BAB 3: REPUTASI

73 7 3
                                    





Pernah suatu kali, Trisha bertanya pada Shotayuki bagaimana tipe wanita idaman cowok tersebut. Lantas dengan percaya diri, Shota langsung menjawab,

"Yang lehernya jenjang. Yang cantik, kayak elo."

Dan gara-gara hal tersebut, Trisha langsung menyimpulkan jika tipe Shota adalah yang seperti jerapah. Nggak heran, dulu waktu masih duduk di bangku TK, ketika Trisha hobi menggambar banyak jenis hewan, Shota memang cuma mau menggambar pola jerapah.

Membuat Trisha sedikit banyak jadi lega. Sebab tuh cewek tau, selain dirinya, cuma jerapah yang paling cantik di mata sepupunya yang sableng itu. Entahlah, dari dulu Trisha paling senang dipuji oleh Shota. Sehingga, akhir-akhir ini Trisha jadi lebih sering menguncir ekor kuda rambutnya. Seolah tak rela, jika ada gadis lain dipuji oleh sang sepupu.

Katakanlah jika Shota posesif, sebenarnya Trisha juga demikian.

Ngomong-ngomong perihal cantik, menurut Trisha menjadi cewek cantik nyatanya memberi dampak cukup baik untuk hidupnya sejauh ini.
Iya, harus diakui bahwa istilah 'lo cantik, lo punya kuasa' memang benar adanya. Seolah jika manusia terlahir cantik, maka setengah masalah hidupnya akan selesai. Dan hal tersebut, berlaku juga bagi Trisha.

Terbukti tempo hari ia tak sengaja menabrak kakak tingkatnya di kantin saat mengantre di kedai bakso. Lucunya, dia yang salah, tapi oknum yang ditabrak yang minta maaf. Malahan, ujung-ujungnya Trisha ditraktirin makan siang sama beliau.
Namanya Ilyas, dia adalah ketua umum eskul PMR yang cukup disegani.

Sungguh aneh bin ajaib. Mau heran, tapi ya gimana. Yang jelas, di sini Shota ikut lega. Setidaknya tuh cowok nggak perlu repot-repot mengajak Ilyas duel, gara-gara melindungi kelakuan Trisha yang teledor tersebut.
***

"Kak Ilyas kapan hari makan bareng lo, Sha?" tanya Sam, ketika Trisha dan Shota baru saja tiba di kelas.
Suasana begitu lengang karena memang masih pagi. Belum jam tujuh, yang datang juga segelintir.

"Iya."

"Kok gue nggak diajakin?"

"Emangnya harus?" tanya Trisha polos. Membuat Shota refleks cekikikan.

"Diem lo Ta. Gue lagi ngomong sama Trisha ya! Bukan sama lo."

"Suka-suka gue lah." Shota melet. Menyender manja di lengan Trisha, tuh cowok menoel-noel pipi sepupunya dari samping. "Trisha makin ndut. Makin umel. Tapi gue suka."

Trisha nyengir. Ikut-ikutan meraba pipinya sendiri dan berbisik pelan, "Kayaknya efek banyak makan cokelat. Harus diet?"

"Nggak usah. Gini aja cantik."

"Oke."

Tai kuciiiing!' jerit batin Sam meronta julid. Menahan sekuat tenaga untuk tidak memukul kepala Shota sebab iri yang menggebu. Memang benar apa kata teman-teman yang ada di kelasnya. Shota dan Trisha lebih pantas disebut sepupu rasa pacar.

Andai, boleh bertukar jiwa. Sepertinya Sam ingin sekali berada di posisi Shota. Namun sayang, ia tau jika itu mustahil.

Hingga bel masuk berdentang, Jena—si ketua kelas membagikan formulir pendaftaran ekstrakurikuler. Hal tersebut langsung membuat Trisha dejavu. Seolah kembali diingatkan tentang momen SMP, dimana ia ingin ikut cheerleaders, lalu Shota yang nyaris ikut mendaftar. Tetapi urung, karena dilarang oleh Andini—alias Mamihnya Shota dengan alasan kurang etis.

Sepupuan, Kok Bucin? [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang