Jam setengah enam sore, Naifa sudah tiba di Apartementnya. Sebelum pulang tadi ia menyempatkan ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Satu jam kemudian selesai, dan langsung pulang.
Naifa menyiapkan makan malam , setelah itu barulah mandi. Adzan Maghrib berkumandang tepat setelah Naifa selesai mandi. Naifa mengecek ponselnya siapa tau ada pesan dari suaminya, namun nihil tidak ada pesan satupun yg menghampiri ponselnya.
Pikiran negatif tentang suaminya menghampiri Naifa. Ia teringat pada wanita yang mengangkat teleponnya, namun Naifa segera menepis pikiran itu lalu beristigfar. Karena menunggu lama, Naifa langsung mengirim pesan pada Azzam dan meminta maaf karna harus Shalat Maghrib duluan.
Sudah jam sembilan malam Azzam belum juga pulang. Makanan yang sudah di siapkan Naifa sudah dingin, ia memasukannya ke lemari. Naifa mengecek ponselnya berulang-ulang, namun tak ada kabar dari suaminya itu. Akhirnya Naifa memutuskan untuk menelepon Azzam.
Panggilan pertama tidak ada jawaban. Panggilan kedua sama tidak ada jawaban. Dan saat panggilan yang ketiga tidak aktif. Naifa khawatir bukan main, sudah jam sembilan malam tapi Azzam belum juga pulang, ditambah ponselnya yang mati.
Ya Allah, lindungilah suami hamba.
Naifa mondar-mandir tak bisa diam sambil mengenggam ponselnya. Jam sepuluh malam pintu Apartemen dibuka, Naifa langsung menoleh ke pintu. Ia melihat sosok suaminya dengan wajah lelah.
Kemeja sudah berantakan, Naifa menghampiri suaminya, langsung menyalami punggung tangan Azzam dan langsung mengambil tas yang dibawa suaminya. Di gandeng tubuh suaminya yang lelah, menghempaskan tubuhnya ke sofa. Sementar Naifa ke kamar untuk menyiapkan air hangat untuk suaminya mandi.
Keluar kamar, Naifa melihat suaminya menutup matanya dengan kepala menyenderkan pada sofa. Sesekali ia memijat pelipisnya. Naifa menghampiri suaminya, memijat pelan kepala dan bahunya. Azzam membuka matanya ketika merasakan sebuah tangan memijat pelan kepala dan bahunya. Azzam tersenyum hangat pada istrinya.
"Mas, lebih baik mandi dulu sekarang. Aku sudah menyiapkan air hangatnya," ucap Naifa.
"Terimakasih ya Fa."
"Tidak perlu berterimakasih Mas, ini sudah menjadi tugas Naifa sebagai seorang istri."
Azzam tersenyum, Ia segera berjalan menuju kamar mandi. Dua puluh menit kemudian Azzam sudah selesai mandi, Naifa sudah berada dikamar. Sedang duduk di depan meja rias sambil menyisirkan rambutnya.
Naifa berdiri menghampiri suaminya.
"Mas sudah makan?"
"Sudah, maaf tadi nggak ngabarin dulu. Handphone Mas nya lowbat"
"Gapapa kok Mas," ucap Naifa berusaha tersenyum menahan kecewanya.
Setelah mematikan lampu utama, Naifa dan Azzam langsung berbaring ditempat tidur. Azzam menarik Naifa untuk tidur di pelukannya, Naifa tak menolak. Malahan Naifa mencari tempat nyaman di dada Azzam. Tak lama mereka terlelap ke alam mimpi.
Pukul tiga hubuh Azzam terbangun karena mendengar suara gaduh dari sebelahnya. Ia mengerjapkan mata, setelah kesadarannya pulih Azzam melihat istrinya sedang meringkuk sambil memegang bagian perutnya. Keringat membasahi pelipis Naifa, bibir Naifa pun pucat.
"Fa ," panggil Azzam sambil mengoyangkan bahunya.
Naifa tak menjawab, namun semakin memegang perutnya sesekali merintih perih. Azzam memegang kening Naifa yang berkeringat, tak panas. Azzam berfikir, Naifa Maag? atau PMS?
Azzam hendak menelepon dokter, tangannya dipegang oleh Naifa. Seolah-olah Naifa tau bahwa Azzam akan menelepon dokter.
"Jangan telpon dokter Mas. Ini hanya Maag," ucapnya susah payah dan pelan.
Azzam menuruti ucapan Naifa, ia beranjak mengambil obat Maag dan saputangan untuk mengelap keringat Naifa. Saat membuka lemari, terlihat beberapa makanan yang lumayan banyak dan seperti belum disentuh. Azzam merasa bersalah, mungkin karna menunggu dirinya jadi Naifa tidak makan malam.
Tak mau membuat Naifa menunggu lama, Azzam segera mencari obat maag. Setelah mendapatkannya Azzam bergegas ke kamar.
Naifa masih merintih kesakitan sambil memegang bagian perutnya. Menggigit bibir bawahnya serta memejamkan matanya. Dengan segera di dudukinya Naifa, langsung diberi obat. Perlahan rasa sakit itu mulai menghilang. Azzam langsung membaringkan kembali tubuh Naifa.
"Maafin Mas ya Fa, gara-gara Mas kamu jadi seperti ini," gumam Azzam sambil memperhatikan wajah Naifa yang mulai tenang dan terpejam.
Dikecupnya kening Naifa, Azzam bangkit dan kembali tidur di sebelahnya. Azzam membawa Naifa kepelukannya. Sehingga mereka kembali tidur berpelukan.
* * *
Pagi ini keadaan Naifa membaik, selepas shalat shubuh tadi Azzam langsung ke dapur untuk menghangatkan makanan yang Naifa masak dan membuatkannya bubur. Untungnya Azzam mempunyai kemampuan lah untuk membuat bubur.
Saat Azzam hendak membawa bubur untuk Naifa ke kamar. Naifa keluar kamar sambil berjalan perlahan dikarenakan tubuhnya yang masih lemah.
Azzam menuntun Naifa untuk duduk disofa. Setelah Naifa duduk, Azzam segera ke dapur untuk mengambil bubur yang ia buat. Dengan perlahan Azzam menyuapi Naifa.
"Enak nggak buburnya?" tanya Azzam disela-sela makannya.
Naifa mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Masa sih?" tanyanya sekali lagi.
Dan jawaban Naifa tetap mengangguk. Usai makan, Azzam memberi Naifa obat. Setelah mengurus semuanya, Azzam segera beranjak untuk bersiap pergi ke kantor.
Azzam sudah bersiap, sekarang ia sedang sarapan. Saat Naifa keluar kamar, melihat suaminya itu tengah sarapan sendirian. Naifa menghampiri Azzam dan duduk dihadapan Azzam.
"Mau kemana Fa?" tanya Mas Azzam ketika Naifa sudah duduk dihadapannya.
"Naifa mau ke kampus Mas. Kata Nada hari ini ada jadwal daftar ulang untuk ujian nanti."
"Lama tidak?"
"Tidak tahu Mas, Ada apa?"
"Kamu kan masih sakit, jadi Mas nggak mau kamu terlalu kecapean. Dan Maaf, hari ini Mas akan pulang malam lagi, jangan lupa makan. Jangan kaya semalam."
Naifa mengangguk. Setelah menunggu Azzam selesai makan, Naifa langsung mengambil piring kotor namun segera ditahan tangan Naifa.
"Sudah, sama Mas saja. Kamu bersiap ya."
Tanpa menunggu balasan dari Naifa, Azzam sudah mengambil piring kotor itu dan mencucinya. Naifa tersenyum perihal sikap perhatian Azzam.
Azzam menggandeng Naifa untuk keluar bersama. Sesampainya di basement Supir yang kemarin menjemput Naifa sudah menunggunya.
"Naifa, maaf ya Mas tidak bisa mengantarkan kamu. Pagi ini ada rapat."
"Iya Mas. Gapapa kok. Kalau gitu hati-hati dijalan."
"Assalamualaikum," salam Azzam sambil mengecup singkat puncak kepala Naifa.
"Waalaikumsalam."
Azzam dan Naifa memasuki mobil bersamaan. Diparkiran mobil yang mereka tumpangi terpisah, Azzam tersenyum pada Naifa dibalik kaca mobil.
[==#==]
TBC ~:)
Sekian untuk part ini .. Maaf bila ada salah-salah kata ..
Vote yaa ..
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik [DITERBITKAN] ✔
Spiritual[ Sebagian part di private dan di hapus karena dalam proses penerbitan ] Hasnaifa Almeera Nagita, gadis cantik berusia 20 tahun ini harus berlapang dada untuk menerima perjodohannya dengan anak dari sahabat Ayahnya. Gibran Muhammad Azzam namanya. Le...