Bangkit

75 10 1
                                    

Siang ini kantor menjadi cukup ramai, Lily yang tengah berjalan kesana kemari terkadang membuat temannya menjadi pusing. Gadis itu memang aktif dan gesit jika berurusan dengan pekerjaan. Bahkan bekerja sampai malam haripun akan ia lakukan, karna gadis itu penuh dengan semangat sampai-sampai jika sehari saja ia izin teman-temannya akan mencarinya.

"Mrs Lily, ayo kita makan siang dulu." Ajak Agnes ketika melihat Lily yang masih sibuk mengobrol dengan beberapa siswa.

"Sebentar Mrs, beri aku waktu lima menit." Jawab Lily, Agnes hanya mendesah pelan.

"Kau seperti tidak tau saja perempuan itu, dia kan memang akan fokus jika mengenai pekerjaan."

Agnes tersenyum kecil mendengar ucapan dari Sania.

Melihat Lily sudah selesai mengobrol, Sania segera menggandeng lengan Agnes untuk mendekati Lily.

"Sudah bukan? Tunda saja pekerjaan yang lain, aku sudah sangat lapar-" Keluh Sania dengan ekspresi sedihnya, Lily hanya terkekeh sebentar lalu mengangguk mengiyakan.

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kantin, biasanya akan seperti itu. Lily cukup dekat dengan beberapa orang di kantor, karena dia memang selalu memiliki jiwa yang positif untuk saling berbagi.

"Ly, lauk kesukaanmu-" Tunjuk Sania pada Lily, membuat mata Lily berbinar seketika.

Sudah lama ia tidak merasakan makanan di kantin, karena ia harus bolak balik bekerja di luar sekolah pula untuk memenuhi kewajibannya.

"Lihatlah, matanya selebar itu-" Goda Agnes membuat Lily tersenyum malu.

"Kita makan disini kan?" Tanya Lily pada dua temannya.

"Ya, aku akan cari meja untuk kita." Susul Sania yang saat ini tengah mencarikan tempat untuk mereka duduki.

Kantin masih terbilang sepi, tidak begitu ramai seperti biasanya. Ketiga perempuan itu berbincang-bincang ringan, perbincangan yang penuh tawa memang sudah seperti kebiasaan mereka, itu cara mereka menghilangkan stress dengan pekerjaan.

"Sudah ku bilang kan, Mr. Choi selalu menyindir Lily ketika rapat berlangsung, aku sebenernya agak tidak suka dengan dia, selalu saja Lily yang jadi target sasaran pria tua itu."

Lily terkekeh mendengar julukan yang dikatakan Sania, gadis itu memang barbar sama seperti dirinya. Makanya mungkin mereka satu frekuensi.

"Astaga kau ini tidak sopan sekali bicaranya." Peringat Agnes, di antara mereka Agnes memang yang paling tua dan dewasa, mungkin karena dia juga yang sudah menikah dan memiliki anak di antara mereka.

"Sudahlah, kan memang sudah biasa aku selalu disindir." Ujar Lily tenang, gadis itu memang sudah terbiasa mendapat berbagai macam sindiran dari orang-orang yang tidak menyukai dirinya yang terlihat aktif dan mudah mendapatkan pekerjaan.

"Aku yang tidak terima, kau kan sudah bekerja keras, tapi tidak mendapat apresiasi."

Lily mengangguk-anggukan kepalanya, tidak salah memang ucapan Sania itu, ia memang selama ini merasa tidak mendapat apresiasi.

"Sudah sudah jangan lagi membahas nasib-" Ujar Agnes.

"Baiklah. By the way Ly, kau mau ku kenalkan dengan temanku?" Tanya Sania tiba-tiba kepada Lily, Lily yang baru saja akan menelan makannya tersedak.

"Hey, pelan-pelan" Peringat Agnes memberikan segelas minum pada Lily.

Lily terbatuk kecil, Sania cuek saja ketika melihat Agnes memelototinya.

"Jadi, bagaimana? Dia berprofesi sama dengan kita." Lanjut Sania.

"Kau ini-" Desis Agnes pada Sania, Sania hanya menatap Agnes bingung. Agnes tau jika luka Lily masih terasa, belum lama kering. Ia tau jika Lily hanya menyembunyikan rasa sakitnya sendiri, gadis itu seperti belum siap jika harus menerima orang lain dalam hidupnya.

A Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang