Bab 11

9 2 2
                                    

Satu malam penuh telah berlalu, hari telah berganti tanggal dan pagi telah berubah siang. Indri terus menangis tanpa henti ketika terbangun dari pingsannya setelah digilir oleh kelima pria bejat yang tak lain adalah kakak kelasnya. Sementara Nasmi, ia dipukuli habis-habisan semalaman oleh para brandal itu hingga ia mengalami patah tulang di bagian lengan kanan dan kaki kirinya. Lima orang penjahat itu pergi dari ruangan tersebut setelah melepaskan ikatan Nasmi dan membiarkan dia dalam ruangan begitu saja. Nasmi mencoba untuk menghampiri Indri dengan tertatih, lalu bersimpuh di belakang tubuh Indri yang kini duduk bersandar di tiang dan meringkuk memeluk lututnya.

"Indri." Nasmi berucap lirih, ia tak sanggup untuk berkata apapun pada kekasihnya itu.

"ARRRGHHH... PERGI DARIKU! MENJAUH DARIKU!" Indri langsung berteriak ketika Hendy hendak menyentuh pundaknya.

Indri berlari pergi ke sudut ruangan, kembali meringkuk dan terus meraung dalam tangisan. Melihat Indri yang berlaku layaknya orang gila membuat Nasmi sangat terpukul hingga tak bisa menahan tetesan demi tetesan air mata.

"Maafkan aku, Indri. M-Maaf." Nasmi terus berucap di sela-sela tangisnya.

Sementara Indri saat ini telah kehilangan akal sehatnya. Tubuhnya tak mengenakan baju sehelai pun, ia hanya terus berteriak dan menangis hingga suaranya serak. Tatapan matanya terkadang mengedar ke sekeliling seperti sedang waspada dan jangan lupakan wajah penuh ketakutannya juga. Nasmi yang melihat kondisi kekasihnya hanya bisa mengepalkan tangan, meninju lantai dan ikut menangis iba. Ia mencoba untuk menenangkan Indri yang seperti hampir gila, namun trauma Indri membuat tangannya selalu di tepis setiap kali ia hendak menyentuh bahunya atau membantu ia mengenakan pakaiannya kembali.

Tak menemukan cara untuk mendekati Indri, akhirnya Nasmi pun memilih untuk menjauhinya. Indri butuh waktu untuk menenangkan diri terlepas trauma yang baru saja ia alami. Di samping itu, Nasmi kemudian berdiri perlahan, berjalan tertatih dengan kaki kiri yang di seret. Sampai di pintu, Nasmi mencoba membukanya dan ternyata, pintu terkunci dari luar. Di lihatnya kenop pintu yang tidak memiliki slot kunci dari dalam sehingga hanya bisa di buka dari luar.

Nasmi semakin kesal, sedikit rasa putus asa hinggap di dadanya. Ia menggedor pintu sebisanya meski menahan sakit di sekujur tubuhnya yang terluka. Sayang seribu sayang, usahanya berakhir sia-sia. Meskipun ia berusaha membuka pintu dengan sisa tenaga yang dimiliki, atau menggedor agar menimbulkan kebisingan, atau mencari peruntungan dengan berteriak dan meminta bantuan, semua hal yang ia lakukan tak membuahkan hasil. Nasmi pun hanya bisa terduduk dalam diam, bersandar di pintu yang terkunci serta menatap pilu pada Indri dari kejauhan.

I Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang