04 | Jaemin Wangi

2.5K 315 25
                                    

◦○◦ SERENDIPITY ◦○◦

Hujan mengguyur deras saat Jaemin berniat pulang bekerja. Dia tidak bawa payung soalnya pagi tadi cerah sekali.

Helaan napasnya terdengar. Dia memilih untuk menunggu di depan toko roti. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku coat coklatnya. Memperhatikan ribuan tetesan air hujan yang terus menghantam jalanan bebatuan di depannya.

Banyak orang berlalu lalang. Membawa payung di tangan kiri atau kanan mereka. Sesekali menoleh ke Jaemin dan menyapanya. Sekedar tersenyum.

Tatapan Jaemin jatuh pada seseorang yang sedang berjalan ke arahnya. Membawa payung miliknya. Dia memakai celana panjang, cuman kaosan berwarna putih. Jaman sekarang, tidak ada orang yang berlalu lalang seperti itu.

Mungkin, Haechan sudah pernah ke masa depan. Makanya gaya berpakaiannya cukup berbeda.

Payung yang dia bawa, sedikit naik. Memperlihatkan wajah tampan dengan helai rambut yang sesekali bergerak karena angin. Senyumnya terlihat.

Tanpa sadar, Jaemin terpesona. Dia menegakkan punggungnya. Jaemin berdehem, menghilangkan salah tingkahnya akibat tatapan dalam Haechan.

"Sore, Jaemin. Sore ini, langit menangis. Seperti kau saat malam pertama."

Hilang sudah imej tampan yang Jaemin cantumkan pada Haechan. Iya Haechan memang tampan, tapi mulutnya tidak. Haechan sering sekali berbicara kotor, walaupun diplesetkan sedikit.

"Mulutmu seperti tidak pernah sekolah."

"Memang tidak."

Jaemin mendengus. Haechan tanpa sekolah juga sudah pasti pintar. Pintar menipu.

"Ayo pulang, istriku. Kita beristirahat saat sampai pulang."

Ada hantu alay seperti Haechan? Tapi, nyatanya ada. Yaitu cuman Haechan.

"Mau berteleportasi atau jalan kaki saja?"

"Terbang." Jaemin menjawab asal karena kesal.

"Baiklah, terbang."

Haechan menarik pinggang Jaemin. Yang lebih muda jelas panik. Yakali mau terbang beneran. Dia mana ada sayap. Dan sedang hujan begini!

Tapi nyatanya, perlahan kakinya mulai tidak menapak pada jalan. Jaemin panik, dia memeluk Haechan erat. Kakinya bergerak-gerak, merasa begitu takut karena tidak mendapatkan pijakan.

"B-bisa kau turunkan? Aku ... Aku takut!"

Haechan tersenyum. Dia hanya memegangi Jaemin dengan satu tangannya. Tangan kirinya masih memegangi payung, memastikan kalau Jaemin tidak kebasahan.

"Permintaan pertamamu, aku kabulkan."

"Aku tidak meminta! Aku menjawab asal!" bantah Jaemin sembari ketakutan.

"Oh? Tidak, ya? Ya sudah."

Dengan tiba-tiba, tubuh mereka meluncur ke bawah dengan cepat. Jaemin berteriak panik.

"Tidak! Tidak! Aku belum mau mati! Aku belum menikah dan memiliki anak! Aku juga belum kaya, belum memberi hadiah ke diriku sendiri."

Berbanding terbalik dengan Jaemin yang panik luar biasa, Haechan malah sangat santai. Masih memegangi payungnya.

"Jaemin."

"Haechan, Haechan, aku belum mau mati!"

"Meminta, sayang."

Didukung oleh rasa takut, Jaemin menjawab; "Iya! Tolong terbang lagi! Atau biarkan aku jatuh di atas tempar tidur yang empuk! Aku belum mau mati."

Haechan tersenyum lebar. Jaemin makin panik saat dia melihat jelas jalanan basah di bawahnya. Kedua matanya terpejam, bersiap untuk menerima rasa sakit.

SERENDIPITY » HYUCKNA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang