.
.
.
Chenle pasrah akan hidupnya. Lilitan tali yang mengikat pergerakannya sudah tidak dapat ia rasakan lagi. Tubuhnya lelah dan kebas, tenaganya terkuras habis akan rasa takutnya pada vampir bangsawan di depannya ini.
Setelah selesai dengan kegiatannya mengikat pelayan Zhong di tiang ritual, Jisung menyingkap tudung jubahnya dan mendongak pada rembulan yang telah pada puncak gerhananya. Ia kembali menatap pada manusia tak berdaya di hadapannya ini dan seringaian tipis terlukis di belah bibirnya.
"Bagaimana jalan-jalannya? Menyenangkan?" Chenle menggeleng lemah, tidak berani menatap ke wajah tuannya, apalagi ke manik mata merah yang sedang menatapnya tajam itu.
Jisung terkekeh, "Ah, padahal aku ingin melihat sejauh mana kalian dapat bersembunyi di luar sana. Tapi apa boleh buat, waktu yang membatasi."
Chenle hanya diam. Netranya bergetar kala lingkaran sihir yang mengelilingi tempat berpijaknya mulai dihiasi oleh tulisan-tulisan kuno berwarna senada darah segar.
"Setiap yang mengetahui identitasku akan mati. Kau siap anak manis?"
Jisung mendekati wajah ketakutan Chenle dan mencengkeram dagu anak itu yang kembali dialiri air mata. Ia ingin mengatakan sesuatu sebelum dirinya mati, namun lidahnya terasa kelu untuk sekedar mengucap sepatah dua patah kata sebagai salam perpisahan padanya untuk Renjun yang sedang histeris memanggil-manggil namanya di seberang sana.
"Tu.. tuan.." ucapnya sangat pelan hampir berbisik.
"Hm?" Jisung hanya berdehem sebagai respon karena ia sedang merapalkan mantra yang tak dapat dipahami siapapun sembari mengusap-usap sisi kanan leher Chenle yang terekspos.
"Te.. terimakasih sudah memberikan kehidupan yang bahagia untukku. Walaupun sebentar, tapi itu sangat berarti bagiku yang hanya anak kecil yang mendambakan hidup tanpa cambukan dan pukulan."
Jisung hanya diam saja membiarkan Chenle mengeluarkan kata-kata terakhirnya.
"Dan bo-bolehkah saya meminta satu keinginan terakhir pada tuan?"
Jisung mengernyit. Permintaan? Di saat seperti ini bisa-bisanya menyempatkan diri meminta hal seperti itu?
"Katakan."
Chenle menghembuskan nafasnya seolah beban berat yang ia tanggung sebelumnya menghilang begitu saja.
"Saya minta untuk biarkan kak Renjun hidup. Hidup bahagia sebagaimana sebelum kedatanganku di mansion ini." Chenle kembali menangis. Semoga saja permintaan terakhirnya didengarkan oleh tuan Peter. Jisung melirik pada tempat Renjun berbaring. Pemuda mungil itu sudah tidak dapat bersuara lagi karena lelah menangis.
"Itu urusan Jeno, bukan urusanku."
Runtuh sudah harapannya pada tuan muda Peter untuk membiarkan Renjun hidup. Namun setelah netranya menatap pada Jeno yang sedang berjongkok di samping Renjun, ia melihat adanya persetujuan dari manik jernih milik Jeno. Seolah mengatakan, 'Baiklah, akan kukabulkan permintaanmu.'
Chenle tersenyum lega. Setidaknya ia akan pergi dengan tenang tanpa khawatir dengan kelanjutan hidup kakak tersayangnya setelah ini.
Ia tersentak kaget kala kuku panjang itu membawa kepalanya tertoleh ke samping kanan. Dapat ia lihat tuan Peter membuka mulutnya hingga dua taring panjang nan tajam terlihat di deretan giginya. Hembusan nafas dingin milik tuannya menerpa kulit lehernya hingga membuat Chenle merinding sekujur tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moiee [SungLe]✓
VampireI'm a child, and i wish for freedom Jisung × Chenle Fanfiction ©ChLeo (@Moominn_njun)