04 - Hukuman

8 1 0
                                    

Kalian tahu apa hukuman yang aku dan keempat kawan perempuanku terima?

Ya!

Mr. Julian memerintahkan tujuh tukang kebun MOA agar libur selama satu minggu lamanya, dan digantikan oleh kami. Setiap jam belajar bersama para mentor dimulai, kami tidak ikut. Mr. Julian  sendiri yang bilang kalau tujuh hari itu kami akan diliburkan dari jamnya plus! Dianggap bolos.

Ya ampun. Kebun MOA itu besaaarrr sekali. Sangat luas. Lokasinya ada di paling belakang MOA, dipinggir hutan, dekat kaki pegunungan yang menjulang di pulau itu. MOA memang punya kebun sendiri. Memproduksi sayur dan buah-buahan sendiri. Juga ada kandang sapi perah di dekat kebun itu. Kami berlima benar-benar bekerja setengah hari. Panas-panasan. Kotor-kotoran. Melakukan banyak hal yang biasa tukang kebun lakukan. Tapi jangan salahkan kami juga kalau nanti hasil kebunnya jadi buruk. Kan, kami tidak selihai tukang kebun itu dalam mengurusi perkebunan. Seragam kami kotor. Aku terpaksa melepas rompi sepinggul itu, dan hanya memakai seragam kemeja putihnya saja. Mana setiap siswa hanya diberi masing-masing tiga seragam saja. Satu seragam utama untuk acara-acara tertentu, dan dua seragam harian. Tukang laundry MOA akan mengambil pakaian kotor para murid setiap hari, jam lima sore. Tapi! Ini hal yang menyebalkannya! Kami berlima selalu beres pulang dari kebun setiap pukul tujuh malam, bahkan lebih. Itu membuat kami terpaksa mencuci baju sendiri di tempat laundry. Menunggu pakaian para murid beres dicuci dan dijemur, baru kami bisa mencuci pakaian kami. Sebenarnya bisa saja kami meminta tukang laundry itu mencucikan baju kami juga, tapi Mr. Julian  benar-benar niat sekali menghukum kami. Pria itu memerintahkan pada tukang laundry agar kami mencuci baju sendiri.

Liat saja nanti! Akan aku balas mentor itu! Jahat sekali, sih! Masa iya dihukum sampai segitunya?

"Aku lelah!" keluh Kaula sembari duduk bersandar pada sebuah pohon rindang pinggiran hutan.

Kami baru saja beres memberikan pupuk pada tanaman sayuran, dan sedang istirahat sebentar sekarang.

Aku pun ikut duduk bersandar lelah pada pohon, menghadap ke arah hutan. Di sana, ada pagar teralis besi setinggi sepuluh meter kurang lebih. Yang menjadi pembatas antar wilayah MOA dengan hutan. Aku mengerjap beberapa kali sembari mengembuskan napas lelah.

Siang ini matahari terik sekali. Satu setengah liter air botol sudah habis aku minum sendirian. Dan tentunya masih kurang kalau lanjut sampai sore bahkan malam nanti.

Kami kembali melanjutkan pekerjaan-hukuman-itu hingga pukul setengah enam sore. Beruntung sekali hari ini pekerjaan kami cepat selesainya. Seragam kami pun ikut dicuci sekalian oleh tukang laundry. Pukul enam lewat seperempat aku sudah kembali segar dan wangi setelah menghabiskan waktu lima belas menit di kamar mandi dan membuat teman-temanku bersungut jengkel sebab mereka pun harus mandi dan bersih-bersih.

Tapi, aku tidak setenang yang dilihat. Aku diam, termenung sembari menopangkan tanganku pada jendela kamar yang aku buka. Beberapa hari ini aku selalu memikirkan soal ucapan teman-temanku itu, soal yang katanya aku bisa "bicara" dengan hewan. Apa mereka serius dengan itu? Atau mereka sudah termakan gurauannya Mr. Levin? Tapi, kalau seandainya, ya, seandainya, loh ini. Aku sungguhan bisa "bicara" dengan hewan, dari mana Mr. Levin tahu soal itu? Kami belum pernah bertemu sebelumnya. Beberapa bulan di MOA, aku bertemu dengannya, dan entahlah bagaimana jadinya kami bisa begitu dekat dua minggu lamanya itu. Padahal awalnya Mr. Julian  yang memperkenalkan ku padanya, lalu dia ramah dan selalu tersenyum saat bertemu denganku. Aku juga bingung kenapa aku merasa begitu nyaman saat bersamanya. Eh, tapi bukan nyaman karna aku suka padanya, ya-ya meski dia memang tampan sekali, sih. Dia membuatku nyaman karna pribadinya yang hangat dan sangat ramah sekali padaku. Tidak tahu kalau ke yang lain. Dia tidak ragu membagikan ilmunya padaku, membuat kami semakin dekat setiap harinya. Hingga aku berani bercerita sedikit tentang diriku, dan ya, aku tidak menduga kalau dia akan seterkejut itu. Tatapan matanya, raut wajahnya, dan nada bicaranya saat aku bilang bahwa aku tidak tau siapa orang tuaku seperti menjelaskan banyak hal yang tidak aku mengerti. Seperti ada sesuatu yang membuatnya berpikir keras. Sejak saat itu pula, tatapannya padaku semakin erat. Seperti intens sekali saat memandangku, namun tetap terasa hangat dan ramah. Apa dia tau tentang orang tuaku? Kenapa ekspresinya seperti itu saat aku menceritakan soal orang tuaku? Tapi kalau dia tau, kenapa dia nampak terkejut sekali? Berarti dia tau aku siapa, dong? Tapi kalau tau, kenapa seolah-olah dia menganggapku benar-benar orang asing saat pertama kali bertemu? Apa aku memiliki hubungan kekeluargaan atau semacamnya dengannya? Dan ya! Soal apa yang teman-temanku katakan, aku bisa "bicara" dengan hewan. Darimana dia tau soal itu?

Dalula DelugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang