" keduanya terdiam. Baik Jaehyun maupun Jungwoo hanya saling melirik kemudian menghela napas memberikan Doyoung kesempatan berbicara.
Bukan tanpa alasan mereka berdua merasa kesal seperti ini. Mereka merasa terabaikan karena setiap diajak untuk bertemu atau bermain pasti ada saja alasan yang Doyoung berikan. Apalagi pria itu belum mengatakan apapun juga mengenai perempuan yang belakangan ini selalu terlihat bersamanya. Semua murid di sekolah sepertinya juga pasti tahu mengenai kedekatan mereka, tapi apa? Doyoung tidak memberikan penjelasan apapun pada Jaehyun maupun Jungwoo. Bahkan terkesan menghindar ketika topik pembicaraan mereka mengarah ke sana. Perasaan mereka terluka karena Doyoung tidak mau terbuka. Apa artinya pertemanan mereka selama ini?
"Maafkan aku. Sekali lagi maafkan aku." ucap Doyoung membuka percakapan setelah cukup lama terdiam hanya saling menatap. Doyoung akui ia merasa bersalah. Ia tahu alasan mengapa kedua temannya ini bersikap kesal padanya, tapi tentu saja semua ini ada alasannya dan ia pikir sudah saatnya ia mulai terbuka dan memberitahu mereka semua yang tersimpan selama ini.
Menghela napas sebentar Doyoung melanjutkan, "ayo kita jalan-jalan!" Doyoung menatap satu persatu temannya yang kompak mengerut alis heran.
"Hah?" ucap Jaehyun dan Jungwoo bersamaan.
"iya, ayo kita main."
"aku lihat jadwalku dulu." ucap Jaehyun seraya berjalan mengambil bola basket yang tergeletak di sisi tiang basket.
Jungwoo ikut menambahkan dan menangkap operan bola basket dari Jaehyun. "aku juga sepertinya ada janji, jadi-"
"Aku traktir." sela Doyoung cepat. "Dan semuanya. Akan aku ceritakan semuanya." Tambah Doyoung menatap yakin dan penuh harap pada teman-temannya.
"Okay, call!" balas Jaehyun membuat Doyoung menghela napas lega.
Jungwoo mengangguk dan bersuara, "biarkan kami menginap di rumahmu dan belikan kami ayam spicy paman Cha, hyung!"
Doyoung mau protes, tapi ia tahan. Tidak. Jangan membuat semuanya tambah parah, Kim Doyoung. "Baiklah." Doyoung mengangguk penuh senyuman. []

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Alone. | KDY
Fanfiction[𝑲𝒊𝒎 𝑫𝒐𝒚𝒐𝒖𝒏𝒈] "ada aku. Kau tidak sendiri." "maka dari itu, pulanglah.. ke rumah." "kembali.. padaku." ©jaeyary/@ennonim 2021