.
.
.
Perlahan tapi pasti, kedua kelopak mata cantik itu membuka sedikit demi sedikit menyesuaikan cahaya terang yang masuk menusuk penglihatannya. Chenle meringis pelan saat merasakan pening menghantam telak kepalanya.
"Lele sudah bangun? Apa ada yang sakit?" Chenle gulirkan kelereng matanya menatap Renjun disampingnya sedang menatapnya dengan pandangan khawatir sekaligus lega. Chenle kesusahan menggerakkan bibir keringnya, untung Renjun peka. Ia menyendokkan air ke dalam mulut Chenle beberapa kali hingga bibir tipis itu mengatup tanda sudah cukup. Dengan telaten Renjun membersihkan bekas aliran air di sudut bibirnya menggunakan sapu tangan.
"Merasa lebih baik?" Chenle mengangguk kecil. Pelayan bermata rubah itu pun meletakkan kembali gelas air putih di samping cangkir teh Krisan yang sama sekali tidak ingin ia sentuh.
Renjun itu orangnya curigaan, maka untuk mengantisipasi timbulnya hal-hal yang akan mempersulit nantinya, ia pun menumpah air teh itu ke luar jendela.
"Apa itu kak? Kenapa dibuang?" tanya Chenle pelan, suaranya masih belum pulih sepenuhnya.
Renjun tidak menjawab. Ia duduk kembali ke kursi samping kasur Chenle dan menatap anak itu serius. Ia mendapati di dalam tatapan Chenle terdapat rasa bingung sekaligus takut melihatnya menampilkan raut serius seperti ini.
Renjun menghela nafasnya. Ia harus segera memastikan ingatan anak ini tentang kejadian tadi malam.
"Apa kau ingat kejadian tadi malam sebelum kau berakhir pingsan?"
"A-apa? Aku pingsan?" Renjun mengangguk. Chenle langsung bergerak gusar dalam selimut dan segera saja Renjun menenangkan anak itu dengan mengusap-usap pucuk kepalanya.
"Jangan memikirkan hal lain, jawab saja pertanyaanku. Karena ini penting dan menyangkut keselamatan kita berdua juga."
Walaupun masih tidak paham apa yang dibicarakan Renjun, Chenle pun berusaha memutar ingatannya kembali pada apa yang ia lakukan tadi malam. Seketika matanya membulat dan sekujur tubuhnya bergetar kecil. Sepertinya Chenle berhasil mengingat bagian penting dari kejadian tadi malam.
"K-kak.."
"Apa kau bertemu dengan tuan muda Peter?"
"Ba-bagaimana kakak bisa tahu?"
"Apa ada hal yang aneh dengannya?"
"It-itu.. ak-aku melihat.." Chenle memejamkan matanya tidak sanggup meneruskan kata-katanya. Renjun menggenggam kedua tangan bergetar itu ke dekapan hangatnya.
"Dengarkan aku Chenle.." Perlahan kelopak basah itu terbuka dan ikut menatap obsidian kembar milik Renjun.
"Ada yang tidak beres dengan majikan kita. Sebelum kau sadar aku sempat menguping pembicaraan Mr. Lee dengan tuan muda Peter di kamarnya. Mereka bilang jika penyebab kau pingsan di perpustakaan adalah karena kau bertemu dengan tuan Peter dan menatap matanya, apa itu benar?" Chenle mengangguk cepat. Memori saat menatap mata semerah darah itu lalu tiba-tiba kepalanya seperti dihantam besi berat berkali-kali, masih segar diingatannya hingga kini.
"Aku tidak bisa memastikan yang sebenarnya, ini hanyalah dugaanku saja, bahwa tuan Peter bukanlah manusia. Dia.."
"Va.. vampir?"
"Kau percaya makhluk mitologi itu?"
"Tidak, tapi tuan Peter seperti vampir yang ada di buku dongeng pemberian kakak waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moiee [SungLe]✓
VampireI'm a child, and i wish for freedom Jisung × Chenle Fanfiction ©ChLeo (@Moominn_njun)