DAY 02

15 8 0
                                        

DESTINY APPOINTED YOU

****

"Rajin amat. Udah bisa serumah sama gue, nih." Suara Ian pertama kali terdengar saat laki-laki itu masuk dan bersandar pada pintu toilet dengan kedua tangan berada di saku celana abu-abunya. "Jadi tukang bersih-bersih tapi," lanjutnya.

Sara tak acuh seolah di tempat ini tak ada siapa-siapa selain dirinya dan terus membersihkan lantai toilet dengan berat hati. Ia sedikit kesal dengan laki-laki itu, sangat sedikit.

"Nggak enak banget rasanya dicuekin," ujar Ian lagi dengan muka sedih yang dibuat-buat.

Detik itulah Sara menghentikan kegiatannya hanya untuk menoleh pada sahabatnya itu. "Lo ke sini kalau cuma buat ganggu gue mending lo keluar, deh. Lagian ini juga toilet cewek ngapain lo masuk goblok. Keluar lo, keluar!"

Sara manfaatkan alat pel sebagai senjata guna memukul sahabatnya itu. Semakin cepat gerakan Sara untuk memukul semakin cepat juga Ian untuk terus menghindar hingga dirinya sudah berada di luar toilet.

"Tujuan gue ke sini 'kan mau nemenin lo."

"Gue nggak mau ditemenin sama setan kayak lo," tolak Sara sembari menunjuk wajah laki-laki itu dengan tangkai pel yang ia pegang.

"Jahat banget gue dibilang setan," balas Ian dengan memasang wajah kecewanya. "Oke, setan pun milih-milih temen."

Selanjutnya Ian memilih pergi dari sana, tetapi saat kedua kakinya baru berjalan beberapa langkah ia kembali, terlihat Sara yang hendak kembali melanjutkan tugasnya. "By the way, Kara di mana?"

"Perpustakaan," jawab Sara tanpa menoleh pada sahabatnya itu sedikit pun.

Ia langsung meninggal Sara seorang diri tanpa meninggalkan sepatah katapun lagi, sementara Sara tersadar kenapa ia harus jujur tentang keberadaan Kara, seharusnya ia bohong saja tadi sebagai pembalasan dendamnya kepada Ian.

Sara mendesah kecewa.

***

Tanpa musik rasanya hidup sangat sunyi. Dengan musik lah Kara selalu mengisi hari-harinya yang sepi juga sebagai penyemangat diri. Seumur hidup Kara hanya musik yang ia sukai seutuhnya dan tak lupa juga dengan kembarannya, Sara yang berjanji untuk selalu menemaninya dan sama-sama bertahan hidup sampai kapanpun itu walaupun suatu saat nanti sudah mempunyai tujuan hidup masing-masing.

Kara akan selalu mengingat janji-janji itu.

Di ruang perpustakaan yang sepi, Kara menikmati setiap lirik lagu dengan headset yang menyumbat kedua telinganya.

Seperti judul lagunya, "Teman Hidup." Kara benar-benar sudah menganggap lagu itu sebagai teman hidup. Teman yang selalu mengisi kekosongan di hidupnya.

Tersisa satu rak lagi yang perlu ia bersihkan. Kara mengangkat kemoceng ingin menghilangkan debu-debu pada tumpukan buku yang berada paling atas. Namun, Kara dikagetkan dengan seseorang yang secara tiba-tiba menarik lengannya hingga terduduk pada lantai.

Kara terdiam menatap cukup lama bagaimana sorot wajah Ian yang mengkhawatirkannya. Jarang-jarang dirinya bertatapan dengan Ian dengan jarak sedekat ini.

"Kar, lo nggak apa-apa?" tanya Ian sebelum akhirnya memberikan tepukan pada lengan Kara dan berhasil menyadarkannya.

Spontan Kara menoleh ke samping di mana banyaknya buku-buku yang berserakan di lantai. Ia berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Destiny Appointed You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang