Tujuh: Wanita

70 6 0
                                    

"Oh, jadi ini rumah lo."

Rici dan Shila baru saja tiba di komplek perumahan elite di sebuah daerah yang cukup jauh dari kediaman Rici.

"Yuk, masuk!" ajak cowok itu. Namun, gadis yang di ajaknya itu tampak ragu untuk mengikuti idenya yang mengajaknya ke sana.

"Oi, ayo cepet masuk, kita gak bisa liat ke dalem kalo kehalang gerbang yang tingginya naudzubillah ini."

"Ya udah, deh." jawab Shila cemberut.

"Eh tunggu-tunggu, btw, gimana cara masuknya nih?" tanya Rici kemudian.

"Um, pegang tangan aku." saat mengatakannya, Shila mengulurkan tangan putih lembutnya itu pada cowok yang berdiri di sampingnya.

Sedikit ragu, tetapi kemudian cowok itu menyambut uluran tangannya. Membuat gadis disebelahnya kegirangan karena kini telapak tangan mereka saling bersentuhan.

Sa.ling.ber.sen.tu.han.

"Terus, apa yang harus gue lakuin sekarang?"

"Tutup mata kamu."

"Tutup mata?" Rici mengernyit.

"Aku punya kemampuan berpindah tempat secara ajaib, Rici."

"Maksud lo teleportasi?"

Ya, sebagai makhluk gaib, Shila memiliki kemampuan teleportasi.

Hanya tinggal menyebut tujuan dalam hati, dan foilah ia sampai di tempat yang ia inginkan.

"Oiya, itu maksud aku, Rici." jawab hantu itu. "Sekarang, karena kamu udah megang tangan aku, kamu tutup mata ya."

Mengikuti instruksi, setelah memejamkan mata sambil berpegangan tangan, secepat kilat menyambar, mereka akhirnya tiba disana. Di atas pohon.

Alangkah terkejutnya Rici ketika membuka mata, karena posisinya saat itu sangat vulgar.

Rici duduk di atas pohon, sedangkan gadis yang membawanya ke sana posisinya sedang duduk manja tepat di atas pahanya.

"Woy! Lo yang bener aja dong, masa kita mendarat disini, sih? Kagak ada keren-kerennya sama sekali!" protes Rici.

"Issh, Rici jangan berisik dong ... ntar kalo kedengeran orang rumah, gimana?"

"Enteng banget lo kalo ngomong, paha gue bisa kesemutan nih lama-lama, turun lo!"

"Sssttt, nih, kamu pake teropong aja, kita ngawasin disini."

"Mata lo soek!" cela Rici. "Ngawasin sih ngawasin, tapi ya gak di atas puhun juga kali, woy. Kita berdua nangkring disini udah kek beruk tau gak!"

"Rici berisik nih." Shila mencubit pelan hidung bangir cowok yang menopangnya duduk.

"Maen cubit-cubit aja lo, emangnya gue kue cubit?!" protes Rici galak. "Ayo turun!"

"Ya udah, iya, iya, kita turun." Shila mengalah.

"Ya tapi gimana caranya, Oneng?"

"Kamu merem lagi, tapi kali ini sambil meluk ya!" perintah gadis itu, ada maunya.

"Ogah gue!" tolak Rici dengan kejam. "Turunin gue cepet! Kalo gak, gue lempar juga lo!"

Secepat kedipan mata, mereka sudah sampai di depan jendela super besar rumah tersebut yang gordennya terbuka lebar—menampakkan ruang keluarga dengan nuansa indah dan nyaman.

Rici terpana melihat kemewahan interior rumah itu.

Disana, terlihat Nelly—Ibu tiri Shila yang saat itu baru saja membawakan makanan serta teh hangat untuk suaminya yang duduk melamun di sofa sambil memegang sebingkai foto.

"HANTU BAWEL"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang