District 8269 : 19

194 33 1
                                    


Sebuah cahaya emas menerpa wajahnya. Mata Sunwoo berkedip untuk beradatapsi dengan cahaya yang bersinar terang tepat di atasnya. Sunwoo bertelanjang dada. Sebuah tali mengekang kedua tangan dari samping kiri dan kanan, tubuhnya melayang sebab papan kayu di punggung mengikat dirinya kuat-kuat. Kakinya melayang di atas lantai berubin putih yang dingin.

Pria itu mengedarkan pandangan, berusaha melihat dengan jelas lingkungan yang ia hadapi dengan mata buram. Suara lonceng mengingatkannya dengan sebuah gereja dekat gedung putih di dalam Distrik 8269, bunyinya bising rasanya berada tepat di telinga. Nafas pria itu terdengar berat setelah mengetahui perih di daerah perut dan kepala. Setetes darah keluar dari perutnya, jadi itu alasan mengapa kepalanya begitu pusing. Ukiran higanbana di perutnya semakin menghilang seiring darah keluar dari kulitnya robek karena sebuah pisau menusuknya beberapa jam lalu.

Sunwoo menatap ke bawah, kakinya masih melayang. Pria itu melihat ke arah sisi kanan dan kirinya, tanganyya membentang terikat. Dia disalib.

TENG!

Bunyi lonceng gereja semakin kencang ketika Sunwoo membulatkan matanya. Sepertinya lonceng besar itu berada tepat di belakang!

Akhirnya Sunwoo tahu di mana dia sekarang. Tepat di depan gedung putih, gereja besar, tepat di menara tertinggi di mana lonceng gereja berdenting setiap jam.

"Kau lebih tangguh daripada yang kupikirkan," sebuah bayangan hitam mendekat padanya. Langkahnya berderap padu dengan suara bariton kencang bergema. Dia semakin mendekati cahaya, di mulai dari ujung sepatu, celana hitam, lalu kemeja panjang yang berantakan, lalu mata yang menginterupsi Sunwoo dengan tajam. Choi Yeonjun menyeringai.

Sunwoo menatap tajam pria itu, "Jadi, bisa kau jelaskan bagaimana rencanamu untuk membunuhku?"

Yeonjun duduk di sebuah bangku yang entah ia dapat darimana. Pria itu balik menatap Sunwoo kemudian menjawab, "Membiarkanmu tewas terbakar setelah melepaskan ukiran higanbana, aku hanya ingin melihat kau menjadi abu. Itu saja."

"Lalu kita kemudian bertemu lagi di neraka?" sarkas Sunwoo. Tak ada rasa takut di wajahnya meski luka itu semakin perih setiap waktu.

Yeonjun mendengus lalu tertawa, "Kau tahu? Aku sangat membenci ketika melihat Chaeri lebih mempercayaimu dibanding aku." pandangannya semakin menajam ketika cahaya kuning keluar dari kedua pupilnya. "Karena kau...Chaeri jadi buta dan melupakanku."

"Sejujurnya, aku bukan seseorang yang memiliki empati sebesar yang Chaeri punya. Hanya saja," Sunwoo menjeda kalimatnya. "Aku tahu Chaeri tidak sebodoh itu untuk mempercayai seorang pembunuh berantai."

Yeonjun tersenyum tipis. Kedua pria itu melempar tatapan tak biasa, seolah mereka tak mau kalah dalam perdebatannya.

"Bergembiralah," Yeonjun kembali berdiri. "Chaeri mungkin sebentar lagi akan datang."

"Jangan membawa nama Chaeri," desis Sunwoo. "Jangan sampai membuatnya terluka sedikit pun."

"Tenang saja," kata Yeonjun. "Dari awal aku memintanya untuk datang, hanya untuk memperlihatkan kematianmu."

Sunwoo mengepalkan tangannya.

"Aku tebak," kata Sunwoo. "Kau pasti membawa pasukanmu kemari, 'kan? Untuk menghalangi Chaeri masuk ke dalam."

"Tanpa membaca pikiranku, ternyata semudah ini kau menebak isi hati seseorang. Aku cukup kagum, Detektif Kim."

"Siapa yang membantumu untuk melakukan ini?" kata Sunwoo. "Rasanya tak masuk akal kau membuat pasukan vampir sedangkan darah di dalam nadimu itu adalah lawan dari bangsa kami."

Detective Kim | Kim Sunwoo (on going for Case #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang