Semenjak obrolan bersama Jena berakhir, sepanjang perjalanan pulang Shota jadi lebih banyak diam. Padahal, biasanya tuh cowok nggak berhenti bawel nyerita ini itu ke Trisha. Mulai dari hal penting, sampai yang nggak penting sekalipun.
Kalau boleh jujur, aslinya sih Trisha penasaran. Apalagi di ujung obrolan bersama Jena tadi, tuh cewek juga mendengar namanya disebut-sebut. Tapi balik lagi, Trisha bukan tipe yang suka mendesak orang lain untuk bercerita secepat itu, karena dia paham jika memang ia berhak tau, yang bersangkutan pasti akan bilang dengan sendirinya.
Sehingga ketika tiba di rumah dan belajar bersama Shota karena sudah jadi rutinitas, Trisha sama sekali tidak menyinggung perkara rasa penasarannya terkait Jena. Tuh cewek fokus mengajari Shota materi Kimia yang sukar cowok itu pahami.
"Sampai sini paham?"
"Iya."
"Jangan iya-iya mulu. Paham nggak?"
"Anjir. Galak banget buset. Iya Sha, gue paham."
Trisha menghela napas lelah. Mengambil air mineral di sebelahnya, tuh cewek merasa tenggorokannya mulai kering. Tak lama kemudian, ia mengajak Shota berpindah menuju kamar. Remember, jika sesi belajar sudah selesai, maka sekarang giliran Shota yang harus membereskan kamar Trisha sebagai imbalan.
"Yuki."
"Hm?"
"Tumbenan irit ngomong. Biasanya juga bawel."
Shota yang baru saja membereskan tumpukan daster serta bra kotor milik Trisha ke tempat laundry, lantas mendongak. Tuh cowok baru saja niat akan membereskan rak buku. Dimana banyak sekali benda-benda berserakan di sana. Namun kini urung. Membalikkan tubuh dengan gelisah, Shota pun menatap Trisha tajam.
Shota sadar. Semenjak ngobrol dengan Jena di depan kelas sebelum pulang tadi, ia memang jadi lebih banyak melamun. Berpikir keras, sehingga jatuhnya membuat Trisha agak teracuhkan.
"Lo ... denger sampe sejauh mana, Sha?" tanya Shota takut-takut. Karena dari tatapan Trisha, ia merasa perempuan itu mengetahui sesuatu.
"Si Jena 'kan? Dikit sih. Tadi gue sempet denger nama gue disebut segala pas ngobrol sama lo."
"Hah?"
"Nggak usah hah heh hoh. Lo bukan keong."
Shota kicep. Menunduk, sekarang sibuk menghitung domba halu di daratan.
"Kalo mau nyerita, silakan. Kalo nggak mau, yaudah nggak usah."
Jujur Shota ragu mau bercerita. Semata-mata takut Trisha tersinggung, apalagi ucapan menyakitkan Jena dan Sam, sebenarnya tidak bisa dikatakan seratus persen salah. Namun berhubung selama ini nyaris tidak ada rahasia di antara mereka, sehingga Shota pun memilih tetap terus terang. Tetapi baru saja membuka mulut, getar ponsel masing-masing, membuat fokus mereka teralihkan.
Notifikasi pesan WhatsApp muncul di layar. Ternyata Sam baru saja memasukkan Shota dan Trisha ke dalam grup. Disusul oleh Jena serta Zayn. Grup tersebut pun dinamai 'KERJA RODI TUGAS NEGARA'.
Sial. Namanya nggak elit banget.
"Menurut lo salah nggak sih, misal gue ngasih saran lo buat sedikiiiit aja niatan buat mendekatkan diri ke temen-temen cewek di kelas?" tanya Shota, sesaat setelah mengantongi ponselnya ke saku celana abu-abunya lagi.
Kali ini tuh cowok lanjut melepas kancing seragam atasannya. Menyisakan kaus hitam polos yang mencetak tubuhnya lumayan ketat.
Trisha menoleh. Ikut-ikutan mengantongi ponsel.
"Maksudnya?"
"Jujur aja, gue mulai cemas kalo lo terus-terusan kayak gini, Sha. Selain gue, emangnya lo ada temen lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuan, Kok Bucin? [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionSEPUPU RASA PACAR! Itulah label paling cocok untuk Trisha Kinanthi Storia Duppont dan Shotayuki Duppont. Iya, dua manusia yang selalu bersama sedari orok dan lengket banget macem perangko itu, nyatanya juga saling bergantung satu sama lain. Selain...