☁️ | SATU

197 22 5
                                    

Happy Reading.

"Setelah mama meninggal, papa jadi berubah, ma." ujar seorang pemuda yang terduduk di depan sebuah makam yang terlihat sudah lama.

Kedua netra biru gelap milik pemuda itu meneteskan air mata yang sudah di tahan sedari tadi. Pemuda itu mengelus perlahan batu nisan milik mendiang sang mama yang sudah meninggalkan nya sejak dua tahun yang lalu.

Angkasa Mahawira, pemuda yang duduk terisak di sebelah makam itu kini bangkit dari duduk nya. Cowok itu mendongakkan kepalanya ke langit yang terlihat abu-abu. Beberapa saat ia terdiam seraya menatap langit, cowok itu kemudian berjalan meninggalkan area makam. Angkasa menaiki motor sport hitam nya lalu menjalankan nya meninggalkan area makam dan menuju ke rumah.

Belum sempat ia sampai di rumah. Hujan terlebih dahulu turun dengan deras membasahi seragam putih abu-abu yang masih melekat ditubuhnya. Angkasa semakin mempercepat laju motor nya. Dan tak butuh waktu yang lama, cowok itu sudah sampai di rumah nya.

Angkasa memarkirkan motornya di garasi, ia kemudian berjalan masuk ke dalam rumah setelah melepas sepatunya yang basah. Saat hendak menaiki tangga dan menuju ke kamar nya, sebuah suara berat terdengar memanggil namanya. Angkasa terdiam di atas tangga, cowok itu kemudian berbalik dan menatap ke arah sang papa yang menatap nya dengan tajam dari ruang keluarga.

"Darimana saja kamu, Angkasa?!" tanya Daren, pria paruh baya yang menjabat sebagai ayah dari seorang Angkasa.

Angkasa hanya diam, cowok itu menghembuskan nafas pelan tanpa berniat membalas ucapan papa nya.

Rahang Daren mengeras. "Jawab pertanyaan papa Angkasa!" ujar Daren dengan nada membentak.

Angkasa berbalik dan hendak melanjutkan langkah nya, namun sebelum itu ia berkata,

"Habis dari makam mama, udah lah, Angkasa lagi nggak mau ribut, pa." ucap nya lalu kembali berjalan menuju ke arah kamar nya.

Daren menggelengkan kepalanya dengan amarah yang tertahan.

"Anak itu!"

Angkasa masuk ke dalam kamar nya, ia tak mempedulikan panggilan papa nya. Cowok itu menutup rapat pintu kamar nya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur tanpa mengganti seragamnya yang basah. Angkasa memejamkan matanya, ia begitu lelah hari ini, ia butuh istirahat.

"Jemput Angkasa, ma." gumam Angkasa.

****

Angkasa terbangun saat mendengar suara petir yang memekakkan telinga. Ia mengusap kedua mata nya perlahan lalu menatap ke arah jendela kamar nya yang tak tertutupi gorden. Di luar sana hujan turun semakin deras dan langit terlihat cukup gelap. Angkasa mengalihkan tatapan nya ke arah jam dinding di kamar nya. Ternyata sudah pukul enam sore, cowok itu kemudian bangkit dan berjalan menuju ke kamar mandi.

Kurang lebih sepuluh menit. Angkasa keluar dari kamar mandi dengan seragam basah nya yang telah di ganti dengan celana pendek berwarna abu-abu dan juga hoodie navy kesayangan nya.

Angkasa melangkah pelan keluar dari kamar. Ia lapar karena sedari pulang tadi ia belum sempat makan siang. Langkah kaki jenjang Angkasa bergerak pelan menuruni tangga. Cowok itu menatap ke sekitar nya, rumah besar ini terlihat sangat sepi. Seperti nya papa nya itu juga sedang pergi dan meninggalkan nya sendirian di sini.

Sesampainya di ruang makan. Angkasa menatap ke arah meja makan yang di atas nya sudah ada beberapa makanan yang siap di santap. Makanan itu di siapkan oleh seorang art di rumah ini yang kemungkinan juga sudah kembali ke rumahnya karena tugas nya sudah selesai di sini dan akan kembali lagi di esok hari. Angkasa hanya menatap sekilas makanan itu, cowok itu lebih memilih berjalan menuju dapur dan membuka kulkas, mencari makanan apa yang bisa ia makan di saat hujan seperti ini.

Memeluk Angkasa || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang