67

705 155 43
                                    

Wah Goal setengah hari saja, keren ... Sekarang mari kita lihat apa kalian masih dengan senang hati akan tetap kasih aku vote tanpa diminta?

Aku ga suka loh sama yang banyak nuntut tapi gak nge-effort, aku minta vote aja nih sementara aku nulis sering2 untuk kalian. 

Mari saling menguntungkan

MERDEKA


==============

"Ahjussi, kau tau kan, kau bisa menceritakan apa pun padaku. Jangan pernah mencoba menahannya seorang diri, terlebih jika itu terlampau berat. Ayo ke kamar, dan ceritakan padaku semuanya, ok?" Ara mengurai pelukan mereka, mengesat air mata di kedua pipi Yoongi lembut lantas menuntun pria itu ke dalam kamar.

Ara tau, dalam hidup bukan dia saja yang selalu membutuhkan pelukan hangat, bukan pula si lebih tua yang harus memberikan afeksinya pada si lebih muda. Buktinya, ada di beberapa waktu, ia menemukan bahwa Bora membawa kebahagiaan tersendiri untuknya, seolah diri Ara yang kecil, yang masih saja mendekam di alam bawah sadarnya ikut merasakan tawa tatkala buntalan lemak itu mengucapkan sesuatu yang manis seperti aku sayang eomma, i love you eomma.

"Minumlah dulu," titah Ara sembari menyodorkan satu botol air mineral yang dia ambil di atas nakas. Ara selalu menyimpan air di sana, sebagai antisipasi dirinya mengalami mimpi buruk tengah malam. Yoongi segera menurut walau ekspresi bingung masih saja menggelayuti wajahnya.

"Jadi, apa yang terjadi pada Yuna eonnie?"

Yoongi mendongak menatap Ara, mendapati wajah gadis itu tersenyum penuh pengertian, seolah mengatakan, aku baik-baik saja dengan semua ini, ayo bicara.

"Akar masalah dari apa yang terjadi dengan keluarga kecilku adalah ibu. Dia membuat Yuna pergi dan mengatakan bahwa anak kami meninggal. Di saat yang sama kala itu, ayah Yuna mengalami serangan jantung dan harus ditangani serius, lalu ibuku menawarkan sejumlah uang dengan catatan, Yuna harus pergi dari hidupku."

Hati Ara mencelus dengan kedua manik membola tak percaya mendengar penuturan Yoongi tersebut. Bukankah hal yang terjadi pada Lee Yuna itu terlalu mirip drama rumah tangga yang selalu ditayangkan stasiun TV favorit para ibu-ibu? Ara tau betul bagaimana sikap So Eun padanya, terlebih tatapannya, nyaris menganalogikan Ara sebagai kunyahan permen karet yang menempel pada sol sepatu. Namun tetap saja, memisahkan dua orang yang saling mencintai dengan cara kotor seperti itu Ara masih tidak habis pikir, terlebih memikirkan Bora yang menjadi korban selama delapan tahun ini.

Yoongi yang saat itu masih muda jelas tidak diberikan keleluasaan selain berusaha bertanggung jawab atas anak yang ditinggal bersamanya, hingga proses pencarian Yuna kala itu tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Well, siapa yang menduga bahwa gadis itu pergi ke Amerika? Yuna dan ayahnya bak hilang ditelan bumi begitu saja.

Ara menguatkan hati melalui sorot matanya, mencoba memberikan afeksi terbaik yang dia miliki untuk Yoongi. "Aku turut prihatin atas apa yang terjadi dengan kalian," ucap Ara tulus tangannya menangkup satu tangan Yoongi penuh simpati, "aku berharap kau dapat bertindak bijak dalam mengambil langkah selanjutnya. Maksudku ... jika kau ingin mengkonfirmasi segalanya dengan ibumu. Ingat, bahwa dalam masalah ini ada Bora yang ikut serta."

Yoongi menatap Ara lamat, takjub dengan perubahan sikap yang gadis itu tunjukkan akhir-akhir ini. Ara menjadi sosok yang lebih dewasa dan bijaksana.

"Kau tidak perlu bingung harus melakukan apa, yang harus kau lakukan adalah fokus dengan masalah yang sedang dihadapi ini. Yuna eonnie dan Bora berhak mendapatkan hak atas kebahagiaan mereka yang terjeda selama delapan tahun ini. Menurutku, kau harus memperjuangkan kebahagiaan mereka, dan aku akan mendukung apa pun keputusan yang kau ambil nanti." Ara kembali mengulas senyum tulus sebelum memilih berdiri, "umm Ahjussi ... sepertinya aku harus ke kamar mandi, aku ingin buang air kecil, sebentar ya." Cengiran lebar terlihat menghiasi wajah Ara, sebelum pribadi itu berlari dan terbenam di balik bilah kayu berpelitur putih tersebut. Tubuhnya merosot, tungkai yang menopang tubuhnya seolah lemas tatkala rasa sesak yang menggelayuti hatinya sejak tadi semakin tak tertahankan.

Kenapa setelah mengucapkan hal seperti itu, rasanya begitu perih? Apa yang aku pikirkan? Aku hanya ingin Ahjussi dan Bora bahagia, tetapi kenapa aku ingin menangis?

Ah, biarkanlah Ara menangis sebentar untuk kemudian tersenyum kembali untuk menguatkan semua orang. Itulah Ara, seorang gadis naif yang berpikir bahwa semuanya bisa dia bahagiakan. 

***

Sementara itu, Jimin tampak membawa langkahnya gusar tatkala dirinya sudah sampai pada luasan apartemen sederhana milik Yuna.

"Na-ya, kau harus menceritakan semuanya padaku." Suara itu terdengar begitu menuntut, padahal dia baru saja tiba di sana.

Yuna mencoba tenang, membiarkan Jimin menampatkan diri terlebih dahulu di atas sofa. Wanita itu begitu maklum jika sang kekasih menuntut penjelasan lebih dari mulutnya, mengingat dia memang tidak selebihnya menceritakan masa lalu pada pria itu. Bukan, bukan maksud Yuna untuk menutupi semuanya, dia hanya ingin memulai hidup baru tanpa sedikit pun menyinggung soal Min Yoongi, sang pengusaha sukses Korea Selatan sebagai masa lalu terindahnya.

Yuna berpikir, tidak menutup kemungkinan jika Ara tadi sudah menceritakan semua yang dia ketahui pada Jimin, dan walau lelah luar biasa terlebih karena sekarang otaknya dipenuhi senyum gadis kecil bernama Min Bora, dirinya akan menceritakan semuanya pada kekasinya itu, malam ini.

"Sayang, aku akan menceritakan semuanya, tetapi aku meminta kelapangan hatimu untuk mendengarkan cerita ini dari awal sampai akhir karena akan sangat panjang dan penuh drama," ucap Yuna, bibirnya mengulas senyum tipis menatap sorot menuntut yang Jimin pasang telah berubah sendu.

Ah, siapa yang tidak akan jatuh cinta pada sosok seperti pria di hadapannya itu? Bersama Jimin, Yuna jadi mempunyai keberanian untuk kembali melangkah, kembali percaya bahwa dirinya layak dicintai. Jimin itu seperti sosok pengganti Yoongi dan ayahnya. Ya, seperti itulah Jimin, pria dengan segala afeksi dan pelukan ternyaman di dunia.

Pria itu mengangguk paham. "Ceritakanlah."

***

Malam semakin larut, pribadi itu tampak gusar dengan berjalan mondar-mandir dalam jarak dekat, beberapa bagian kuku jemarinya dia gigiti sebagai salah satu bentuk ekspresi bahwa dirinya tengah dilanda stress.

Dia pernah berpikir, bahwa menyimpan rapat sebuah rahasia itu merupakan jalan terbaik, setidaknya bagi semua orang dan kebaikan semua orang. Dia bahkan rela melupakan alasan yang membuat dirinya hancur tempo hari.

Namun, sepertinya semua itu tidak berjalan baik ketika dia menjadi saksi bahwa orang yang dia upayakan akan hidup tenang atas keputusannya menyimpan rahasia ini, menjadi korban dari sebuah kenyataan yang tersimpan rapat.

Maka, mengenakan mantel hangat guna menghalau dingin yang kian terasa merupakan keputusan terbaiknya saat ini. Dia bermaksud untuk pergi ke toko yang menjual soju, setidaknya dia harus melepaskan kegusarannya malam ini dan berharap akan menemukan solusi dari segala kelesah yang menderanya sejak tadi.

Decit sepatu yang dikenakannya tampak bergaung di antara dinding gang sempit yang dia lewati, tidak takut tentu saja karena seluruh hidupnya hampir digelayuti ketakutan itu sendiri, hingga dia harus mengulas senyum tatkala dirinya sudah hampir sampai ke tempat yang dituju.

Langkahnya terayun penuh percaya diri, tak melihat ke kiri dan kanan karena jalanan yang dia lewati begitu sepi, dan saat dirusan lampu tiba-tiba saja menyilaukan matanya saat menggerakkan kepala ke arah kanan, saat itulah dia menyadari sesuatu. Kejadiannya begitu cepat dan sesuatu menabraknya dengan begitu keras.

"Arrggghhh ...."


====

Syapakah dia gaes? wkwkwk

When Yoongi Says Marry Me | End 💜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang