"Ehem... " suara deheman tersebut langsung membuat Sakura dan Naruto menoleh ke sumber suara. Naruto mengernyit mendapati Sasuke yang berdiri di samping meja tepat di dekat mereka.
"Jam makan siang sudah akan berlalu, kau baru saja datang?" Tanya Naruto di balas tatapan dingin dari Sasuke.
"Jam makan siang sudah berlalu dan kau masih mengobrol dengan sekretarisku."
"Tidak melewati aturan kok, masih ada waktu," balas Naruto tak mau kalah.
Sasuke tiba-tiba meletakan sebuah kantong obat, itu sebuah salep penghilang lebam.
"Apa ini?" Tanya Naruto.
"Bukan untukmu."
"Aku juga tahu."
"Lalu kenapa kau bertanya?"
"Cih dasar maniak Teme."
Tatapan Sasuke menuju wajah Sakura yang nampak tidak peduli dengan kehadirannya.
"Segera obati lukamu, sebentar lagi akan ada inpestasi." Sasuke langsung melengos pergi setelah meletakan salep di hadapan Sakura. Gadis itu hanya diam, tidak percaya dengan apa yang Sasuke lakukan, pria dingin yang tak berperasaan menunjukan rasa pedulinya secara terang-terangan, pikir Sakura pria itu tengah mencari muka di hadapan Naruto."Lihat, si Teme itu memang tidak pernah berubah," ketus Naruto mendelik punggung Sasuke yang telah menjauh.
"Kau terluka, kenapa?"
"Sedikit keseleo," jawab Sakura, Naruto manggut-manggut.
"Tapi ada yang aneh dengan sikapnya itu, jangan-jangan sekarang Sasuke yang tengah mengejarmu," ceplos Naruto sukses membuat Sakura membulatkan matanya.
"Aku tidak peduli." Sakura bangkit dan pergi tak lupa membawa kresek berisi salep pemberian Sasuke, bukan berarti Sakura senang dan menerima dengan setulus hati tapi ia terpaksa karena lukanya memang membutuhkan obat, tadi ia tidak sempat ke apotek karena harus bertemu Naruto dan berakhir mengobrol di kantin.
"Sampai ketemu besok ya, Sakura bay."
"Aku tidak mau bertemu denganmu lagi."
.
.
.
"Jidat, apa kabarmu?" Tanya Ino ketika mereka bertemu kangen di sebuah restoran.
"Seperti yang kau lihat," jawab Sakura enteng, mata Ino mendelik kesal sudah menduga dengan jawaban basi dari Sakura."Cih," Ino berdesis sinis, "masih sama seperti terakhir kali bertemu."
"Bisakah kau tidak membawa pacarmu?" Bisik Sakura memlihat Sai kekasih Ino yang memang duduk di meja yang berbeda.
"Kenapa, tidak suka dengan kehadirannya?"
"Ish, bukan seperti itu, aku hanya butuh privasi denganmu saja." Sakura melipat kedua tangannya di dada kesal dengan sikap Ino yang tidak paham akan dirinya.
Sakura seharusnya tidak seperti ini, tapi apalah daya dirinya yang tidak memiliki seseorang untuk tempatnya bercurah hati, Ino tentu tidak sepenuhnya harus perhatian pada Sakura tapi untuk saat ini saja bolehkan Sakura egois, toh Ino sudah memiliki kekasih."Tenang kok, dia tidak akan menguping akan ku suruh Sai menjauh sebentar oke, tenang saja."
.
.
.
Malam semakin larut, karena jarum jam sudah menunjuk angka 10, Sakura masih di restoran bersama Ino dari jam 8 malam. Gadis pink itu menceritakan semua keluh kesahnya pada Ino, sahabatnya itu masih menjadi pendengar yang baik dia rela mendengarkan berjam-jam disana, Ino segera memanggil Sai untuk membantu dirinya mengantarkan Sakura karena gadis itu sedang dalam keadaan mabuk, begitu rumitkah kehidupan gadis itu sehingga memilih jalan tersebut. Ino merasa iba terhadap sahabatnya ini, Sakura harus menjalani hidup yang sulit dan jauh dari keluarga.