Bab 7

6 1 0
                                    

Selamat membaca aku post di ujung waktu yang hehehe.

🌼🌼🌼🌼

Malam telah datang, aku menikmati malamku di kota Yogyakarta ini. Malam ini aku tidak ke mana-mana, Avia mengajakku ke Gramedia tapi aku menolaknya. Rasanya badanku telah lelah setelah dipaksa seharian jalan dengan Shaka. Berbicara mengenai Shaka. Aku baru sadar jika Instagram dan WA ku tidak memfollow dan menyimpan namanya. Aku memang tidak terbiasa menyimpan kontak lawan jenis. Entahlah memang aku sedikit aneh dengan diriku sendiri.

"Ayang Lo gak ngabarin?" tanya Rani.
Aku menggelengkan kepala, rasanya mungkin Shaka tengah sibuk.

"Berarti lo belum benar-benar diterima masuk oleh Shaka," jelas Rani.

"Maksud Lo?" tanyaku heran pada Rani.

"Kalau cowok udah sayang, udah benar-benar menganggap kalau Lo itu ceweknya, tidak ada kata sibuk baginya pasti ngabarin," tutur Rani dengan jelas.

Aku terdiam, sebenarnya kalimat yang diucapkan Rani itu benar. Namun, aku tidak mau ambil pusing. Aku ingin hubunganku dengan Shaka berjalan dengan baik.

"Malah bengong. Atuh kabarin Lula," perintah Rani.

"Gak punya kontaknya," jawabku polos.
Aku sama sekali tidak sadar jika Shaka pernah menghubungiku saat meminta bertemu di gedung fakultas seni.

"Demi apa? Gila sih Lo dih," ujar Rani.

"Hubungan gak harus melulu memberi kabar, saling percaya kunci segalanya," ucapku.

"Lo salah! Justru hubungan itu kunci utamanya yah berkabar. Bagaimana Lo bakal tahu cowok Lo setia kalau nomor hp aja gak punya," ketus Rani.

"Kan gue bilang, hubungan itu intinya komitmen dan saling percaya," jawabku tak mau kalah.

Entah kenapa aku sering membela Shaka, seperti tidak rela jika di mata orang lain Shaka terlihat jelek. Hey, Alula cinta sih boleh, tapi jangan segitunya.

Hari semakin larut, aku menghindari perdebatan panjangan setelah ini dengan Rani, kututup selimut lalu kutidur lelap, berharap kali ini akan mimpi indah, mungkin mimpi Shaka melamar ku.

🌼🌼🌼

0

4.30 Wib, aku terbangun. Terdengar suara orang tidur, siapa lagi jika bukan Rani dan Avia. Nampaknya gadis itu sudah pulang. Kulihat buku-buku baru menumpuk di meja belajarnya. Sekali lagi, aku memikirkan bagaimana  aku bisa keluar dari kostan ini. Aku tidak enak hati jika lama-lama tinggal bersama mereka. Di sela lamunanku, aku mencoba membuka layar handphone milikku, masuk ke sebuah aplikasi Instagram, tanpa sengaja jariku menulis nama Linggar Antariksa Arshaka, bukan hal yang sulit untuk aku tahu akunnya. Pasalnya sejak SMA aku sudah terlebih dahulu memfollow akun Instagramnya.

Terlihat jelas foto-foto miliknya, dan aku terkejut dengan aku yang ada di tag-an dia.

@Safarah_Aina

Siapa Safarah? Kenapa Shaka selalu mentag Instagram aku itu. Bukankah aku adalah wanita pertama yang ia cintai? Pikiranku berantakan, sampai larut pagi aku baru bisa tidur kembali.

"Bangun, kuliah." Avia membangunkan ku.

"Telat!" Kagetky yang melihat jam sudah menunjukan pukul 07.30 wib, sedangkan aku ada mata kuliah di jam 07.00 wib.

Aku bergegas untuk mandi dan ya berpakaian ala kadarnya. Kali ini aku iku dengan motor Avia. Gadis itu pun layaknya seperti Rossi tidak ada 1 jam langsung sampai kampus.

"Lo berbakat jadi pembalap," ucapku pada Avia lalu pergi meninggalkan dia.

Di tengah perjalanku menuju kelas, tiba-tiba aku menabrak seorang pemuda yang tak lain adalah Shaka.

"Masih aja ceroboh," ucapnya.

"Gue gak ada waktu buat ngomong samal Lo, gue mau masuk kelas," jawabku tak peduli dengan Shaka.

Entah apa yang ada di dalam otakku hingga mengucapkan kalimat seperti itu, jika pemuda itu salah mengartikan apa jadinya? Ah aku tidak peduli. Dan benar saja, pintu kelasku sudah dikunci. Satu jam aku menunggu dosen keluar.
"Wey pengemis dari mana ini?" ejek Iren yang sudah menyelesaikan mata kuliah di jam pertama.

"Gila sih parah," jawabku kesal.

"Lagian Lo di WA gak dibaca. Begadang ya Lo?" Ucap Iren kembali.

"Gue tidur awalun malah, tapi Lo kan tahu kalau gue kecapean gimana," jelasku.

Entah kenapa, badanku pun hari ini terasa lemas, kepalaku seperti ingin lepas dari tubuhku. Iya, sepertinya asam lambungku tengah tidak baik-baik saja karena aku tidak sarapan hari ini.

"Satu ... dua ... tiiii."

🌼🌼🌼

Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, tiba-tiba aku ada di sebuah rumah sakit dengan selang infusan yang terpasang di lengan tanganku. Terlihat Shaka tengah duduk menungguku di ruangan itu. Dan ya tidak tertinggal Iren yang kini tidur lelap di samping tempat tidurku.

"Ren." aku mencoba membangunkan gadis itu. Namun, nihil tidurnya terlalu pulas hingga aku gagal membangunkannya.

"Shaka."
aku mencoba memanggil pemuda yang tengah duduk di sofa kamarku.

"Hmm," jawabnya.

"Aku mau ke kamar mandi, tolongin," ujarku kembali.

Dengan sigap, Shaka membantuku sampai pintu kamar mandi. Ia setia menungguku keluar. Setelah aku keluar aku mencoba untuk duduk, badanku masih lemas.

"Aku kenapa?" tanyaku pada Shaka.
"Pingsan," jawab Shaka.

Tempo nada bicara Shaka lumayan sedikit berbeda kali ini, terkesan lebih cuek dan dingin. Aku tidak tahu akar permasalahannya di mana. Apa aku salah?
"Alula!"

Iren terbangun dan langsung siapa berdiri ketika melihat aku tidak ada di tempat tidur.

"Ya Allah, Lula! Aku kaget dikira kamu ke mana," ucap Iren.

"Sudah siuman kan? Gue pamit pulang yah."

Tanpa basa basi lagi, aku melihat kepergian pemuda yang kusebut pacar. Entah aku tidak paham apa yang tengah terjadi padanya.


***** Bersambung *****

Jangan lupa like, komen dan follow. Terima kasih sudah mampir di ceritaku.

#Day7
#802kata
#crushseriesbookoffice

Kuingin Lari dari LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang