Cio memasuki kamarnya tanpa suara sedikitpun. Dia melihat adiknya kini meringkuk seperti bayi dengan badan yang menggigil padahal selimut tebal membungkus tubuh mungilnya itu.
Cio mengusap rambut Greesel dan memanggil namanya dengan lembut, berniat untuk membangunkan gadis itu. Namun hal itu tak membuat Greesel terbangun. Cio menyentuh kening Greesel dan rasa panas yang dirasakan oleh tangannya membuktikan bahwa adiknya ini demam.
Tok..tok..tok
Suara ketukan pintu membuat Cio mengalihkan pandangannya pada pintu yang sedikit terbuka. Lalu muncul Bi Sumini dari balik pintu dengan membawa nampan yang berisi sepiring nasi dan segelas susu hangat.
" Maaf Den, ini makanannya. Biar Bibi saja Den yang mengurus Non Greesel. " Ucap Bi Sumini seraya meletakkan nampan di nakas yang berada di samping tempat tidur.
" Gak usah Bi, biar saya saja. Bibi tolong ambilkan baju ganti buat Greesel ya Bi, kasihan bajunya basah.
" Baik Den, saya permisi ambil baju Non Greesel dulu. " Cio mengangguk.
" Dek ? Bangun dulu yuk ! Kamu harus makan dulu. " Cio menepuk-nepuk pipi tirus Greesel supaya terbangun.
Merasa tidurnya terusik, Greesel membuka matanya. Dia dapat melihat abangnya tersenyum dengan raut wajah khawatir yang menghiasi wajahnya.
Greesel berusaha untuk duduk dengan memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, dan anggota badannya yang lain juga terasa sakit.
" Kepala aku sakit bang. " Ucap Greesel dengan suara serak, karena tadi menangis.
Cio mengusap pelipis Greesel yang memar, hingga membuat Greesel meringis. Padahal Cio mengusapnya dengan sangat lembut.
" Makan dulu ya ? Abang suapin. " Greesel menggeleng.
" Kamu belum makan kan dari pagi ? Kamu harus makan. Udah makan nanti luka kamu Abang obatin. " Cio menjulurkan sendoknya yang telah berisi nasi ke depan mulut Greesel, dengan terpaksa Greesel menerima suapan itu walau dia sedikit meringis karena sudut bibirnya yang sedikit sobek.
Pintu terbuka dan Bi Sumini masuk dengan membawa baju ganti untuk Greesel.
" Ini Non, Bibi bawa baju ganti buat Non. " Bi Sumini meletakkan baju yang dia bawa di ujung kasur.
" Makasih Bi. " Balas Greesel lirih.
" Iya Non sama-sama. Non gapapa kan ? Tanya Bi Sumini khawatir.
" Gapapa kok Bi, Bibi gak usah khawatir. " Greesel menjawab masih dengan suara yang lirih.
" Ya udah Bibi ke bawah lagi ya, masih banyak kerjaan. Kalo butuh sesuatu tinggal panggil Bibi aja. Permisi Den, Non. "
Anggukan dari Greesel dan Cio membuat Bi Sumini langsung undur diri dari hadapan mereka dengan senyum yang terulas di bibirnya.
Cio menyuapkan suapan yang kelima pada Greesel. Melihat adiknya yang terbilang kurus dengan pakaian yang terbilang tidak layak, sungguh membuat hatinya teriris. Dia sungguh gagal menjadi Abang, dimana seharusnya dia melindungi adiknya dia malah mengacuhkannya. Ia menyesal kenapa dulu dia menuruti perintah mama dan papa nya.
" Maafin Abang. " Ucap Cio, mengusap pelipis Greesel yang memar dengan air mata yang sudah tak bisa dia bendung.
Greesel mengulurkan tangannya yang sedikit gemetar untuk menghapus air mata yang jatuh ke pipi abangnya itu.
" Abang jangan nangis ! Abang gak salah jadi gak ada yang perlu dimaafkan. " Ucap Greesel.
Dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya." Abang salah. Harusnya Abang bisa lindungin kamu, jadi sandaran buat kamu. Bukannya malah jauhin kamu. Abang udah gagal jadi seorang Abang yang seharusnya. " Cio kembali
Menyuapkan suapan terakhir untuk Greesel." Sudahlah bang, aku tahu Abang gak bermaksud untuk melakukan itu. Aku ngerti, Abang ngelakuin ini karena Abang gak ingin membantah mama sama papa. " Ucap Greesel setelah dia menelan makanannya.
Cio menyimpan piring yang sudah kosong di atas nampan, lalu memberikan susu hangat kepada Greesel.
Cio tersenyum seraya mengusap lembut kepala Greesel, melihat Greesel meminum susunya hingga tandas.
" Sekarang Abang obatin luka kamu ya ? " Cio menerima gelas kosong yang Greesel sodorkan padanya lalu mengambil baskom yang berisi air hangat dan handuk kecil.
Cio meremas handuk lalu mengompres memar yang ada di pelipis Greesel, membuat Greesel meringis.
" Kenapa ini bisa memar seperti ini ? " Tanya Cio.
" Tadi kena gelas " jawab Greesel.
" Kena gelas ? Mama lempar kamu pake gelas ? "
Greesel mengangguk.
" Kenapa mama bisa semarah itu ? " Cio kembali menyelupkan handuk kedalam baskom, setelah memerasnya Cio mengompres ujung bibir serta pipi Greesel.Greesel meringis saat handuk mengenai luka di sudut bibirnya.
" Greesel yang salah. Greesel terlalu banyak minta sama mama, jadi mama marah. " Ucap Greesel." Emang kamu minta apa ? Pertanyaan yang tak kunjung mendapat balasan membuat Cio menghela nafas.
" Kamu bisa bangun kan ? Tanya Cio setelah dia memberikan obat memar kepada luka Greesel.Greesel mengangguk.
" Ya udah sekarang kamu ganti baju ya, baju kamu basah. Udah itu kamu boleh tidur lagi. " Cio membantu Greesel untuk bangun.
" Aku ganti baju di kamar aku aja bang. " Ucap Greesel saat Cio hendak membantunya ke kamar mandi.
" Kenapa gak disini aja ? " Tanya Cio.
" Abang gak akan macem-macem kok. " Lanjutnya.
Mendengar ucapan abangnya itu membuat Greesel tertawa walaupun setelahnya dia meringis kesakitan.
" Bukan gitu bang. Maksud aku biar pas udah ganti baju aku langsung tidur. "" Disini juga sama dek, kamu bisa langsung tidur. "
" Aku tidur disini gitu ? Tanya Greesel. Cio mengangguk.
" Gak usah deh bang nanti mama sama papa. " Ucap Greesel.
" Gak akan. Malam ini kamu tidur disini ya, biar Abang bisa jagain kamu. " Saat Greesel hendak membuka suara Cio sudah memotongnya." Gak ada bantahan, udah cepet sama ganti baju. Nanti masuk angin. "
Akhirnya dengan terpaksa Greesel masuk ke kamar mandi dan mengganti baju. Setelah membuka baju dia melihat begitu banyak memar yang didapat tubuhnya, mulai dari tangan, dada, hingga punggung.
Sekali lagi Greesel menangis, sebelumnya ibunya tak pernah marah hingga seperti ini. Apakah permintaan Greesel sangat keterlaluan? Hingga ibunya tega menyiksa nya seperti ini.