CH 8

360 40 22
                                    

Minna, lama ga ketemu!
Habis baca ceritanya tolong kasih pendapat kalian ya, biar aku tuh tau ini cerita bagus apa engga



*****

-DIA-

A ZoSan Story

Disclaimer : Semua tokoh dalam cerita ini milik Odacchi

Yaoi || BL




000oo...oo000





Seharusnya sejak awal Sanji menolak dengan keras kedatangan Zoro saat mobil mewah milik sahabat kecilnya itu mulai memasuki bagunan apartemennya.

Seharusnya, Sanji meminta pria itu untuk memutar balik mobilnya ke tempat lain.

Seharusnya saat ini Zoro tidak sedang duduk dengan nyaman di atas sofa ruang tamunya.

Karena Sanji tidak bisa membohongi dirinya, seberapapun rasa kesal masih menyelimuti, bahwa dia merindukan sosok pria itu untuk berada disana.

"Kau tidak punya sake?"

Sekarang pria itu bersikap seakan tidak pernah ada perdebatan diantara mereka.

Sanji mengenalnya.

Ia mengenal pria di hadapannya ini.

Sudah berapa lama Sanji tidak bertemu dengannya, dengan sosok Zoro yang terasa begitu familiar.

Pria bersurai keemasan itu memantapkan diri sebelum duduk di sebelah Zoro. "Bicaralah, aku tidak punya waktu seharian."

Dia tidak boleh melemah lagi. Tidak setelah berkali-kali Zoro mengusirnya.

Tapi seakan bumi bisa membaca pikirannya, dan dengan sengaja tidak mengizinkan hal itu terjadi, sekali lagi, sekali lagi Sanji menemukan dirinya bimbang saat Zoro membalas perkataannya.

"Aku punya. Aku libur satu hari penuh besok."

Sanji berdeham dengan cukup keras untuk menyadarkan dirinya sendiri setelah terdiam selama beberapa detik yang terasa panjang. "Bagus untukmu." Katanya sebelum menyeruput sedikit tehnya. "Tapi aku tidak punya. Kau mau bicara apa?"

Zoro tidak langsung membalas ucapan Sanji. Pria berstatus model itu memilih untuk memiringkan tubuhnya dan membiarkannya terbenam lebih dalam pada sofa empuk milik Sanji. Mata hitamnya tidak pernah lepas dari pria itu.

Sejujurnya, Zoro sendiri tidak mengerti mengapa ia memaksa untuk berbicara dengan Sanji. Dia bahkan rela lembur beberapa hari belakangan ini, demi menyelesaikan semua pekerjaannya agar ia bisa mendapatkan hari libur.

Sekarang dia bisa melihat Sanji yang mulai merasa tidak nyaman karena tatapannya. Tapi dia menemukan dirinya masih tidak ingin berpaling. "Rambutmu lebih panjang." Ucapnya akhirnya.

Secara refleks Sanji menyentuh ujung rambutnya yang sudah tumbuh hampir menyentuh bahu.

Benar, ini pertama kali Sanji mencoba memanjangkan rambutnya. Tapi sejak kapan Zoro peduli?

"Cocok."

Satu kata.

Hanya satu kata dari Zoro, tapi mampu membuat Sanji membelalakkan matanya. Ia bergeser mendekat dan dengan cepat menempelkan punggung telapak tangannya di dahi Zoro. "Kau sakit Marimo?" tanyanya.

Kini giliran Zoro yang tertegun setelah melihat betapa cemas raut wajah pria di hadapannya.

"Mau kubuatkan bubur? Apa kau kedinginan?" telapak tangan Sanji berpindah ke pipinya, terasa hangat.

Benar, bagaimana Zoro bisa melupakan betapa baik pria di hadapannya ini?

Meskipun banyak kata-kata kasar yang mengalun dari bibir Sanji.

Meskipun mereka tidak berhenti melakukan perdebatan kecil yang tidak berguna.

Tapi sekarang dia ingat dengan jelas, bahwa Sanji selalu bersikap peduli dan memperhatikannya. Pria itu bahkan mau repot-repot memasak dan mengantarkan bekal untuknya setiap ia selesai berlatih kendo.

Sanji membandingkan suhu tubuh Zoro dengan suhu tubuhnya sendiri. Pria itu tidak demam. Tapi kenapa bicaranya melantur begitu?

Ia meletakkan telapak tangannya pada permukaan perut Zoro yang terbalut kaus hitam tipis namun memiliki harga yang terbilang fantastis. "Perutmu sakit?"

Mungkin Zoro terlalu larut dalam pekerjaannya hingga ia melewatkan beberapa kali jam makan, Sanji begitu kesal sekaligus cemas memikirkannya. Zoro tidak pernah melewatkan satu kalipun jam makan saat bersamanya!

Zoro mendesah dengan keras, cukup jelas agar Sanji bisa mendengarnya. Ia memejamkan mata dan memijat kening. "Aku lelah." Ujarnya.

Tidak sepenuhnya bohong. Meskipun ia baru menyadari rasa lelah karena terus bekerja itu setelah ia mendengar rentetan pertanyaan dari Sanji.

Apakah Sanji memperlakukan pria berambut hitam itu seperti ini? Seperti Sanji memperlakukan dirinya? Atau mungkin lebih baik lagi karena pria itu adalah kekasihnya?

Oh, sekarang ia jadi merasa kesal.

Bukankah itu tujuan awal Zoro datang menemui Sanji? Untuk menanyakan kejelasan tentang dokter kampus mereka? Benarkah? Atau ada hal lain yang perlu diketahuinya?

Zoro tidak mengingatnya dengan jelas, tapi dia sangat yakin dia tidak ingin membahas pria itu sekarang. Tidak saat semua perhatian Sanji sedang tertuju padanya.

Dia mendengar Sanji menggeram, dan membuka mata "Apa mereka tidak memberimu makan dengan benar?!" nada suaranya terdengar kesal. "Kau mau apa? Onigiri?"

Zoro bisa merasakan sudut bibirnya terangkat naik. Dia tidak mengerti kenapa ia begitu menikmati keadaan saat ini. Kalau diingat lagi, mungkin karena ia bebas menjadi dirinya sendiri, sekaligus merasa dimanja setelah sekian lama tidak merasakannya. Tidak di tempat kerja, di rumah, bahkan tidak saat ia bersama Hiyori.

"Cook, kau berisik." Katanya pelan, bukan dengan nada mencemooh atau mencoba mencari perkara dengan Sanji. Suaranya berat, namun lembut, membuat Sanji tidak bisa membalasnya dengan umpatan kasar meskipun ia begitu ingin.

Zoro meraih tangan Sanji yang masih berada di atas perutnya, lalu mengelusnya dengan lembut menggunakan ibu jarinya.

"Aku mau tidur sebentar, bangunkan aku setelah kau selesai membuat onigiri."





With Love,
Cndy


*****

Review biar aku tau pendapat kalian yaa, jangan cuma vote pliiss



DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang