Chapter 19

1.3K 57 1
                                    


Jeremy memandangi wilayah sebuah rumah yang bisa dibilang cukup luas, dikelilingi oleh pagar besi besar dan sekilas ke dalam sudah terlihat taman rimbun yang dihiasi air mancur yang indah. Itu adalah rumah besar dengan design yang sangat bagus, dengan perabotan yang elegan dan mewah.

Sebuah rumah yang beradaptasi dengan baik dengan kehidupan keluarga kaya. Rumah yang menawarkan hunian nyaman dan mewah. Namun itu adalah rumah yang tidak dimiliki Jeremy. Dia sebelumnya tinggal di rumah sederhana tanpa kemewahan, namun dia paham bahwa itu karena orang tuanya berpisah. Dia paham bahwa ayahnya mempunyai keluarga baru, namun dia tidak mengerti kenapa ada rasa dendam yang menyelimutinya.

Anak laki-laki berwajah tampan itu berdiri di depan rumah besar itu, bersama dengan si kembar yang berdiri satu di setiap sisinya. Tanpa pikir panjang, dia membunyikan bel dengan keras meski dia kehabisan napas.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Sebuah suara yang terdengar tidak suka terdengar, sambil memutar matanya ke arah orang-orang di luar pagar. Pemuda manis yang baik hati itu kemudian memberitahunya bahwa dia ingin bertemu seseorang.

"Kenapa kau kesini? Dia tidak ada di sini, dia pergi bekerja." Seorang wanita paruh baya menjawab dengan ekspresi datar tanpa menyadari siapa orang yang dia hadapi.

"Jangan bohong padaku, bar hari ini tutup, jadi dia pasti ada di rumah. Aku tahu dia ada di sini, dan itu mobilnya, aku ingat betul." Pria kecil itu menjawab dengan percaya diri. Orang lain tertegun dan dilihat dari wajahnya, dia terlihat sedang mencari jawaban.

"Jadi, siapa kalian? Sepertinya kalian bukan orang yang bisa dipercaya. Kalian tampak seperti sekelompok penjahat yang ingin menerobos masuk!"

Jeremy langsung menatap wajah si kembar, begitu melihat sorot matanya yang tajam, dia sudah bisa menebak apa yang dipikirkan mereka.

Jeremy menghela nafas sebelum berbicara dengan suara dingin, hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Bukan karena dia ingin, tapi demi kebaikan diri wanita itu, karena jika si kembar mengurus semuanya sendiri, wanita ini tidak akan selamat.

"Bibi, awalnya aku bermaksud berbicara ramah agar kau membukakan pintu untukku, tapi sepertinya itu sia-sia. Biasanya aku adalah orang yang bersikap tenang, tapi kali ini, bibi tidak terlalu beruntung melihat sisi ku yang ini."

Selesai berbicara, Jeremy berbalik untuk mengistirahatkan wajahnya sebagai respon terhadap si kembar. Saat itulah sekelompok anak buahnya melakukan penyergapan. Sesuai perintah, mereka segera berkumpul di depan gerbang besar, sementara yang lain dengan penuh semangat memanjat pagar. Dengan terampil dan cepat, dalam sepersekian detik, tubuh wanita paruh baya itu langsung dikepung. Sebelum dia sempat bersuara, Jeremy tersenyum tegas.

"Kalau bibi masih ingin hidup, jangan bersuara," ucap laki-laki berwajah tampan itu sambil memandang ke arah pintu yang dibukakan oleh bawahan si kembar. Segera, Jeremy dan si kembar mulai berjalan langsung menuju rumah.

"Oscar!" Jeremy memanggil seseorang begitu dia memasuki rumah. Dia tidak hanya memanggil orang tersebut, tapi dia juga menyeret wanita itu untuk menemui ayahnya.

(TN: Wait, mana Jeremy yang polos dan lembut???)

"Kenapa kau di sini?" Seorang anak laki-laki yang masih mengenakan pakaian pelajar SMA, bertanya dengan suara yang tidak ramah. Mendengar hal tersebut, seorang pria paruh baya segera datang dan berdiri di sampingnya.

"Jerry, ada apa? Bos, bagaimana kalian ada disini?" tanya ayah Jeremy panik. Mata lelaki tua itu berkilat karena terkejut saat melihat putranya ditemani oleh dua orang tuan muda dari klub tempatnya bekerja.

"Untuk apa kau kesini? Apa kau akan meminta uang?" ejek istri ayahnya.

"Apa itu kau, Oscar?" Jeremy tidak menjawab wanita atau pertanyaan yang dilontarkan ayahnya tadi, malah memilih bertanya kepada anak laki-laki di depannya akan apa yang sebenarnya telah dia lakukan.

"Apa maksudmu!!"

"Itu kau, kan?! Kau yang menelepon para bajingan ini dan menjualku untuk melayani para lelaki dengan tubuhku!"

Pasangan itu tertegun mendengarnya, karena semuanya di luar dugaan. Jeremy, yang mengira orang ini tidak akan menerima apapun dengan mudah di depan ayahnya, tersenyum dingin dan menjawab dengan suara kaku.

"Ya. Itu aku. Kenapa, hah?"

"Bagaimana bisa kau melakukan itu, Oscar! Aku kakakmu!" Dia berkata sebagai tanggapan, suaranya jelas menyakitkan, tidak tahu apa itu karena kekesalan atas apa yang telah terjadi atau karena dia khawatir tentang Oscar.

"Karena aku membencimu!"

Kata-kata kasar menusuk perasaan Jeremy dalam sekejap. Warna kulit dingin muncul di wajahnya yang terdistorsi saat melihat penampilan adiknya yang tanpa belas kasihan.

"Aku benci karena Ayah lebih mengkhawatirkanmu daripada aku. Setiap tahun, dia membeli hadiah dan mengirimkan uang untuk membayar biaya kuliahmu yang mahal. Kau tidak layak sama sekali mendapatkannya. Selain itu, aku lihat baru-baru ini kau meminta uang kepada ayahku dan dia memberikannya bukan? Sedangkan ketika aku menginginkan sesuatu, aku tidak pernah mendapatkannya dengan mudah. Baginya, aku sama sekali tidak pandai dalam hal apapun, dan selalu dibandingkan denganmu. Hingga akupun harus harus mencari uang sendiri sepertimu, makanya aku kesal!"

Plak!!

Suara pukulan telapak tangan yang mengenai wajah pemuda itu terdengar nyaring, yang pastinya juga bukan berasal dari ibu atau ayahnya. Dengan marah, remaja itu memandang Jeremy seolah darahnya mendidih dan akan segera memakannya hidup-hidup.

"Kau menamparku?!!"

Remaja berdarah panas itu akan menyerang kakak laki-laki, yang tidak disukainya, tapi kedua anak kembar itu bergegas mendekat. Segera, mereka bergerak untuk menahan lelaki kecil yang memiliki wajah manis seperti Jeremy tapi menakutkan.

"Kalau kau berani menyentuhnya sedikit saja, kau akan tahu kenapa kami disebut Si kembar dari neraka!" Ucap Winter pada remaja yang sedang dipegang erat oleh Summer.

"Lenganmu kecil sekali..." kata Summers sambil menunjuk ke arahnya, tapi sorot matanya membuatnya seolah-olah dia ingin mematahkan lengan anak kecil itu, jika bukan karena fakta bahwa dia adalah adik laki-laki Jeremy, dia mungkin tidak akan selamat.

Oscar tidak memperdulikannya, tapi orang tua anak laki-laki itu yang merasa takut terutama sang ayah karena mengetahui betul bagaimana si kembar dengan baik, sehingga dia harus memastikan anak bungsunya lepas dari genggaman si kembar.

"Aku menamparmu karena aku ingin kau sadar. Kau mengatakan bahwa ayahmu memberiku segalanya dan bukan kau? Kau benar-benar tidak tahu apa-apa, karena ayahku tidak pernah membayar uang sekolah dan membeli hadiah untuk ku. Bahkan, aku bisa menghitung berapa kali dalam setahun aku melihat wajah ayahku, tidak seperti kau, yang setiap hari memilikinya dan memeluknya. Dia tidak pernah memberiku uang, karena dia telah memberikan segalanya untukmu. Aku bahkan harus bekerja sepanjang waktu untuk mendapatkan apa yang aku punya. Sementara kau bisa dengan mudah menghabiskan semuanya, itu pasti menyenangkan kan? Selagi kau tidur dengan nyaman, aku harus bekerja sampai aku tidak punya tenaga yang tersisa dan yang paling penting... dia selalu mencintaimu! Dia lebih mencintaimu daripada aku!!"

Teriak anak manis itu, sambil melampiaskan isi hatinya. Air mata mengalir di wajahnya, hingga sang ayah tak berani menatap mata anaknya karena perkataan yang diucapkannya semua benar adanya. Jeremy mengambil nafas terakhir untuk mengisi paru-parunya sebelum mengatakan semua yang ada di pikirannya.

"Mulai hari ini dan seterusnya, aku dan keluargamu tidak lagi terlibat. Kau tidak punya anak lagi bernama Jeremy." Jeremy berkata dan berjalan pergi. Summer, si kembar yang lebih muda, menoleh ke arah Oscar lagi untuk mengucapkan selamat tinggal sebelum mereka pergi.

"Kau merasa hidupmu sudah seperti neraka, padahal kau tidak pernah melihat apa yang kakak mu hadapi. Jika kau ingin tahu seperti apa neraka itu, aku bisa menunjukkannya, Nak!!"

Malam itu, begitu mereka tiba di kondominium, si kembar menghibur Jeremy, yang dengan penuh kesakitan berjanji bahwa ini terakhir kalinya dia menangis untuk keluarga ayahnya. Sekarang dia akan melanjutkan hidup tanpa bergantung pada orang-orang itu lagi. .... .

Si kembar memandangnya, melihat dia sedang duduk sambil menangis sedih. Mereka berdua berjanji akan tinggal bersamanya.

Malam ini, meski lelaki kecil itu menangis sepanjang malam hingga kehilangan akal sehatnya, keduanya akan selalu berada disisinya.

.

.

.

HELL TWIN - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang