Bismillah, Allahumma Yassir, Walau Tu'assir😇😇

Kita mulai kembali kisah Bintang dan Zahra ya, walau Risha sudah nggak ada, kita tetep harus terus berjuang, nggak boleh lemah walau orang yang kita sayang udah gak ada di samping kita.





'Aaisyah Salmaa Zulaikha,

Tiga tokoh muslimah yang melukiskan benang merah dalam sejarah penting dalam islam. 'Aaisyah, istri Rosulullah, putri sahabat Bu bakar, memiliki kemuliaan yang amat sangat banyak, mulai dari akhlaqnya, nasabnya, hingga kecerdasannya yang lebih unggul dari ummahatul muslimin lainnya.

Salmaa, istri Salman Al Farisi, sahabat  yang mencetuskan digalinya parit saat perang ahzab, hingga kaum muslimin memenangkan perang tersebut. Pernah mendengar bahwa di balik laki-laki sukses, ada perempuan hebat disisinya?. Maka Salmaa, istri Salman Al Farisi telah membuktikannya.

Zulaikha dan cinta fenomenalnya, memberi kita pelajaran, bahwa ketika kita mengejar cinta manusia, maka Allah akan menjauhkan kita dari apa yang kita cinta, namun jika kita mengejar cinta Allah, maka Allah sendiri yang akan menyusun kisah indah.

Pikiran Salmaa bergelut, saling memaksa untuk berkuasa, rasanya ingin berhenti, tapi Salmaa percaya, luka yang terjadi bukanlah kiamat, masih ada hari esok yang harus ia jalani. Dunianya belum benar-benar usai, tapi ia sungguh lelah dengan skenario yang ada.

Bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan masih selalu membuatnya menciut dan merasa hancur. Rasanya begitu sesak, seperti ada tembok yang sangat tinggi dan membuatnya tak mengerti caranya pergi dari rasa sakit. Ia ingin kembali melangkah, tapi ia tak bisa bergerak, berputar diputaran yang menyiksa.

"Salmaa"

Suara Emer membuat Salmaa diam, menegang, seperti ada masalahnya yang mendekat, padahal itu Emer, temannya.

"Boleh aku masuk?"

Suara Emer memenuhi ruang kelas yang remang-remang, Salmaa membiarkan air mata yang tengah menetes mewakili perasaannya, tanpa mengusapnya.

Karena Salmaa tak kunjung menjawab pertanyaannya, Emer melangkah masuk, dan duduk dikursi yang berada didepan Salmaa. Sepertinya ada yang ingin Emer sampaikan.

"Salmaa, bagaimana kabarmu?" Mulai Emer, Salmaa diam, ia menatap ke bawah, menatap sampul buku tulis yang ia letakkan didepannya.

"Alhamdulillah jika kamu baik-baik saja." Lanjut Emer tanpa peduli dibalas atau tidak oleh Salmaa.

"Sal, maaf yha, jika aku mengusikmu, tapi aku sungguh rindu denganmu, rindu dengan canda tawamu, rindu dengan ceritamu, kehangatan yang kau ciptakan diantara kami. Maaf jika kami tidak bisa membantumu. Kami tidak memaksamu seperti dulu, kami hanya ingin kamu tau, seperti apapun masalahnya, kami selalu ada untuk mu, selalu bisa jadi tempatmu bercerita. Walau kamu belum tentu mendapatkan solusi jika bercerita dengan kami setidaknya kamu tau kami selalu bisa berusaha menemanimu." Panjang Emer, tanpa ada respon yang memuaskan dari Salmaa.

Sholat maghrib yang di laksanakan tepat di ruangan sebelah kiri kelas mereka sudah memasuki rakyat je dua, terdengar imam yang membacakan surat al fatihah dan dilanjutkan dengan surat ad dhuha.

"Salmaa, maaf ya, kami belum hisa menjadi teman yang baik." Lanjut Emer, ia sudah tidak tau harus berkata apa lagi agar Salmaa mau bicara. 

Tapi tak disangka, Salmaa membalas kalimat penutup dan Emer dengan senyuman, senyuman yang belum pernah dilihat oleh teman-temannya beberapa hari terakhir. Emer terharu, tapi ia merasa cukup, mungkin memang Salmaa belum sepenuhnya dapat memulai kembali apa yang telah ia tutup.

Emer pamit.

Memberi ruang sepi untuk Salmaa. Mungkin itu jauh lebih baik dari pada memaksakan Salmaa untuk terbuka.

Tak begitu lama sholat maghrib usai dilaksanakan, Salmaa tau saat mendengar dzikir bakda sholat yang sengaja dikeraskan bacaannya. Salmaa menutup mushaf, keluar kelas dan mushola, menyusul santri lain yang juga berhalangan untuk mengikuti agenda kegiatan selanjutnya.

Biasanya setelah sholat maghrib, dilanjutkan dzikir bakda sholat, maka akan ada kegiatan yang biasa di sebut tausiyah, yaitu kegiatan dimana ada salah satu santri yang sudah dijadwalkan untuk memberi materi dan membawakannya di depan teman-temannya. Tujuan di adakannya kegiatan ini adalah untuk melatih santri agar terbiasa berbicara di depan khalayak ramai.

Setelah tausiyah, para santri akan menuju kelas masing-masing, menghafal mufrodhat baru dan menyetorkannya ke petugas bahasa, kecuali santri i'dad lughowi yang memiliki jam belajar tambahan, mereka akan mendapatkan pelajaran bahasa Arab yang lebih intensif dari ustadzah Zahra. Mas'ul bahasa di pondok ini.

Santri i'dad lughowi terdiri dari santri pindahan, yang sebelumnya belum pernah belajar bahasa dan 0 dalam berbicara dengan bahasa Arab.  Tujuan jam tambahan bagi santri i'dad lughowi adalah agar santri pindahan yang sebelumnya belum pernah belajar bahasa Arab, dapat mengejar kemampuan dan santri yang sudah belajar bahasa sejak sebelum masuk pondok.

Seluruh santri akan kembali ke kegiatan masing-masing setelah menyetorkan mufrodhat ke petugas bahasa, berbeda dengan santri i'dad lughowi yg masih didalam kelas saat seluruh santri telah kembali, karena biasanya ustadzah Zahra menambahkan sedikit cerita untuk santri-santrinya. Bahkan, terkadang ustadzah Zahra suka lupa waktu.

Sampai ustadzah Bintang datang kedepan mushola, kebetulan karena kelas yang biasanya dipakai santri i'dad lughowi sedang tidak bisa di pakai, sementara santri i'dad lughowi menggunakan mushola untuk pembelajaran. Bintang berdiri didepan mushola, menyentuh pergelangan tangan saat  Zahra melihat kehadiran Bintang.

"Ah, iya, ustadzah ingat, ustadzah ada janji dengan ustadzah Bintang, pelajaran hari ini sampai sini dulu, ya." Ucap Zahra setelah melihat kode dari Bintang.

Ada surakan kecewa saat cerita yang dibawakan oleh Zahra harus terpotong, tapi mau bagaimana lagi. Zahra harus segera menemui Bintang atau Bintang akan kesal padanya.

Zahra keluar setelah menutup kelasnya dan menyusul Bintang yang  siap lebih dulu dan duduk di atas motor.

"Kita mau kemana, Bintang?"

Tanya Zahra, mendapat delikan jengkel dari Bintang, yang disusul gunakan istighfar dari Bintang. Zahra hanya cengengesan dan naik di jok belakang.

"Kita ada rapat dengan asatidz di kampus utama, dua pekan lagi ustadz Aksa ke Yaman, ada banyak perubahan jadwal dan job, ustadz Addin meminta kita untuk jadi perwakilan kampus cabang 2." Jawab Bintang, yah, sejak jadi ustadzah, Bintang memang jauh lebih banyak bicara.

Zahra memilih diam, bukannya dia tidak ingat, tapi dia memilih lupa, dia hanya tidak mau mengingat bahwa beberapa pekan lagi, dia harus kembali terbiasa dengan rindu, bohong jika Zahra tidak bergetar kelopak matanya saat mendengar kalimat Bintang.

Bintang menyalakan mesin motor dan melaju, tak menanyakan apakah Zahra baik-baik saja atau tidak. Karena tanpa Zahra bicara, Bintang tau sahabatnya selalu pura-pura baik-baik saja.

Jalanan bakda maghrib sudah terasa dingin, langit sudah sepenuhnya gelap. Zahra menekan sesak di dadanya dalam-dalam. Hanya butuh 10 menit untuk sampai di kampus utama, Bintang mengarahkan motornya di halaman parkir, sebelah kanan kantor.

Didepan kantor, ustadz Addin duduk dikursi, sisi kanannya ustadz Aksa duduk dengan tatapan yang cukup gelap.

"Kamu sudah siap Aksa, abi ingin, sebelum kamu pergi, ikatlah seseorang akhwat yang akan kau jadikan pendamping mu untuk menjalankan pondok ini, kamu ingin memilihnya sendiri, atau pilihan abi?"

Zahra diam, tatapannya kosong, dia pura-pura tidak mendengarnya. Tapi Bintang tau, Zahra tidak bisa berbohong didepan sahabatnya, bahwa Zahra takut, takut jika bukan dia pilihan ustadz Aksa.




Dalam Cinta Mihrab Ta'atTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang